Kamis, 21 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Uang Panai

    Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    Pernikahan Terasa Hambar

    Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

    Menikah

    Menikah atau Menjaga Diri? Menerobos Narasi Lama Demi Masa Depan Remaja

    Hari Kemerdekaan

    Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    Soimah

    Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    Inklusi Sosial

    Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    Dhawuh

    Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Nasihat Anak

    Bertahap dalam Memberi Nasihat Kepada Anak

    Sikap Moderat

    Pentingnya Memiliki Sikap Moderat dalam Mengasuh Anak

    Sifat Fleksibel

    Mengapa Orangtua Perlu Sifat Fleksibel dalam Pola Asuh Anak?

    Gus Dur

    Gus Dur Sosok yang Rela Menanggung Luka

    Anak Kritis

    Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini

    Tidak Membedakan Anak

    Orangtua Bijak, Tidak Membedakan Anak karena Jenis Kelaminnya

    Kesetaraan Gender

    Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    Peran Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Uang Panai

    Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    Pernikahan Terasa Hambar

    Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

    Menikah

    Menikah atau Menjaga Diri? Menerobos Narasi Lama Demi Masa Depan Remaja

    Hari Kemerdekaan

    Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    Soimah

    Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    Inklusi Sosial

    Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    Dhawuh

    Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Nasihat Anak

    Bertahap dalam Memberi Nasihat Kepada Anak

    Sikap Moderat

    Pentingnya Memiliki Sikap Moderat dalam Mengasuh Anak

    Sifat Fleksibel

    Mengapa Orangtua Perlu Sifat Fleksibel dalam Pola Asuh Anak?

    Gus Dur

    Gus Dur Sosok yang Rela Menanggung Luka

    Anak Kritis

    Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini

    Tidak Membedakan Anak

    Orangtua Bijak, Tidak Membedakan Anak karena Jenis Kelaminnya

    Kesetaraan Gender

    Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    Peran Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Membaca Arah RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) Part II

Panjangnya cuti tidak serta merta lindungi hak-hak perempuan pekerja. Bisa jadi, justru kian untungkan sistem kapitalisme neoliberal yang kini terus kian menggejala

Hafidzoh Almawaliy Ruslan Hafidzoh Almawaliy Ruslan
4 Oktober 2023
in Publik, Rekomendasi
0
Kesejahteraan Ibu dan Anak

Kesejahteraan Ibu dan Anak

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam tulisan sebelumnya “Membaca Arah RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) Part I”, saya mengulas tentang maraknya kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak. Kehadiran RUU KIA yang digagas atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada sekitar Juni 2022 lalu mdmberi harapan baru.

Meski RUU KIA sesungguhnya memang masih awal sekali. Selain minim partisipasi publik, RUU ini juga terasa masih tumpang tindih dengan UU lain seperti UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan; atau UU Cipta Kerja yang baru.

Tak heran bila RUU KIA banyak kalangan menilai belum akan mampu lahirkan perubahan nasib yang signifikan atas pemenuhan hak-hak dasar anak dan perempuan/ ibu di negeri ini.

Jalan Awal RUU KIA

Swara Rahima, Jakarta misalnya sebut, RUU KIA lebih banyak bahas ulang aturan tentang hak cuti melahirkan ibu pekerja, yang tadinya diatur 3 bulan masa cuti dengan gaji penuh pada UU Ketenagakerjaan pasal 82 ayat 1. Sedang pada RUU KIA akan diatur menjadi 6 bulan masa cuti, dengan gaji tidak penuh pada kurun 3 bulan kedua.

Sementara itu Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mengritisi bahwa, jika fokusnya soal cuti melahirkan bagi ibu bekerja, idealnya point tersebut kita atur saja melalui perubahan UU Ketenagakerjaan, atau ratifikasi konvensi ILO 183 tentang Perlindungan Maternitas. Apalagi dengan usulan cuti 6 bulan akan makin membuat perempuan rentan alami pemutusan hubungan kerja (PHK), akibat sistem kontrak dalam UU Cipta Kerja.

Perusahaan bisa dengan semaunya melakukan PHK jika pekerja perempuan memasuki masa hamil. Ataupun perempuan akan kian dijauhkan dari sumber-sumber ekonomi yang lagi-lagi berakibat pada pemiskinan sistematis terhadap mereka.

Dengan kata lain panjangnya cuti tidak serta merta lindungi hak-hak perempuan pekerja. Bisa jadi, justru kian untungkan sistem kapitalisme neoliberal yang kini terus kian menggejala. Lalu bagaimana pula dengan nasib sebagian besar perempuan yang masih bekerja di sektor informal, domestik lainnya? Mereka jelas seperti tak terjangkau dengan aturan itu.

Pintu Masuk Negara Kesejahteraan

Lebih lanjut tanpa adanya bentuk perlindungan yang sistematis, RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak ini kita nilai justru hanya akan berimbas pada pembakuan peran gender tradisional yang tempatkan posisi perempuan pada ruang domestik. Karena selain buat perempuan kian terpinggirkan dari akses peroleh lapangan kerja. Hal ini akibat para pemberi kerja lebih memilih pekerja laki-laki yang mereka pandang akan bebas tugas reproduksi.

RUU ini juga mereka nilai tidak lakukan pembagian peran setara antara istri dan suami. Namun seolah kian melanggengkan peran pengasuhan hanya sebagai tanggung jawab ibu/ perempuan semata.

Padahal seharusnya RUU kesejahteraan ibu dan anak tersebut dapat lebih kita tempatkan lagi dalam konteks yang lebih luas dan benar-benar signifikan dampaknya pada kesejahteraan ibu dan anak.

Misalnya saja RUU ini dapat menjadi pintu masuk untuk mengatur jaminan biaya tentang keberlangsungan pendidikan ibu/ perempuan yang telah memiliki anak-anak, hingga jenjang perguruan tinggi. Terutama sekali bagi mereka yang menjadi korban kekerasan, perkosaan, maupun lainnya.

Ataupun juga aturan tentang hak dasar tunjangan kepengasuhan yang akan dapat para ibu/ perempuan peroleh. Ataupun laki-laki/ ayah yang mengasuh anak-anaknya yang masih balita. Dengan demikian anak juga akan peroleh hak dasarnya berupa kepengasuhan terbaiknya. Sedang para orang tua, baik perempuan/ ibu atau siapa saja, tidak akan alami beban ganda (double burden), sebagai pencari nafkah sekaligus kepengasuhan.

Pemberdayaan Ekonomi Perempuan

Memang di dalam RUU KIA selain fokus pada isu cuti ibu melahirkan, juga fokus pada isu stunting. Sekaligus pemberdayaan ekonomi perempuan/ ibu yang telah memiliki anak-anak. Akan tetapi aturan-aturan ini akan bisa bias, atau malah kehilangan substansinya akibat belum sepenuhnya memihak pada realitas keseluruhan pengalaman mendasar perempuan (dan/ atau laki-laki) dalam kerja-kerja kepengasuhan.

Kasus ibu meninggal akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi di Pati, Jawa Tengah. Yakni dengan memeluk bayi serta kedua putrinya yang masih balita tersebut di atas, adalah gambaran jelas betapa kita seperti masih bias memandang kerja kepengasuhan yang perempuan jalani.

Bagaimana bisa pemberdayaan ekonomi akan kita lakukan atas diri perempuan/ ibu yang tengah berjibaku, berjuang mengasuh 3 balita sekaligus? Antara lain umur kurang dari 1 bulan, 2 tahun, dan 4 tahun? Bertambah lagi jika tidak adanya aturan tentang penitipan anak secara gratis yang negara tanggung, ataupun negara beserta para pemberi kerja.

Konsep Negara Kesejahteraan

Memang aturan-aturan yang menjamin tentang hak memeroleh tempat penitipan anak gratis. Hak tunjangan kompensasi kerja-kerja kepengasuhan. Hingga hak jaminan pendidikan gratis sampai ke Perguruan Tinggi untuk semua orang tanpa terkecuali bagi perempuan/ ibu yang telah miliki anak-anak.

Semua itu sementara ini hanya ada pada negara-negara model Skandinavia maupun Nordik di wilayah Eropa, seperti Denmark, Swedia, Norwegia, ataupun Finlandia, juga Eslandia.

Negara-negara itulah, Eropa maupun Barat lainnya yang betul-betul terapkan konsep negara kesejahteraan (welfare state). Di mana sementara ini telah bisa mejalankan semua aturan yang mensejahterakan seluruh masyarakat tersebut.

Negara-negara itu bahkan kita katakan sebagai negara sekuler, bukan agama. Namun masyarakatnya disebut paling sejahtera dan berbahagia. Karena memasukkan pula kerja-kerja kepengasuhan ke dalam agenda utama kesejahteraan yang dinilai tak kalah fundamental dengan kerja-kerja produksi industri lainnya.

Melampaui Welfare State

Terkait aturan-aturan negara kesejahteraan ini dalam pandangan saya sementara, juga akan sangat bisa impactful. Bahkan akan bisa turut mengradasi pandangan patriarkhal yang selama ini masih hidup dan tumbuh subur dalam masyarakat kita.

Di mana yang menganggap bahwa kerja-kerja kepengasuhan atau kerja domestik lainnya bukanlah sebagai pekerjaaa. Karena mereka anggap tidak menghasilkan uang, kapital. Karenanya hanya akan terpandang sebelah mata, tanpa mau menyaksikan betapa pentingnya pengasuhan yang baik bagi kontribusi generasi bangsa di masa depan.

Dengan aturan-aturan melampaui model negara kesejahteraan tersebut, pandangan masif patriarkhal maupun pandangan merendahkan sesama, mengabaikan keadilan kemanusiaan, harapannya akan bisa berubah total.

Publik akan mulai bisa dan mau menghargai kerja-kerja domestik yang dalam jumlah besar memang lebih banyak perempuan kerjakan. Dengan begitu hal ini juga akan dapat menekan angka kekerasan terhadap perempuan di ranah personal/ domestik, maupun publik lain, yang juga menelan korban beserta anak-anaknya, sebagaimana peristiwa-peristiwa di atas.

Bukankah kebijakan melampaui negara kesejahteraan, yang menjunjung tinggi keadilan, kemakmuran, bahkan kemaslahatan bersama (al mashlahah al ammah). Telah pula tersebutkan secara tegas oleh para tokoh Guru Bangsa, Gus Dur maupun Abuya Husein Muhammad sebagai bagian dari amanat Konstitusi Indonesia sejak awal sebagaimana ditunjukkan dalam pembukaan sekaligus batang tubuh UUD 1945?

Tujuan Utama Berdirinya NKRI

Kesejahteraan umum ini menjadi tujuan utama dari berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karenanya menjadi hak dasar setiap warga bangsa, tak terkecuali perempuan dan anak-anak untuk memperolehnya. Yakni kemerdekaan, kemajuan kesejahteraan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Dengan menganggapnya sebagai tujuan bernegara, UUD 1945 jelas-jelas menempatkan kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran tersebut sebagai sesuatu yang esensial bagi kehidupan semua orang.

Gus Dur dan Abuya Husein bahkan sebutkan kemerdekaan, kesejahteraan itu sebagai bagian tak terpisahkan dari demokrasi yang sesungguhnya. Dengannya, keadilan harus kita tegakkan. Terlebih bagi rakyat jelata yang hingga kini terus rentan alami ketertindasan.

Dan RUU KIA yang terdesain melampaui negara kesejahteraan akan bisa menjadi satu payung penting, yang butuh kita kawal jalannya agar betul-betul dapat memberi perlindungan keadilan, kesejahteraan yang signifikan.

Namun kebaikan, kemaslahatan itu yang akan terlahir kelak memang tidak akan datang begitu saja. Melainkan harus kita perjuangkan hingga tidak ada lagi korban perempuan dan anak-anak yang terus berjatuhan. Karenanya, ini terus butuh untuk kita suarakan. Semoga terdengar hingga kepada para pemilik, pemangku kebijakan. Wallahu a’lam bisshawab.[]

Tags: Hak PerempuanhukumIndonesiakeluargaKesejahteraan Ibu dan Anakperempuan bekerjaRUU KIA
Hafidzoh Almawaliy Ruslan

Hafidzoh Almawaliy Ruslan

Ibu dua putri, menyukai isu perempuan dan anak, sosial, politik, tasawuf juga teologi agama-agama

Terkait Posts

Nyai Siti Walidah
Figur

Nyai Siti Walidah: Ulama Perempuan Dibalik Perintis Muhammadiyah dalam Bayang Kolonialisme

21 Agustus 2025
Pernikahan Terasa Hambar
Keluarga

Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

21 Agustus 2025
Hari Kemerdekaan
Publik

Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

20 Agustus 2025
Hakikat Merdeka
Hikmah

Kemuliaan Manusia dan Hakikat Merdeka dalam Surah Al-Isra Ayat 70

19 Agustus 2025
Upacara Bendera
Personal

Kesalingan dalam Perayaan; Membaca Upacara Bendera dan Pesta Rakyat di Istana

19 Agustus 2025
Kemerdekaan
Publik

Kemerdekaan dan Iman Katolik: Merawat Persaudaraan dalam Kebhinekaan

18 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah atau Menjaga Diri? Menerobos Narasi Lama Demi Masa Depan Remaja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai Siti Walidah: Ulama Perempuan Dibalik Perintis Muhammadiyah dalam Bayang Kolonialisme
  • Bertahap dalam Memberi Nasihat Kepada Anak
  • Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah
  • Pentingnya Memiliki Sikap Moderat dalam Mengasuh Anak
  • Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID