Mubadalah.id – Rumah tangga atau keluarga adalah komunitas terkecil kecil yang akan mendasari komunitas besar yang bernama Negara. Bangunan negara banyak ditentukan dari produk yang dihasilkan oleh lembaga keluarga ini.
Jika keluarga baik maka diharapkan masyarakat dan negara akan baik. Dengan kata lain keluarga adalah fondasi masyarakat bangsa dan negara. Baik-buruk, maju-mundur, sehat-sakit dan sejahtera sengsara masa depan masyarakat bangsa dan negara sangat tergantung fondasi yang dibangunnya.
Untuk hal ini kita perlu menengok kembali pada tujuan perkawinan dalam Islam. Perkawinan menurut Islam adalah akad/perjanjian/ ikatan yang dapat menghalalkan hubungan seks antara laki-laki dan perempuan.
Al-Qur’an menyebut akad ini sebagai perjanjian yang kokoh (mitsaqan ghalizha). Tidak ada pernyataan al-Qur’an seperti ini untuk bentuk-bentuk akad atau perjanjian yang lain.
Ini menunjukkan bahwa perkawinan merupakan perjanjian relationship antara manusia Jaki-laki dan perempuan yang harus mendapatkan perhatian yang jauh lebih besar dari yang lain-lain.
Pandangan Imam al-Ghazali
Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, menyimpulkan paling tidak dua tujuan nikah.
Pertama, nikah (perkawinan) merupakan ikhtiar manusia untuk melestarikan dan mengembangbiakkan keturunannya dalam rangka melanjutkan kehidupan manusia di bumi. Ini, menurut al-Ghazali merupakan tujuan yang utama. Inilah yang kita sebut dengan prokreasi.
Kedua, nikah merupakan cara manusia menyalurkan hasrah libidonya untuk mendapatkan kenikmatan biologis dan menjaga alat-alat reproduksinya.
Satu hal yang penting dalam hal tujuan memperoleh kenikmatan seksual adalah bahwa dalam melakukan hubungan seksual kedua belah pihak harus saling memberikan kenikmatan dan kepuasan.
Kenikmatan dan kepuasan seksual adalah anugerah Tuhan kepada semua manusia, laki-laki dan perempuan. Jadi kenikmatan tidak boleh hanya bagi satu pihak saja. []