Selasa, 16 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Content Creator

    Kontenisasi Murid: Ketika Guru Merangkap Content Creator

    Bissu

    Bissu dan Identitas Gender: Melampaui Konsep Gender Biner Barat

    Nilai Asih-asuh

    Integrasi Nilai Asih-asuh dalam Tafsir Al-Qur’an: Sebuah Telaah Tematik

    Akurasi data

    Akurasi Data Masih Jadi Problematika, Kapan Inkusivitas akan Mengada?

    Terjebak dalam Kehidupan

    Mengapa Kita Sering Terjebak dalam Kehidupan?

    Pengguna Kursi Roda

    Salatnya Pengguna Kursi Roda itu Bukan Ruhsah, tapi Azimah

    Korban Femisida

    Stop Bullying Korban Femisida!

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Negara, Kekuasaan

    Negara, Kekuasaan, dan Problematika Kemanusiaan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Pinjol

    Ketika Game Online Menjerat Anak ke Dalam Jebakan Pinjol

    Adil Gender

    Membangun Masa Depan yang Setara dengan Parenting Adil Gender

    Kekerasan Terhadap Anak

    Rumah yang Tak Lagi Aman: Darurat Kekerasan terhadap Anak

    Malaysia

    SIS Forum Peringatkan: RUU Mufti 2024 Bisa Menyeret Malaysia ke Arah Otoritarianisme

    Pasca Perceraian

    SIS Forum Mari Perjuangkan Hak Finansial Perempuan Malaysia Pasca Perceraian  

    Anak

    Jangan Didik Anak dengan Cara Kekerasan

    Ojol

    Aksi Solidaritas Beli Makanan untuk Ojol di Indonesia dari SIS Forum Malaysia

    Abul ‘Ash

    Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’: Menantu Nabi yang Tetap Menjaga Pernikahan Meski Beda Keyakinan

    Makkah

    Ketika Nabi Muhammad Saw Pulang ke Makkah

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Content Creator

    Kontenisasi Murid: Ketika Guru Merangkap Content Creator

    Bissu

    Bissu dan Identitas Gender: Melampaui Konsep Gender Biner Barat

    Nilai Asih-asuh

    Integrasi Nilai Asih-asuh dalam Tafsir Al-Qur’an: Sebuah Telaah Tematik

    Akurasi data

    Akurasi Data Masih Jadi Problematika, Kapan Inkusivitas akan Mengada?

    Terjebak dalam Kehidupan

    Mengapa Kita Sering Terjebak dalam Kehidupan?

    Pengguna Kursi Roda

    Salatnya Pengguna Kursi Roda itu Bukan Ruhsah, tapi Azimah

    Korban Femisida

    Stop Bullying Korban Femisida!

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Negara, Kekuasaan

    Negara, Kekuasaan, dan Problematika Kemanusiaan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Pinjol

    Ketika Game Online Menjerat Anak ke Dalam Jebakan Pinjol

    Adil Gender

    Membangun Masa Depan yang Setara dengan Parenting Adil Gender

    Kekerasan Terhadap Anak

    Rumah yang Tak Lagi Aman: Darurat Kekerasan terhadap Anak

    Malaysia

    SIS Forum Peringatkan: RUU Mufti 2024 Bisa Menyeret Malaysia ke Arah Otoritarianisme

    Pasca Perceraian

    SIS Forum Mari Perjuangkan Hak Finansial Perempuan Malaysia Pasca Perceraian  

    Anak

    Jangan Didik Anak dengan Cara Kekerasan

    Ojol

    Aksi Solidaritas Beli Makanan untuk Ojol di Indonesia dari SIS Forum Malaysia

    Abul ‘Ash

    Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’: Menantu Nabi yang Tetap Menjaga Pernikahan Meski Beda Keyakinan

    Makkah

    Ketika Nabi Muhammad Saw Pulang ke Makkah

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Memiliki Anak Bukan Biang Keladi Krisis Iklim di Bumi

Populasi manusia diprediksi meledak di tahun 2050. Namun menuduh bayi dan ibu bayi sebagai biang keladi krisis iklim adalah bentuk ketidakadilan reproduksi dan tidak menghargai pilihan perempuan.

Miftahul Huda Miftahul Huda
3 Juni 2021
in Publik, Rekomendasi
0
Memiliki Anak

Memiliki Anak

256
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Predikat “Tahun Terburuk Sepanjang Sejarah” telah diraih oleh 2020. Predikat itu diberikan oleh majalah Time setelah banyaknya peristiwa buruk terjadi sepanjang tahun, seperti kegagalan suatu negara menghadapi bencana, pandemi, krisis politik, dan krisis iklim. Sedangkan pandemi covid-19 menjadi alarm bagi manusia untuk memencet tombol “Prioritaskan Krisis Iklim”.

Narasi dan data selalu ditunjukkan, bahwa jumlah manusia di bumi telah mengalami over populasi dengan jumlah 7,5 miliar pada 2020, dan akan mencapai 9,7 miliar pada 2050. Itu akan berdampak pada daya tampung bumi dan memperpendek usianya.

Kajian-kajian ilmiah bermunculan dan menjadikan Barat sebagai role model mengatasi melonjaknya populasi manusia di bumi dengan menyorot gaya hidup tanpa anak. Dan momen covid-19 menguatkan, bahwa terjadi penurunan angka kelahiran bayi di Amerika selama pandemi. Kemudian Italia mengalami penurunan 21,6% dan Spanyol 20%. Negara-negara lain juga menyatakan mengalami penurunan, seperti Perancis, Korea, Taiwan, Estonia, Latvia, dan Lithuania (bbc.com).

Tentu saja itu mematahkan berbagai prediksi para ilmuwan yang mengirakan dampak lockdown akan menjadi momen meledaknya angka kelahiran; selain karena kesulitan akses layanan kesehatan, juga berkurangnya aktivitas di luar rumah. Dengan alasan ekonomi yang tidak stabil dan resiko kelahiran di tengah pandemi, banyak keluarga menunda kehamilan. Dan peristiwa dengan angka-angka tadi disebut sebagai baby bust, sebab menurunnya angka kelahiran dibandingkan baby boomer.

Sarah Baillie, dalam tulisannya di msmagazine.com (15/3/2021), mengajak masyarakat menyambut gembira momen baby bust. Menurutnya, banyak dampak positif dari menurunnya angka kelahiran, seperti mengontrol iklim, memperlambat kelahiran, serta meningkatnya keberdayaan dan kesetaraan perempuan. Jadi, tidak perlu ragu-ragu untuk merayakannya.

Jangan Buru-Buru Berdansa

Manusia dalam angka telah menciptakan imajinasi ketakutan dan masyarakat dibuat selalu membayangkan bagaimana lantai bumi ambrol karena kapasitas yang berlebih. Alih-alih menguatkan pentingnya mengontrol populasi manusia, data dan fenomena yang dihadirkan tersebut malah memberi stigma kepada bayi dan ibu bayi sebagai penyebab krisis iklim.

Anne Hendrixson dan Jade S. Sasser, melalui tulisannya di msmagazine.com (28/5/2021), mengajak untuk mengatasi masalah iklim bersama-sama dan jangan mempersuasi masyarakat untuk menuduh bayi dan ibu bayi sebagai penyebab krisis iklim. Menurut keduanya, ada ragam aspek yang menyebabkan krisis iklim—seperti ras, gender, kelas, dan status sosial. Sebaliknya, narasi baby bust malah seolah mengadu antara manusia (atau bayi) dengan bumi. Dan, apakah yang disebut “baby bust”adalah mereka yang peduli terhadap keadilan reproduksi dan lingkungan?

“Menyerang” orang yang memutuskan untuk memiliki anak menggunakan kampanye tanpa anak dengan dalih mengontrol iklim adalah tindakan tidak menghargai pilihan perempuan. Sedangkan memilih tidak memiliki anak sembari menanam saham di industri kotor tidak serta merta menghapus nama mereka dari daftar orang-orang yang berkontribusi terhadap krisis iklim.

Sebaiknya kita mengukur gaya konsumsi masyarakat, sebagaimana nasihat Mahatma Gandhi. Inggris sebelum abad 21, dengan luas wilayah jauh lebih kecil dan populasi penduduk jauh lebih sedikit dari India, harus mengeksploitasi seluruh wilayah India untuk memenuhi “kebutuhan” masyarakatnya. Bagaimana jika gaya konsumsi masyarakat Inggris itu dimiliki oleh separuh penduduk bumi? Apakah sumber daya di satu bumi cukup untuk memenuhi “kebutuhan” manusia? Saya rasa, ide traveling ke Mars adalah kedok mencari cadangan sumber daya alam untuk perut manusia.

Di Indonesia, dapat kita saksikan bagaimana “Jakarta” mengontrol Papua untuk mengeruk sumber daya alamnya demi memenuhi “kebutuhan” segelintir perut. Banjir, kebakaran hutan, konflik horizontal, dehumanisasi, kekerasan seksual, deforestasi, mortalitas adalah serangkaian fenomena akibat memenuhi “kebutuhan” tersebut.

Selanjutnya, kita belum menghitung masyarakat lokal yang harus menghirup udara kotor dan kesulitan air bersih akibat industri ekstraktif, sedangkan segelintir pemilik menikmati ruangan dingin di apartemen mewah, seolah-olah krisis iklim adalah mitos purbakala.

Perlu juga kita melirik film dokumenter Seaspiracy, yang mengingatkan pola konsumsi kita mempengaruhi krisis iklim. Sedangkan di seberang rumah, industri makanan merespon dengan sepenuh hati: menyediakan lemak omega-3 dan kalori. Namun tidak dengan prosesnya, yang merusak kehidupan laut sebagai penyerap karbon.

Lalu dengan tidak memiliki anak mampu mengontrol krisis iklim? Tidak, jika pola hidup dan konsumsi masih tergantung pada industri kotor dan destruktif.

Memiliki Anak adalah Agenda Politik Feminis

Kelas menengah boleh memilih tidak memiliki anak dan melangsungkan hidup baik-baik saja. Tapi tidak dengan kelas bawah atau masyarakat lokal/pedesaan. Anak bagi masyarakat desa adalah agenda politik feminis (meski tidak secara kreatif), terlebih di daerah yang mengalami konflik ekologi.

Saya akan mencontohkan masyarakat Jawa sebagai representasi. Bagi masyarakat Jawa, keluarga (yang di dalamnya ada anak) adalah pusat kehidupan dan titik berangkat menentukan arah kehidupan. Tidak memiliki anak/keluarga, seolah mereka kehilangan arah ke mana akan berjuang dan apa yang akan diperjuangkan.

Kita bisa melihat perjuangan warga Wadas mempertahankan ruang hidupnya. Tidak lain, kepastian hidup keluarga/anak-cucu di masa depan menjadi alasan yang mendorong mereka menolak tambang batu querry. Dan perempuan berada di garis depan menyuarakan perlawanan sekaligus benteng dari perusakan alam. Atau masyarakat Papua, tentu kampanye “stop memiliki anak” akan menjadi suksesor pembunuhan masyarakat lokal yang difasilitasi negara. Selain mengurangi populasi, mereka juga berpotensi kehilangan generasi yang menyambung perlawanan dan menjadi saksi kekejian negara.

Jangka panjangnya, anak bukan sekadar anak biologis, ia adalah anak ideologis yang akan meneruskan perlawanan terhadap aktor perusak alam. Anak akan menata hidup berdampingan dengan alam di masa depan dan sebagai penyambung lidah lintas generasi bahwa perusakan alam memiliki dampak nyata terhadap krisis iklim. Maka, prediksi 66% populasi dunia di tahun 2050 akan menghuni kota (kompas.com) adalah kabar buruk. Sebab, mereka akan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi destruktif dan melupakan dampak nyata kerusakan lingkungan.

Tidak memiliki anak bukanlah tindakan salah, namun menuduh bayi dan ibu bayi sebagai biang krisis iklim tentu sebuah kesalahan fatal. Kampanye tersebut harus meperhatikan irisan identitas masyarakat—khususnya perempuan, dan menaruh kecurigaan terhadap gaya hidup dan pola konsumsi yang difasilitasi oleh industri kotor dan destruktif. []

Tags: anakbumiEkofeminismeEkologikehidupanKrisis IklimmanusiaSemesta
Miftahul Huda

Miftahul Huda

Peneliti isu gender dan lingkungan.

Terkait Posts

Pinjol
Pernak-pernik

Ketika Game Online Menjerat Anak ke Dalam Jebakan Pinjol

15 September 2025
Kekerasan Terhadap Anak
Pernak-pernik

Rumah yang Tak Lagi Aman: Darurat Kekerasan terhadap Anak

15 September 2025
Anak
Pernak-pernik

Jangan Didik Anak dengan Cara Kekerasan

14 September 2025
Terjebak dalam Kehidupan
Personal

Mengapa Kita Sering Terjebak dalam Kehidupan?

13 September 2025
Bincang Syariah Goes to Campus
Aktual

Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

12 September 2025
Pendidikan Adil Gender
Pernak-pernik

Pentingnya Pendidikan dan Pengasuhan Anak yang Adil Gender di Malaysia

13 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bissu

    Bissu dan Identitas Gender: Melampaui Konsep Gender Biner Barat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Integrasi Nilai Asih-asuh dalam Tafsir Al-Qur’an: Sebuah Telaah Tematik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • SIS Forum Peringatkan: RUU Mufti 2024 Bisa Menyeret Malaysia ke Arah Otoritarianisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membangun Masa Depan yang Setara dengan Parenting Adil Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Game Online Menjerat Anak ke Dalam Jebakan Pinjol
  • Kontenisasi Murid: Ketika Guru Merangkap Content Creator
  • Membangun Masa Depan yang Setara dengan Parenting Adil Gender
  • Bissu dan Identitas Gender: Melampaui Konsep Gender Biner Barat
  • Rumah yang Tak Lagi Aman: Darurat Kekerasan terhadap Anak

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID