Senin, 18 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    80 Tahun Merdeka

    80 Tahun Merdeka: Menakar Kemerdekaan dari Kacamata Mubadalah dan KUPI

    80 Tahun Indonesia

    80 Tahun Ke(tidak)beragaman Indonesia: Membicarakan Konflik Sesama Bangsa dari Masa ke Masa

    Malam Tirakatan

    Malam Tirakatan Ruang Renungan dan Kebersamaan Menyambut Kemerdekaan

    Kemerdekaan Sejati

    Kemerdekaan Sejati dan Paradoks di Tanah yang Kaya

    Pati Bergejolak

    Pati Bergejolak: Ketika Relasi Penguasa dan Rakyat Tidak Lagi Berkesalingan

    PLTU Cirebon

    PLTU Cirebon dan Gelapnya Hidup Nelayan Waruduwur

    Status Sosial

    Status Sosial Membawa Perempuan Keluar dari Patriarki

    Kesadaran Gender

    Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

    Sejarah Ulama Perempuan

    Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kesehatan Reproduksi Sejak dini

    Pendidikan Kesehatan Reproduksi Sejak Dini

    Keturunan

    Memilih Pasangan dari Keturunan Keluarga Orang Baik

    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    Pasangan Hidup

    Memilih Pasangan Hidup yang Setara

    Kriteria Pasangan

    Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    Poligami

    Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

    Pasangan

    Berjanji Setia dengan Satu Pasangan

    Anak Sekolah

    Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    80 Tahun Merdeka

    80 Tahun Merdeka: Menakar Kemerdekaan dari Kacamata Mubadalah dan KUPI

    80 Tahun Indonesia

    80 Tahun Ke(tidak)beragaman Indonesia: Membicarakan Konflik Sesama Bangsa dari Masa ke Masa

    Malam Tirakatan

    Malam Tirakatan Ruang Renungan dan Kebersamaan Menyambut Kemerdekaan

    Kemerdekaan Sejati

    Kemerdekaan Sejati dan Paradoks di Tanah yang Kaya

    Pati Bergejolak

    Pati Bergejolak: Ketika Relasi Penguasa dan Rakyat Tidak Lagi Berkesalingan

    PLTU Cirebon

    PLTU Cirebon dan Gelapnya Hidup Nelayan Waruduwur

    Status Sosial

    Status Sosial Membawa Perempuan Keluar dari Patriarki

    Kesadaran Gender

    Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

    Sejarah Ulama Perempuan

    Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kesehatan Reproduksi Sejak dini

    Pendidikan Kesehatan Reproduksi Sejak Dini

    Keturunan

    Memilih Pasangan dari Keturunan Keluarga Orang Baik

    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    Pasangan Hidup

    Memilih Pasangan Hidup yang Setara

    Kriteria Pasangan

    Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    Poligami

    Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

    Pasangan

    Berjanji Setia dengan Satu Pasangan

    Anak Sekolah

    Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Memiliki Anak Bukan Biang Keladi Krisis Iklim di Bumi

Populasi manusia diprediksi meledak di tahun 2050. Namun menuduh bayi dan ibu bayi sebagai biang keladi krisis iklim adalah bentuk ketidakadilan reproduksi dan tidak menghargai pilihan perempuan.

Miftahul Huda Miftahul Huda
3 Juni 2021
in Publik, Rekomendasi
0
Memiliki Anak

Memiliki Anak

256
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Predikat “Tahun Terburuk Sepanjang Sejarah” telah diraih oleh 2020. Predikat itu diberikan oleh majalah Time setelah banyaknya peristiwa buruk terjadi sepanjang tahun, seperti kegagalan suatu negara menghadapi bencana, pandemi, krisis politik, dan krisis iklim. Sedangkan pandemi covid-19 menjadi alarm bagi manusia untuk memencet tombol “Prioritaskan Krisis Iklim”.

Narasi dan data selalu ditunjukkan, bahwa jumlah manusia di bumi telah mengalami over populasi dengan jumlah 7,5 miliar pada 2020, dan akan mencapai 9,7 miliar pada 2050. Itu akan berdampak pada daya tampung bumi dan memperpendek usianya.

Kajian-kajian ilmiah bermunculan dan menjadikan Barat sebagai role model mengatasi melonjaknya populasi manusia di bumi dengan menyorot gaya hidup tanpa anak. Dan momen covid-19 menguatkan, bahwa terjadi penurunan angka kelahiran bayi di Amerika selama pandemi. Kemudian Italia mengalami penurunan 21,6% dan Spanyol 20%. Negara-negara lain juga menyatakan mengalami penurunan, seperti Perancis, Korea, Taiwan, Estonia, Latvia, dan Lithuania (bbc.com).

Tentu saja itu mematahkan berbagai prediksi para ilmuwan yang mengirakan dampak lockdown akan menjadi momen meledaknya angka kelahiran; selain karena kesulitan akses layanan kesehatan, juga berkurangnya aktivitas di luar rumah. Dengan alasan ekonomi yang tidak stabil dan resiko kelahiran di tengah pandemi, banyak keluarga menunda kehamilan. Dan peristiwa dengan angka-angka tadi disebut sebagai baby bust, sebab menurunnya angka kelahiran dibandingkan baby boomer.

Sarah Baillie, dalam tulisannya di msmagazine.com (15/3/2021), mengajak masyarakat menyambut gembira momen baby bust. Menurutnya, banyak dampak positif dari menurunnya angka kelahiran, seperti mengontrol iklim, memperlambat kelahiran, serta meningkatnya keberdayaan dan kesetaraan perempuan. Jadi, tidak perlu ragu-ragu untuk merayakannya.

Jangan Buru-Buru Berdansa

Manusia dalam angka telah menciptakan imajinasi ketakutan dan masyarakat dibuat selalu membayangkan bagaimana lantai bumi ambrol karena kapasitas yang berlebih. Alih-alih menguatkan pentingnya mengontrol populasi manusia, data dan fenomena yang dihadirkan tersebut malah memberi stigma kepada bayi dan ibu bayi sebagai penyebab krisis iklim.

Anne Hendrixson dan Jade S. Sasser, melalui tulisannya di msmagazine.com (28/5/2021), mengajak untuk mengatasi masalah iklim bersama-sama dan jangan mempersuasi masyarakat untuk menuduh bayi dan ibu bayi sebagai penyebab krisis iklim. Menurut keduanya, ada ragam aspek yang menyebabkan krisis iklim—seperti ras, gender, kelas, dan status sosial. Sebaliknya, narasi baby bust malah seolah mengadu antara manusia (atau bayi) dengan bumi. Dan, apakah yang disebut “baby bust”adalah mereka yang peduli terhadap keadilan reproduksi dan lingkungan?

“Menyerang” orang yang memutuskan untuk memiliki anak menggunakan kampanye tanpa anak dengan dalih mengontrol iklim adalah tindakan tidak menghargai pilihan perempuan. Sedangkan memilih tidak memiliki anak sembari menanam saham di industri kotor tidak serta merta menghapus nama mereka dari daftar orang-orang yang berkontribusi terhadap krisis iklim.

Sebaiknya kita mengukur gaya konsumsi masyarakat, sebagaimana nasihat Mahatma Gandhi. Inggris sebelum abad 21, dengan luas wilayah jauh lebih kecil dan populasi penduduk jauh lebih sedikit dari India, harus mengeksploitasi seluruh wilayah India untuk memenuhi “kebutuhan” masyarakatnya. Bagaimana jika gaya konsumsi masyarakat Inggris itu dimiliki oleh separuh penduduk bumi? Apakah sumber daya di satu bumi cukup untuk memenuhi “kebutuhan” manusia? Saya rasa, ide traveling ke Mars adalah kedok mencari cadangan sumber daya alam untuk perut manusia.

Di Indonesia, dapat kita saksikan bagaimana “Jakarta” mengontrol Papua untuk mengeruk sumber daya alamnya demi memenuhi “kebutuhan” segelintir perut. Banjir, kebakaran hutan, konflik horizontal, dehumanisasi, kekerasan seksual, deforestasi, mortalitas adalah serangkaian fenomena akibat memenuhi “kebutuhan” tersebut.

Selanjutnya, kita belum menghitung masyarakat lokal yang harus menghirup udara kotor dan kesulitan air bersih akibat industri ekstraktif, sedangkan segelintir pemilik menikmati ruangan dingin di apartemen mewah, seolah-olah krisis iklim adalah mitos purbakala.

Perlu juga kita melirik film dokumenter Seaspiracy, yang mengingatkan pola konsumsi kita mempengaruhi krisis iklim. Sedangkan di seberang rumah, industri makanan merespon dengan sepenuh hati: menyediakan lemak omega-3 dan kalori. Namun tidak dengan prosesnya, yang merusak kehidupan laut sebagai penyerap karbon.

Lalu dengan tidak memiliki anak mampu mengontrol krisis iklim? Tidak, jika pola hidup dan konsumsi masih tergantung pada industri kotor dan destruktif.

Memiliki Anak adalah Agenda Politik Feminis

Kelas menengah boleh memilih tidak memiliki anak dan melangsungkan hidup baik-baik saja. Tapi tidak dengan kelas bawah atau masyarakat lokal/pedesaan. Anak bagi masyarakat desa adalah agenda politik feminis (meski tidak secara kreatif), terlebih di daerah yang mengalami konflik ekologi.

Saya akan mencontohkan masyarakat Jawa sebagai representasi. Bagi masyarakat Jawa, keluarga (yang di dalamnya ada anak) adalah pusat kehidupan dan titik berangkat menentukan arah kehidupan. Tidak memiliki anak/keluarga, seolah mereka kehilangan arah ke mana akan berjuang dan apa yang akan diperjuangkan.

Kita bisa melihat perjuangan warga Wadas mempertahankan ruang hidupnya. Tidak lain, kepastian hidup keluarga/anak-cucu di masa depan menjadi alasan yang mendorong mereka menolak tambang batu querry. Dan perempuan berada di garis depan menyuarakan perlawanan sekaligus benteng dari perusakan alam. Atau masyarakat Papua, tentu kampanye “stop memiliki anak” akan menjadi suksesor pembunuhan masyarakat lokal yang difasilitasi negara. Selain mengurangi populasi, mereka juga berpotensi kehilangan generasi yang menyambung perlawanan dan menjadi saksi kekejian negara.

Jangka panjangnya, anak bukan sekadar anak biologis, ia adalah anak ideologis yang akan meneruskan perlawanan terhadap aktor perusak alam. Anak akan menata hidup berdampingan dengan alam di masa depan dan sebagai penyambung lidah lintas generasi bahwa perusakan alam memiliki dampak nyata terhadap krisis iklim. Maka, prediksi 66% populasi dunia di tahun 2050 akan menghuni kota (kompas.com) adalah kabar buruk. Sebab, mereka akan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi destruktif dan melupakan dampak nyata kerusakan lingkungan.

Tidak memiliki anak bukanlah tindakan salah, namun menuduh bayi dan ibu bayi sebagai biang krisis iklim tentu sebuah kesalahan fatal. Kampanye tersebut harus meperhatikan irisan identitas masyarakat—khususnya perempuan, dan menaruh kecurigaan terhadap gaya hidup dan pola konsumsi yang difasilitasi oleh industri kotor dan destruktif. []

Tags: anakbumiEkofeminismeEkologikehidupanKrisis IklimmanusiaSemesta
Miftahul Huda

Miftahul Huda

Peneliti isu gender dan lingkungan.

Terkait Posts

Menanamkan Tauhid
Keluarga

Begini Cara Menanamkan Tauhid pada Anak di Era Modern

14 Agustus 2025
Anak Sekolah
Hikmah

Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

14 Agustus 2025
Anak Teman
Hikmah

Memahami Cara Anak Memilih Teman dari Kecil hingga Dewasa

14 Agustus 2025
Teman Bermain
Hikmah

Jenis-jenis Teman Bermain dan Pengaruhnya pada Perkembangan Anak

13 Agustus 2025
Teman Bermain
Hikmah

Anak Bermain: Anak Belajar

13 Agustus 2025
Ekofeminisme
Publik

Ekofeminisme; Perempuan yang Berjuang Mempertahakan Ruang Hidup

13 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Malam Tirakatan

    Malam Tirakatan Ruang Renungan dan Kebersamaan Menyambut Kemerdekaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 80 Tahun Ke(tidak)beragaman Indonesia: Membicarakan Konflik Sesama Bangsa dari Masa ke Masa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 80 Tahun Merdeka: Menakar Kemerdekaan dari Kacamata Mubadalah dan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemerdekaan Sejati dan Paradoks di Tanah yang Kaya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 80 Tahun Merdeka: Menakar Kemerdekaan dari Kacamata Mubadalah dan KUPI
  • 80 Tahun Ke(tidak)beragaman Indonesia: Membicarakan Konflik Sesama Bangsa dari Masa ke Masa
  • Malam Tirakatan Ruang Renungan dan Kebersamaan Menyambut Kemerdekaan
  • Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan
  • Kemerdekaan Sejati dan Paradoks di Tanah yang Kaya

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID