“Tidak ada di dalam hati dua cinta, sebagaimana tidak ada dalam wujud ini dua Tuhan.”
Mubadalah.id – Begitulah kira-kira suatu ungkapan tentang cinta. Cinta bukan suatu barang yang dengannya kita mudah membagi dengan siapa saja, karena cinta tersembunyi dan begitu halus. Siapa saja yang mendambakannya selalu ingin dicintai dengan sepenuhnya.
Berbicara berbagi cinta, maka hal ini sering terjadi dalam masalah poligami. Baru-baru ini viral poster webinar dengan tema “45 Hari Sukses Poligami”, di mana point utama dalam webinar itu tentang rahasia mendidik istri menerima poligami, menjadi magnet wanita shalihah, istri bahagia dengan suami poligami, serta sikap dan mental wajib suami poligami.
Membaca poster webinar poligami itu membuat saya terenyuh sampai geleng-geleng kepala, dibarengi istighfar di dalam hati. Saya pikir kali ini perlu mempertanyakan ulang opini di atas dalam sudut pandang perempuan, jangan sampai kita menerima mentah-mentah interpretasi laki-laki tentang poligami yang nyatanya sama sekali tidak adil bagi perempuan.
Oke, tema webinar poligami tersebut memang cukup menarik, bagaimana tidak? Seolah webinar tersebut sebagai pintu gerbang untuk menjadi laki-laki paling gagah di bumi. Yaps, sukses poligami hanya dalam jangka waktu 45 hari! Wow bukan? Saya sebetulnya mau ikut, tapi kalau temanya “45 hari sukses poligami masuk surga tanpa hisab.” Pasti acara tersebut sukses dan diminati banyak orang.
Pertama, rahasia mendidik istri menerima poligami. Dalam point ini ada usaha laki-laki untuk menundukkan perempuan dalam lingkaran pernikahan yang jelas-jelas merugikan. Mendidik itu untuk mencerdaskan, berfikir kritis, bukan malah membodohkan. Mendidik di sini seperti apa? Mendidik agar menjadi perempuan yang legowo ketika suami menikah lagi dan dimadu? Bukankah itu tandanya si suami tidak menganggap istrinya partner dalam pernikahan, tetapi sebagai pelayan yang harus manut apa yang dikatakan majikannya?
Kedua, menjadi magnet wanita shalihah. Duh, makin pening kepala saya. Ya, saya paham maksud kalimat tersebut adalah kiat menjadi laki-laki yang digandrungi perempuan shalihah. Tetapi masalahnya, perempuan shalihah zaman sekarang itu cerdas dan kritis, mereka hanya akan tertarik kepada laki-laki yang shalih dan setia kepada satu perempuan. Sebagaimana Nabi setia kepada Siti Khadijah selama 28 tahun dengan monogami sampai wafatnya Khadijah. Adapun setelah itu Nabi melakukan poligami atas dasar kemanusiaan dan perintah Allah SWT.
Nabi sangat memuliakan dan memanusiakan perempuan, beliau menikahi para janda dan tahanan perang agar hidup para perempuan itu terjamin dan terlindungi. Apakah juga akhi-akhi yang memutuskan poligami menikahi para janda dan memanusiakan mereka? Atau malah menjatuhkan kemanusiaan perempuan (istrinya) dengan melukai hatinya dengan poligami?
Ketiga, istri bahagia dengan suami poligami. Eit, tunggu dulu, ini yang bahagia yakin istrinya atau malah akhi sendiri? Saya yakin betul tidak ada perempuan yang bahagia ketika suami yang amat dicintai dengan segenap jiwanya menikahi perempuan lain. Kalau pun ada, kemungkinan 0,00001% perempuan yang bahagia dengan keadaan tersebut. Bayangan para akhi memang cukup indah dan membahagiakan, hidup dengan dilayani beberapa istri lalu dicintai oleh para istrinya. Apakah akhi berpikiran istrimu merasakan hal yang sama? Tentu akan berbeda.
Keempat, sikap dan mental wajib suami poligami. Entah mental seperti apakah yang wajib dimiliki suami yang poligami. Tetapi satu hal yang pasti, laki-laki sejati memiliki mental yang teguh bertahan dengan istri tunggal apapun yang terjadi. Tidak menyakitinya dengan cara apapun, apa lagi dengan menduakannya. Itulah laki-laki sejati dengan mental paling keren.
Merespon fenomena poligami yang kadangkala dianggap sunnah Nabi atau sering dikatakan ajaran Islam, lebih lagi hal ini dibicarakan dalam An-Nisaa ayat 3. Musdah Mulia menyebutkan, sebetulnya ayat tersebut bukan untuk membolehkan poligami, tetapi untuk membatasi jumlah istri yang dinikahi yakni hanya empat saja. Sedangkan sebelumnya tidak ada batasan terkait poligami.
Koreksi selanjutnya, ini paling penting, poligami hanya boleh dilakukan apabila suami mampu menjamin keadilan bagi istri-istrinya. Lalu, definisi adil seperti apakah yang benar-benar adil? Apakah adil hanya dalam kacamata laki-laki, ataukah adil menurut perempuan juga?
Terakhir, apakah para akhi lupa bagaimana Rasulullah menentang Ali bin Abu Thalib ketika hendak menikah lagi dengan putri keluarga Hisyam ibn Mughirah? Rasulullah mengatakan “Aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya”, kecuali jika Ali menceraikan Fatimah. Nabi tahu betul, bagaimana perasaan seorang perempuan ketika dimadu, oleh karenanya beliau tidak ingin putri tercintanya merasakan kesakitan itu.
Nabi ketika itu berkata “Ketahuilah, Fatimah adalah belahan jiwaku. Barang siapa membahagiakan Fatimah berarti membahagiakanku. Sebaliknya siapa yang menyakitinya itu berarti menyakitiku.” Kejadian itu direkam oleh kitab-kitab hadits seperti Shahih Bukhari, dan Shahih Muslim. Dengan begitu kita tahu, sebetulnya Nabi pun tidak menginginkan poligami. []