Mubadalah.id – Pernikahan sejatinya suatu akad untuk menyatukan janji suci antara perempuan dan laki-laki. Namun, pada perkembangannya tidaklah dianggap sesederhana yang terucapkan. Masyarakat saat ini, lebih sering mementingkan resepsi pernikahan mewah dalam acara sakral tersebut.
Menurut Dr. Irwan Hidayana, Kepala Departemen Antropologi Fisip Universitas Indonesia, terdapat tiga faktor terjadinya pernikahan mewah. Antara lain: Mengistemawakan selebrasi, pertunjukkan status sosial, dan tren di media sosial. Berdasarkan hal tersebut, maka tak berani jika kita melihat membengkaknya biaya anggaran dalam sebuah ritual yang bernama “pernikahan”, sehingga banyak generasi saat ini menunda pernikahannya yang bersifat mewah tersebut.
Melansir dari hitekno.com bahwa melaksanakan pernikahan secara mewah, cenderung berimplikasi terhadap resiko perceraian. Menurut pakar ekonomi dari Emory University bahwa pelaksanaan nikah dengan sederhana mampu memberikan ketahanan hubungan, karena mampu menghindarkan pasangan dari pertikaian, dan percekcokan antara keduanya pasca resepsi pernikahan.
Fenomena Resepsi Pernikahan Mewah
Berbeda jika melakukan pernikahan secara mewah justru akan menghasilkan malapetaka dalam suatu hubungan. Sebut saja pernikahannya pasangan di Amerika yang rela merogoh koceknya lebih dalam demi dianggap pernikahannya mewah dan berkesan. Namun, itu semua hampa karena fenomena seremonial itu berefek pada perceraian antara keduanya.
Berangkat dari fenomena di atas, tampaknya perlu mengangkat sosok perempuan yang menikah dengan mewah, namun mampu membawa kepada ketentraman hati, dan keteguhan keluarga yang mereka jalani. Bahkan dalam cacatan sejarah ia merupakan sosok yang mendapat mahar yang mahal di antara yang lainnya.
Mengenal Ummu Sulaim
Ummu Sulaim binti Milhan Ar-Rumaisha’ atau sering dipanggil dengan Sayyidah Ummu Sulaim. Beliau adalah ibunda dari Anas bin Malik RA, berbagai pendapat yang memunculkan perdebatan terkait namanya Ummu Sulaim di antaranya ada yang memanggilnya Rumailah, dan ada pula yang memanggilnya Al-Ghumaisha’. Terlepas dari itu semua para pakar sepakat akan namanya yaitu Sayyidah Ummu Sulaim.
Mengenai Ummu Sulaim, ia merupakan istri dari Malik bin an-Nadhar yang masuk Islam. Meskipun sejatinya dia tidaklah mendapat izin oleh suaminya. Ketertarikannya terhadap Islam akhirnya tertuangkan pada sang buat hatinya, yaitu Anas bin Malik dengan membisikkan kalimat syahadat.
Kemudian terikuti oleh sang anak. Perilaku tersebut mendapatkan respon suaminya dengan meninggalkan Ummu Sulaim dan Anas menuju Syam lalu meninggal dunia di sana. Selepas kepergiannya, begitu banyak yang datang ingin melamar Ummu Sulaim. Abu Thalhah Al-Anshari adalah salah satu diantara para pelamar.
Namun, lamarannya tertolak lantaran ia merupakan seorang yang musyrik sedangkan ia adalah muslimah. Pada suatu hari, untuk menguji rasa cinta Abu Thalhah Al-Anshari Ummu Sulaim memberikan penawaran kepadanya agar masuk Islam sebagai mahar untuk dapat menikahinya.
Karena perkataan tersebut, hati Abu Thalhah langsung kepo tentang Islam, yang kemudian sampailah ia mendeklarasikan ia agar masuk kepada agama Allah Swt. Tidak hanya masuk kepada agama Allah (Islam) saja, justru Abu Thalhah menjadi muslim yang baik nan taat. Dalam riwayat disebutkan bahwa Tsabit menjudge bahwa tidak ada pernikahan yang mahal dan mewah. Kecuali pernikahan antara Ummu Sulaim dan Abu Thalhah Al-Anshari.
Hal itu karena maharnya adalah Islam. Demikianlah, mahar yang Ummu Sulaim terima adalah mahar termahal dalam catatan sejarah. Bagaimana tidak? Seorang muslimah rela untuk dipersunting oleh seorang laki-laki dengan melihat agama sebagai prioritasnya.
Ummu Sulaim Teladan bagi Muslimah
Menurut hemat penulis, inilah pernikahannya mewah nan damai karena tidaklah ada mahar yang mahal kecuali Islam. Alangkah beruntungnya pernikahan yang membuat seorang muslimah menjadikan Islam sebagai maharnya, sehingga sang suami dan seluruh amal salehnya masuk ke dalam timbangan kebaikan sang istri.
Semoga para muslimah rela dan ridha dengan suami yang saleh. Bukankah sifat dan watak yang baik mampu memberikan keberkahan antara pasangan dalam mengarungi bahtera kehidupan berkeluarga. Dalam hadist yang riwayat Ahmad bahwa Rasulullah pernah bersabda : “perempuan yang paling besar berkahnya ialah wanita yang paling mudah maharnya.”
Fenomena Ummu Sulaim patut menjadi teladan muslimah lainnya, di mana ia mengedepankan aspek spiritual ketimbang perekonomian. Beberapa sumber yang penulis dapatkan bahwa kehidupan Ummu Sulaim bersama dengan Abu Thalhah Al-Anshori damai, tentram, dan ayem.
Apalah daya nan upaya jika hidup bergelimpangan harta tetapi selalu terbayang-bayangi keributan dan hutang. Ketentraman hati bersama pasangan yang tepat jauh lebih mewah, dan mahal daripada pernikahan yang hanya mampu mempesonakan mata dalam sehari, kemudian akan berujung pada perpisahan. Wallahu a’lam. []