• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menelisik Makna Muslimah Kaffah

Menjadi muslim dan muslimah yang kaffah tidak harus kearab-araban. Kita memiliki budaya lokal yang harus tetap lestari, termasuk pakaian

Herlina Herlina
25/10/2022
in Personal, Rekomendasi
0
Muslimah yang Kaffah

Muslimah yang Kaffah

236
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Apakah kalian tahu makna muslimah yang kaffah?” Bapak Dosen membuka materi  dengan pertanyaan menggelitik. Pertanyaan yang sama sekali tidak berkaitan dengan materi yang diampunya waktu itu.

Mubadalah.id – Artikel ini akan membahas menelisik makna muslimah kaffah. Istilah ini banyak sekali dibicarakan dalam pelbagai forum. Lantas apa itu muslimah kaffah?

Suasana kelas hening, tampak semua sedang kalut dalam pikiran masing-masing memikirkan jawaban dari pertanyaan Pak Dosen. Satu menit berlalu karena tidak ada jawaban dari teman-teman, akhirnya beliau menjawab sendiri dan disampaikan kepada mahasiswanya termasuk saya.

Pertanyaan tadi ternyata bagian dari isi materi khutbah salat Jumat di masjid sekitar rumahnya yang kebetulan beliau sendiri pengisi khutbah Jumat ketika itu. Tentang ‘berislam secara kaffah.’ Berlanjut, beliau menjelaskan pandangannya lebih mendalam tentang syariat Islam, termasuk pandangan baik dan buruk.

“Apakah kalian paham dan tahu makna menjadi muslimah yang kaffah menurut Islam?“ kemudian beliau memperlihatkan slide penjelasan tentang sosok perempuan yang sesuai dengan syariat Islam.

Isi dari slide itu ternyata gambar perempuan mengenakan baju tertutup dan longgar, hijab, dan bercadar, dilengkapi dengan penjelasan lainnya. Beliau menjelaskan lagi, “Jadi, muslimah yang sempurna itu ya begini (sembari menunjuk gambar di slide) pakai kerudung yang lebar, menutup aurat. Nah kalau melihat busana-busana perempuan di kelas ini, sangat jauh dari ciri-ciri muslimah yang sempurna.”

Baca Juga:

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

KB dalam Pandangan Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Pemaparan yang ringkas dan dibumbui oleh pelabelan sembari membandingkan. Pikir saya ketika itu masa iya menjadi muslimah yang kaffah atau sempurna harus mengenakan pakaian yang seperti gambar itu (bercadar dan memakai pakaian yang serba panjang)?

Seketika otak saya dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan seputar pelabelan tadi. Apakah benar yang dikatakan oleh Bapak Dosen? Seperti tidak sesuai dengan pengalaman ngilmu di pesantren.

Bapak Dosen pada materi kali ini termasuk golongan Dosen agak sensitif tidak bisa didebat. Hal ini juga sudah disepakati oleh teman seangkatan maupun informasi kakak tingkat yang menjadi alumni. Jika kami mendebat, seperti mempertaruhkan nilai dan kelulusan materi kami. Padahal dosen juga harus terbuka terhadap opini mahasiswanya.

Saya diam menahan ketersinggungan ini, selama nyantri di Pesantren dan lumayan lama beraktivitas di dalamnya, cukup tahu kebiasaan santri dan Nyai di pondok Pesantren. Pakaian mereka menutupi aurat namun tidak mengenakan cadar bahkan pakaian longgar gamis busana perempuan di Timur Tengah (tanah Arab).

Standar busana santri tidak ketat sebagaimana yang diajarkan dalam kajian kitab rujukan Kiai di Pesantren. Ada tata aturan mengenakan pakaian bagi santri putri. Dan semuanya tidak ada yang mengenakan cadar, termasuk Nyai di Pesantren.

Menariknya, Ibu Nyai di pesantren di acara tertentu mengenakan baju tradisional budaya Indonesia, begitu juga dengan kerudung yang menutupi area rambut dan hanya terlihat wajah. Sedangkan pakaian Kiai seperti pada umumnya saat ini, sarung, baju lengan panjang dan kopiah.

Pakaian laki-laki tidak begitu disorot sebab batasan auratnya tidak seperti perempuan. Inilah yang sering memunculkan polemik perbedaan pandangan. Namun menjadi muslim di Indonesia tidak seperti di negara lain. Menjadi muslimah yang kaffah, Bagaimanakah? Dari pengalaman sendiri dan melihat konteks saat ini, trend pakaian sudah semakin berkembang, hingga pengultusan budaya lain.

Hal ini pun menjadi kesempatan emas pemilik bisnis kain dengan mengaitkan pada konsep syariat agama, hingga berhasil menarik perhatian perempuan masa kini tanpa melihat lebih jauh tentang muslim Indonesia. Sebenarnya tujuan mereka adalah menarik perhatian kita untuk membeli produknya. Hal wajar sebagaimana pemilik bisnis ingin memajukan perusahaannya.

Bagi saya, menjadi muslimah yang kaffah itu tidak mesti dengan simbol pakaian. Ada hal urgen untuk perlu dizoom, yakni keimanan diri yang terletak di hati masing-masing. Mayoritas isi Al-Qur’an berisi tentang akhlak menjaga iman, ihsan dan Islam.

Sebagai umat Islam kita pun harus memperhatikan ketentuan syariat seperti menutup aurat, untuk melindungi diri dari fitnah. Namun bukan berarti kadar keimanan dan keislaman seseorang diukur dari pakaiannya. Banyak sekali faktor pendukung untuk mencapai Surga yang dijanjikan Allah SWT.

Menjadi muslimah yang kaffah atau sempurna, apakah bisa? Lagi-lagi kita pun harus tahu bahwa kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa. Kita mengusahakan yang terbaik dengan menjaga diri dari fitnah, dari hal-hal yang dilanggar oleh agama.

Tidak benar jika pakaian menjadi penentu keimanan seseorang, trend style pakaian masa kini sudah berbeda dari zaman dahulu. Namun, bukan berarti yang mengenakan pakaian trend zaman dahulu bukan termasuk dalam kategori menyalahi syariat Islam. Ini yang perlu kita sepakati.

Menelisik lebih dalam mencari jawaban, bahwa benar ajaran dari pesantren tempat saya menuntut ilmu agama Islam itu. Menjadi muslim dan muslimah yang kaffah tidak harus kearab-araban. Kita memiliki budaya lokal yang harus tetap lestari, termasuk pakaian. Hal yang perlu digaris bawahi, mengetahui esensi pakaian ialah untuk melindungi aurat, supaya aman dari fitnah dan hal buruk lainnya.

Kadar Keislaman seseorang diukur dari keimanan hati, kebaikannya yang dipraktikkan melalui akhlak termasuk lisan. Menjadi muslim dan muslimah yang kaffah plus baik harus merujuk pada akhlak Nabi Muhammad saw. Dan, kita semua telah bersepakat untuk itu. []

Tags: HijabislamMuslimah Kaffahpakaianperempuansyar'i
Herlina

Herlina

Perempuan asal Sumenep, Madura kelahiran 31 Juli 1993. Alumni UIN Sunan Kalijaga, sekarang aktif di kegiatan sosial Yogya, perempuan pencinta alam, penikmat kopi dan buku. Selain itu tengah belajar berbisnis dan membangun usaha mandiri. Untuk saling tegur sapa, bisa dikunjungi melalui akun media Twitter: @Ellyn_31, IG: @ellynmusthafa, Email= [email protected]

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version