Jumat, 7 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Menikah

    Menikah: Saling Mengadaptasi Keterasingan

    Digital Parent

    Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online

    Fiqh Haid

    Menafsir Ulang Fiqh Haid

    Disabilitas

    Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

    Fiqh Haid

    Fiqh Haid: Membebaskan Tubuh Perempuan dari Stigma Najis

    Belum Punya Anak

    Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

    Pengalaman Perempuan

    Ketika Nabi Saw Mendengar Pengalaman Perempuan

    Wali Nikah

    Wali Nikah, Antara Perlindungan dan Kesewenang-wenangan

    haid nifas dan istihadhah

    Persoalan Haid, Nifas, dan Istihadhah: Nabi Mendengar Langsung dari Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Menikah

    Menikah: Saling Mengadaptasi Keterasingan

    Digital Parent

    Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online

    Fiqh Haid

    Menafsir Ulang Fiqh Haid

    Disabilitas

    Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

    Fiqh Haid

    Fiqh Haid: Membebaskan Tubuh Perempuan dari Stigma Najis

    Belum Punya Anak

    Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

    Pengalaman Perempuan

    Ketika Nabi Saw Mendengar Pengalaman Perempuan

    Wali Nikah

    Wali Nikah, Antara Perlindungan dan Kesewenang-wenangan

    haid nifas dan istihadhah

    Persoalan Haid, Nifas, dan Istihadhah: Nabi Mendengar Langsung dari Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Apa Makna dan Arti dari Niat Puasa?

Saat melafalkan niat puasa Ramadan, seorang muslim telah berikrar melakukan perintah Tuhan, baik yang bersifat jāziman (wajib) ataupun ghaira jāzim (sunah), pun menahan diri dari larangan yang bersifat jāziman (haram), ataupun ghaira jāzim (makruh)

Nur Kholilah Mannan Nur Kholilah Mannan
13 November 2022
in Hikmah, Rekomendasi
0
Keutamaan Puasa Syawal

Keutamaan Puasa Syawal

185
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Awal bulan puasa selalu ramai dengan pembahasan –jika tak mau disebut perdebatan- tentang lafal niat puasa Ramadan. Lantas Apa arti dari niat puasa? Dan juga apa makna niat buka puasa?

Saat niat puasa, masyarakat Indonesia lumrah memakai lafal niat نَوَيْتُ صَوْمَ غَدِ عَنْ أدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لله تعالى dan نَوَيْتُ صَوْمَ غَدِ عَنْ أدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ لله تعالى  perbedaan harkat pada lafal “Ramadana” dengan “Ramadani” adalah perbedaan secara lafal, yang menurut ahli kaidah kebahasaan, menggunakan Ramadani berfaidah lebih tertentu pada bulan Ramadan tahun ini sehingga terhindar dari praduga mengganti puasa tahun lalu.

Namun pendapat ini dibantah dengan kata di awal niat puasa Ramadan, “shauma ghadin ‘an adāi” berpuasa di hari esok untuk menunaikan, yang sudah tentu tidak menunjukkan puasa tahun lalu karena dalam fikih kata adā’ menunjukkan pelaksanaan tepat waktu, berbeda dengan qadā’.  Sekali lagi perbedaan ini adalah perbedaan kebahasaan (al-khulfu lafdziyyun) yang tidak merusak makna.

Hingga datanglah pendapat ketiga yang netral, “jika tak ingin ada praduga yang rancu akibat harkat, maka pakailah bahasa daerah sendiri” atau jika ingin melafalkan niat puasa Ramadan dengan bahasa Arab ucapkan dalam hati dengan bahasa daerah masing-masing agar lebih mantab.

Namun demikian, selain makna lafal niat puasa Ramadan yang diperdebatkan tadi, yang esensinya adalah “saya akan berpuasa besok…”, sesungguhnya ada banyak makna yang lahir dari niat tersebut. Kata shaum (puasa) hakikatnya adalah menahan (imsāk) kemudian dalam makna syariat diartikan menahan dari makan, minum dan semua hal yang membatalkan puasa.

Padahal di titik ini –saat melafalkan niat puasa Ramadan- seorang muslim telah berikrar melakukan perintah Tuhan, baik yang bersifat jāziman (wajib) ataupun ghaira jāzim (sunah), pun menahan diri dari larangan yang bersifat jāziman (haram), ataupun ghaira jāzim (makruh).

Sebagaimana halnya ijab qabul dalam pernikahan, ia adalah ikrar seorang ayah memercayai putrinya menikah dengan lelaki di depannya. Dan ikrar seorang lelaki menerima seorang perempuan dengan segala karakternya dan segala hal yang berkaitan dengan perempuan tersebut.

Menerima kecantikannya sekaligus harga scin care yang dipakai, menerima aroma parfumnya sekaligus bau kentutnya, menerima kerajinan sekaligus kemalasannya, dan sebagainya yang mungkin sebelum menikah tidak saling tahu.

Dalam niat puasa Ramadan juga terkandung makna penerimaan seperti itu. Tidak cukup menahan dari makan, minum dan hal yang membatalkan puasa. Ada anjuran (kesunahan) yang eman kalau tidak dikerjakan, seperti yang dirangkum oleh syekh Wahbah az-Zuhailī dalam al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu, ada 10 etika baik dalam bulan Ramadan;

Pertama, sahur, meski sedikit. Kedua, menyegerakan buka puasa saat yakin adzan maghrib (bahkan lebih utama berbuka sebelum salat). Ketiga, berdoa sebelum buka puasa. Keempat, memberi buka orang yang berpuasa meski dengan 1 biji kurma atau minuman –atau dalam bahasa warga Indonesia, ta’jil-  Kelima, mandi janabah, haid dan nifas sebelum terbitnya fajar.

Lalu, keenam, menahan lisan dan tubuh dari berbicara dan berbuat berlebihan yang tidak berkonsekuensi dosa. Ketujuh, meninggalkan syahwat yang diperbolehkan/tidak membatalkan puasa seperti berasyik masyuk dengan mendengarkan musik, berpakaia mewah dan semacamnya. Kedelapan,  dalam kalangan syafi’iyah, tidak berbekam baik untuk diri sendiri dan orang lain.

Kemudian, kesembilan, sedekah pada keluarga, kerabat dan fakir miskin. Kesepuluh, menyibukkan diri dengan belajar dan membaca Alquran –kesunahan dalam bulan Ramadan pahalanya sebanding dengan kewajiban yang dilakukan di bulan lainnya. Dan, terakhir itikaf.

Dengan melakukan isi ikrar yang menjadi konsekuensi dari niat puasa Ramadan, maka puasa benar-benar akan menjadi benteng diri. Imam Ibn Qayyim dalam ash-Shaum Junnatun, jika tujuan puasa adalah mengendalikan hawa nafsu, menyapih nafsu dari keburukan yang biasa dilakukan, mempersempit ruang setan (dalam diri) dengan meminimalisir makan-minum yang berlebihan, agar mencapai puncak kebahagiaan dan kenikmatan, maka saat itulah puasa menjadi tali kendali orang-orang bertakwa, menjadi perisai orang-orang berperang (melawan nafsu), taman yang indah bagi oragg-orang baik nan dekat dengan Allah.

Bukanlah sebaliknya sebagaimana digambarkan dalam hadis رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَش Banyak orang yang berpuasa hanya merasakan lapar dan haus. Puasanya sah karena telah memenuhi rukun-rukunnya; niat dan menahan diri dari hal yang membatalkan, namun anjuran dan larangan atau etika di bulan Ramadan justru diabaikan.

Karenanya harus ada kesadaran untuk rela mengamalkan segala konsekuensi niat puasa Ramadan, Rida bisyasyai rida bima yatawwalladu minhu, rela terhadap sesuatu (niat puasa Ramadan), maka harus rela terhadap segala hal yang lahir darinya (etika berupa anjuran dan larangan Ramadan). Akhir kata, semoga hati kita digerakkan untuk menciptakan kebaikan, dan ibadah kita diterima oleh Allah swt.

Demikian apa makna dan arti dari niat puasa Ramadhan? Semoga bermanfaat.[]
Tags: HikmahibadahniatpuasaramadanRukun Islam
Nur Kholilah Mannan

Nur Kholilah Mannan

Terkait Posts

Kerja Domestik
Keluarga

Kerja Domestik Laki-Laki dan Perempuan Sama-Sama Ibadah

2 Oktober 2025
Syafaat Nabi
Hikmah

Lima Syafaat Nabi di Tengah Lesunya Ekonomi

30 September 2025
Pernikahan
Hikmah

Menjadikan Pernikahan sebagai Ladang Ibadah

20 September 2025
Tempat Ibadah Ramah Disabilitas
Aktual

Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

16 September 2025
Pernikahan yang
Hikmah

Hikmah Pernikahan: Menjaga Nafsu, Memelihara Keturunan

22 Agustus 2025
Perjalanan Spiritual
Personal

Membiasakan Berefleksi Sebagai Bagian dari Perjalanan Spiritual

14 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Digital Parent

    Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menafsir Ulang Fiqh Haid

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah: Saling Mengadaptasi Keterasingan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menikah: Saling Mengadaptasi Keterasingan
  • Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online
  • Menafsir Ulang Fiqh Haid
  • Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’
  • Fiqh Haid: Membebaskan Tubuh Perempuan dari Stigma Najis

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID