Mubadalah.id – Nama Nadin Amizah mungkin saja belum cukup masyhur di seluruh lapisan masyarakat penikmat musik Tanah Air. Tapi bagi generasi milenial penikmat musik-musik indie khususnya, nama gadis berusia 20 tahun itu cukup dikenal sangat baik. Setidaknya itu terlihat setiap kali ia manggung secara live, fans yang mayoritas berasal dari kalangan anak-anak muda selalu datang menghampiri. Pun dengan konser virtual yang digelar November 2020 lalu, yang juga diramaikan fans mudanya.
Lirik-lirik puitis dan sarat makna yang menjadi ciri khas Nadin Amizah banyak disebut menjadi daya pikat utama yang berhasil mencuri perhatian pendengar musik. Pada lagu Seperti Tulang misalnya, Nadin menulis begini:
Kecil, wajahmu meraut sedih// Siapa yang berlayar pergi// Melatihmu sendiri// Menertawakan sunyi // Sampai lupa// Terbiasa perih
Dalam karya-karyanya yang lain seperti Rumpang, Sorai, Mendarah, Amin Paling Serius, Taruh, Bertaut, serta yang lainnya pun, tidak putus-putus Nadin torehkan kalimat-kalimat puitis diiringi suara dan instrumennya yang khas.
Cara Nadin Amizah bertutur yang demikian itu rupanya acap dijadikan media refleksi dan curahan hati bagi banyak orang. Kolom komentar pada setiap lagu yang ia rilis di kanal youtube-nya selalu banjir dengan cerita masing-masing orang. Pada lagu Bertaut yang diunggah pada November 2020 dan sudah ditonton 9 juta kali, misalnya, sudah dipenuhi 13 ribu komentar berisi curhatan hati para penikmat karya-karya Nadin. Tiga di antaranya menuliskan begini:
“Boleh cerita? Mamahku sakit, udah jalan 9 tahun. Dan syarat biar gak ‘kumat’ sakit parahnya, Mamah nggak boleh pusing, dan selama 9 tahun ini juga aku bungkam …”
“Nadin, aku kehilangan Ibu untuk selamanya di umur 11 tahun. Ketika aku belum terlalu paham pentingnya kasih ibu. Aku masih seorang bocah laki-laki yang senang bermain dengan temannya. Setelah lepas dari SMP aku sadar, ketika ingin mendaftar SMA, aku pergi sendiri. Saat itu aku terhenyak, aku sendiri, yang lain bersama keluarga… Aku tidak pernah menyalahkan Tuhan karena telah memanggil Ibu duluan. Aku hanya rindu dengan segala pelukannya. Tenang di sana ya Bu.”
“Nadin, patah hati terberat adalah ibu yang semakin menua, dan kita belum jadi apa-apa.”
Ungkapan-ungkapan perasaan tersebut jelas memperlihatkan bahwa banyak penikmat karya-karya Nadin Amizah menjadikannya sebagai media self healing. Satu sama lain saling menceritakan persoalan hidup, baik yang selama ini dipendam sendirian sampai persoalan yang berlarut-larut karena belum bisa teratasi.
Dan kita semua tahu bahwa saat mengalami masalah, merasa tertekan, sangat normal jika seseorang menarik diri, kesulitan menyampaikan apa yang dirasakannya. Karenanya ketika seseorang menemukan wadah untuk memperbaiki keadaan rasa dan suasana hatinya, dalam sekejap persoalan yang terendap tersebut memancar keluar dengan sendirinya.
Mengungkapkan perasaan hati, jelas memberi rasa tenang, tidak merasa sendirian, merasa mendapat dukungan dari orang sekitar, walaupun mungkin orang yang mendengar cerita kita tidak begitu mengerti dengan apa yang kita ceritakan. Namun setidaknya dengan bercerita, membuat perasaan kita lega. Beban berat yang selama ini bersemayam di relung hati telah berhasil keluar sehingga tidak lagi menyumbat perasaan.
Dalam lagu lain bertema Sorai, satu dari delapan ribu komentar di kanal Youtube Nadin Amizah, kembali seseorang menceritakan ihwal persoalan hidupnya, namun ia pun merasa menemukan kekuatan setelah mendengar lagu tersebut.
“Sorai, mengajakku kembali pada kisah tujuh tahun lalu, tepat dengan waktu di saat orangtuaku saling memutuskan untuk tidak lagi bersatu. Ayahku lebih membunuh perasaannya kepada Ibu yang kemudian dilabuhkan pada sosok yang baru. Hingga Ayah tiada, pada akhirnya ibu baru bisa benar-benar mematikan rasa dan merelakan segala. Nadin, aku sudah sangat berterimakasih dengan Rumpang-mu yang lalu, dan kini rasa cintaku kembali bersemi pada hasil karyamu yang lagi-lagi ‘sangatlah aku’. Kamu hebat Nadin!”
Sorai adalah single kedua setelah Rumpang. Sorai sendiri tidak ada dalam KBBI, namun Nadin Amizah mengaku mengutipnya dari kata sorak-sorai, yang ia artikan sebagai teriakan pekik perayaan. Ia memaksudkan hal tersebut sebagai makna merayakan perpisahan. Nadin Amizah mengungkapkan bahwa perpisahan tak melulu harus dilalui dengan kesedihan. Oleh karena itu, para penggemar karya-karya Nadin pun berbondong-bondong memakai Sorai dalam setiap momen perpisahan dalam hidup mereka yang beragam.
Kendati gelombang ekspresi perasaan dan pengalaman hidup para penggemar dan penikmat karya-karya Nadin Amizah masih terus mengalir, sejatinya musikus muda ini tak memaksudkan karya-karyanya untuk hal tersebut. Sebab, kepada khalayak ramai ia kerap bercerita bahwa lagu-lagu yang ia tulis sebenarnya, berasal dari pengalaman pribadinya. Bahkan tidak satu pun lagu yang ia karang-karang.
Sebagai musisi, Nadin Amizah hanya berharap karya-karyanya akan bisa dinikmati dan menetap lama di hati para penikmat musiknya. Ia umpamakan sebagai sebuat tempat yang nyaman bagi setiap orang. “Bisa jadi kamar, meja makan, atau tempat dimana kita bisa buka-bukaan rasa sakit dan segala macam perasaan lainnya,” terang Nadin dalam sebuah wawancara yang saya kutip dari mousaik.com.
Selain perkara di atas, melihat antusiasme dan sikap para penikmat karyanya yang demikian, tak heran bila Nadin Amizah pun mampu meraih piala Anugerah Musik Indonesia (AMI) Award 2020 dengan kategori Album Terbaik-Terbaik, Album Pop Terbaik dan Produksi Folk/Country/Balada Terbaik untuk lagu Bertaut. Kekhasan dan kekuatan yang terjalin dalam lirik, instrumen dan cara bernyanyi bak bertutur langsung kepada pendengar, membuat banyak orang selalu menunggu ia terus kembali mengeluarkan karya-karyanya yang apik. []