• Login
  • Register
Sabtu, 7 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengapa Kita Harus Bersikap Adil?

Saya ingin mengajak pembaca untuk memahami konsep adil melalui kata kunci yang ada di dalam Surat Al Maidah Ayat 8

Ahmad Murtaza MZ Ahmad Murtaza MZ
26/05/2023
in Personal
0
Bersikap Adil

Bersikap Adil

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ketika sedang berseluncur di dunia maya saya menemukan kutipan dari seorang penulis yang bernama Pramoedya Ananta Toer yang kira-kira begini isinya:

Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan (Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, 1975.)

Menarik sekali bagaimana penekanan Mas Pram terhadap konsep adil yang dimulai sejak pikiran. Konsep adil yang harus seseorang mulai sejak dalam pikirannya.

Berbicara soal konsep adil, Islam melalui Al-Qur’an mengajarkan kepada kita mengenai adil meski itu terasa pahit yang dibicarakan dalam QS. Al-Maidah (5): 8 berikut:

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Baca Juga:

Refleksi Surah Al-Ankabut Ayat 60: Menepis Kekhawatiran Rezeki

#JusticeForArgo: Melawan Privilese Dalam Menegakkan Keadilan Korban

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Memahami Konsep Adil

Saya ingin mengajak pembaca untuk memahami konsep adil melalui kata kunci yang ada di dalam ayat tersebut. Seperti, saksi yang adil, kebencian, dan takwa. Memperhatikan ketiga kata kunci tersebut semoga dapat mengubah sudut pandang berkaitan dengan perbedaan.

Pada pembukaan ayat di atas membicarakan bagaimana seorang saksi yang harus adil. Dalam sebuah persaksian sebagai seorang saksi seharusnya mengatakan apa adanya, meski itu pahit. Jangan sampai karena faktor keluarga, kekayaan, dan lainnya menghilangkan sikap adil yang sebenarnya harus ia sampaikan.

Ada penjelasan yang menarik dari Hamka mengenai konsep adil yang terdapat dalam tafsirnya sebagaimana berikut ini:

Katakan apa yang engkau tahu dalam hal itu, katakan yang sebenarnya, walaupun kesaksian itu akan menguntungkan orang yang tidak engkau senangi, atau merugikan orang yang engkau senangi (Tafsir Al-Azhar: 1643).

Begitu pentingnya bersikap adil dalam Islam meski kita akan dirugikan sekali pun, dan tidak memberikan manfaat apa pun kepada kita.

Selain itu menyebutkan pula dalam ayat di atas mengenai penghalang dari adil karena rasa benci yang timbul dalam diri kita. Rasa benci yang disebabkan oleh apa pun itu baik karena sosok tersebut pernah menyakiti kita atau sosok tersebut berada di golongan yang berbeda dengan kita.

Mengapa Harus Bersikap Adil

Sering kita lihat bagaimana kuatnya ikatan sebuah golongan, kelompok dan hubungan lainnya membutakan mata dari sikap adil yang harus kita ambil. Meminjam istilah Aksin Wijaya, golongan akulah yang paling benar dan yang lain salah. Tidak adanya keterbukaan untuk menerima kebenaran lainnya.

Sikap-sikap yang membutakan kita terhadap keadilan yang harusnya disampaikan harus kita kikis secara perlahan walau menyakitkan kita.

Mengapa kita harus bersikap adil dalam setiap kondisi dan situasi?

Ayat tersebut memberikan jawaban jika seseorang berperilaku adil, maka ia akan mendapatkan balasan atas perbuatannya kelak. Juga perilaku adil adalah jalan yang paling dekat dengan takwa.

QS. Al-Mai’dah (5): 8 mengajak kita untuk berdialog dan berefleksi atas diri kita. Sudah sejauh mana rasa adil yang ada di dalam diri jika berhadapan dengan sesuatu meski akan menyakiti diri kita sendiri? Jika kita adil kita akan melangkah ke jalan takwa dan mendapat balasan kebaikan dari Allah. Jika tidak maka kita akan mendapat hal sebaliknya.

Saya ingin menutup tulisan ini dengan mengutip penjelasan Buya Hamka, dalam tafsirnya sebagai bahan perenungan kita bersama mengenai bersikap adil,

Keadilan adalah pintu yang terdekat kepada takwa, sedang rasa benci adalah membawa jauh dari Tuhan. Apabila kamu telah dapat menegakkan keadilan, jiwamu sendiri akan merasai kemenangan yang tiada taranya, dan akan membawa martabatmu naik di sisi manusia dan di sisi Allah. Lawan adil adalah zalim; dan zalim adalah salah satu dari puncak maksiat kepada Allah. Maksiat akan menyebabkan jiwa sendiri menjadi merumuk dan merana. (Tafsir Al-Azhar: 1644). []

 

Tags: Bersikap AdilkeadilankemanusiaanKesetaraanmanusia
Ahmad Murtaza MZ

Ahmad Murtaza MZ

Pecinta V60, masih belajar untuk merangkai kata. Mahasiswa program magister Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berkurban

    Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Raya dalam Puisi Ulama Sufi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Istilah “Kurban Perasaan” Pada Hari Raya Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID