Jumat, 5 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    16 HAKTP di

    Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Perkuat Kampanye 16 HAKTP di Majalengka

    META Indonesia

    Pelatihan Digital Literasi bersama META Indonesia agar Aman Berekspresi di Media Sosial

    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

    Demokrasi

    Kelas Diskusi Islam & Demokrasi Fahmina Soroti Rapuhnya Demokrasi dan Pengalaman Diskriminasi Kelompok Minoritas

    Kekerasan Seksual

    Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    16 HAKTP

    16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

    Hutan Indonesia

    Ekosida: Jejak Kejahatan terhadap Hutan Indonesia

    Citizen Journalism

    Citizen Journalism Berbeda dengan Ummu Jamil

    Lautan Indonesia

    Lautan Indonesia di Ambang Kehancuran

    Menjaga Hutan

    Guru Diminta Mengajarkan Kesadaran Menjaga Hutan. Hutan yang Mana, Pak?

    Keanekaragaman Hayati yang

    Eksploitasi Alam: Penyebab Utama Hilangnya Keanekaragaman Hayati

    Keadilan Ekologis

    Keadilan Ekologis di Ambang Krisis

    Keanekaragaman hayati

    Keanekaragaman Hayati Indonesia yang Terancam Punah

    Lingkungan

    Al-Qur’an Mengecam Para Perusak Lingkungan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    16 HAKTP di

    Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Perkuat Kampanye 16 HAKTP di Majalengka

    META Indonesia

    Pelatihan Digital Literasi bersama META Indonesia agar Aman Berekspresi di Media Sosial

    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

    Demokrasi

    Kelas Diskusi Islam & Demokrasi Fahmina Soroti Rapuhnya Demokrasi dan Pengalaman Diskriminasi Kelompok Minoritas

    Kekerasan Seksual

    Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    16 HAKTP

    16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

    Hutan Indonesia

    Ekosida: Jejak Kejahatan terhadap Hutan Indonesia

    Citizen Journalism

    Citizen Journalism Berbeda dengan Ummu Jamil

    Lautan Indonesia

    Lautan Indonesia di Ambang Kehancuran

    Menjaga Hutan

    Guru Diminta Mengajarkan Kesadaran Menjaga Hutan. Hutan yang Mana, Pak?

    Keanekaragaman Hayati yang

    Eksploitasi Alam: Penyebab Utama Hilangnya Keanekaragaman Hayati

    Keadilan Ekologis

    Keadilan Ekologis di Ambang Krisis

    Keanekaragaman hayati

    Keanekaragaman Hayati Indonesia yang Terancam Punah

    Lingkungan

    Al-Qur’an Mengecam Para Perusak Lingkungan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mengapa Kita Tidak Boleh Melupakan Kasus Kekerasan Seksual?

Melupakan atau mendiamkan kekerasan seksual berarti membiarkan kemungkaran berlangsung di depan mata.

Suci Wulandari Suci Wulandari
21 Oktober 2025
in Publik
0
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam setiap kasus kekerasan seksual, selalu ada momen yang berulang, mulai dari publik marah, media ramai memberitakan, lembaga turun tangan, lalu perlahan semua diam. Setelah berita berganti topik dan advokasi mereda, korban sering kali dibiarkan sendirian menghadapi trauma, stigma, dan kehilangan rasa aman. Inilah yang disebut sebagai “fase sunyi”. Fase ketika semua orang berhenti peduli, padahal luka korban masih menganga lebar.

Fenomena ini menunjukkan bahwa di balik maraknya kampanye kesetaraan dan perlindungan korban, masih ada kecenderungan masyarakat untuk melupakan dengan cepat. Kita ingin cepat berdamai dengan kenyataan, tapi kedamaian itu sering dibangun di atas pengabaian terhadap penderitaan korban.

Padahal, melupakan kekerasan seksual berarti membiarkan siklus kekerasan terus berulang dalam bentuk dan pelaku yang berbeda.

Lupa Sebagai Budaya Sosial

Budaya melupakan kekerasan seksual tidak muncul begitu saja. Ia berakar pada tiga hal, yaitu ketakutan sosial terhadap aib, dominasi patriarki, dan ketidaknyamanan menghadapi kenyataan yang mengguncang.

Pertama, banyak masyarakat masih memandang kekerasan seksual sebagai aib keluarga atau masalah pribadi. Korban sering disuruh diam demi menjaga nama baik keluarga atau bahkan institusi. Akibatnya, pelaku tetap bebas, dan korban menanggung beban ganda berupa trauma psikologis dan tekanan sosial.

Kedua, sistem patriarki memperkuat bias ini. Ketika korban perempuan bicara, ia kerap ditanya “mengapa berada di tempat itu” atau “bagaimana pakaiannya”. Hal ini seolah menunjukkan bahwa tubuh korban adalah penyebab kekerasan yang dialaminya. Ini menciptakan logika salah bahwa korban bertanggung jawab atas kekerasan yang menimpanya.

Ketiga, masyarakat cenderung ingin cepat melupakan kasus karena merasa tidak nyaman. Bagi sebagian mereka, mengingat berarti menghadapi kenyataan bahwa kekerasan bisa terjadi di ruang-ruang yang kita kenal, seperti sekolah, pesantren, tempat kerja, bahkan rumah ibadah. Melupakan memberi rasa lega semu, seolah kita sudah menyelesaikan masalah, padahal kita hanya menyingkirkannya dari pandangan.

Mengingat Berarti Melawan

Menolak lupa bukan sekadar slogan. Ia adalah sikap politik dan moral. Mengingat kasus kekerasan seksual berarti menolak untuk menormalisasi kekerasan, sekaligus memastikan bahwa korban tidak hilang dari sejarah sosial kita.

Dalam banyak kasus, keberanian korban untuk bercerita seringkali bukan hanya demi dirinya sendiri, tetapi agar tidak ada orang lain yang mengalami hal serupa. Mereka mengingat bukan karena ingin hidup dalam luka, tetapi karena ingin mencegah luka itu menimpa orang lain.

“Saya tidak ingin teman-teman saya menjadi korban seperti saya. Sudah cukup saya.”

Kalimat tersebut adalah salah satu potongan dialog saya bersama salah satu korban kekerasan seksual usia anak tentang alasan kenapa pada akhirnya dia berani bersuara.

Sayangnya, proses mengingat ini tidak selalu mudah. Banyak korban justru diserang ketika berusaha bicara. Mereka dianggap membuka aib atau sekedar mencari perhatian. Sementara sebagian masyarakat, termasuk tokoh agama dan pendidik, terkadang memilih posisi aman dengan diam. Padahal, diam di tengah ketidakadilan bukanlah netralitas, tetapi keberpihakan yang halus pada pelaku.

Allah berfirman dalam Qs. al-Baqarah ayat 283,

“Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya hatinya berdosa.”

Ayat ini menegaskan bahwa menutupi kebenaran dan kesaksian atas kezaliman adalah bentuk dosa sosial. Dalam konteks kekerasan seksual, budaya diam dalam arti meminta korban bungkam dan sikap pura-pura tidak tahu, sejatinya adalah bagian dari dosa kolektif.

Mengapa Kita Harus Terus Mengingat Kasus Kekerasan Seksual?

Ada beberapa alasan mengapa kita tidak boleh berhenti mengingat setiap kasus kekerasan seksual, yaitu:

Pertama, ingatan kolektif adalah dasar keadilan. Dalam sistem hukum yang sering berat sebelah, tekanan publik dan kesadaran sosial berperan penting dalam memastikan kasus tidak berhenti di tengah jalan. Kasus-kasus besar seperti kekerasan seksual di kampus atau lembaga pendidikan, misalnya, hanya mendapat perhatian hukum setelah publik menolak diam.

Kedua, ingatan adalah bagian dari penyembuhan sosial. Setiap kali kita memilih untuk mendengarkan cerita korban tanpa menghakimi, kita sedang memperbaiki luka sosial dari kekerasan itu. Menyembuhkan korban berarti juga menyembuhkan komunitas yang telah gagal melindunginya.

Ketiga, ingatan adalah bentuk tanggung jawab moral dan spiritual. Islam mengajarkan prinsip amar ma’ruf nahi munkar, menyeru pada kebaikan dan mencegah keburukan. Kekerasan seksual adalah bentuk munkar yang bisa merusak harkat manusia. Rasulullah bersabda,

“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tanganmu. Jika tidak mampu, dengan lisanmu. Jika tidak mampu, dengan hatimu. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)

Melupakan atau mendiamkan kekerasan seksual berarti membiarkan kemungkaran berlangsung di depan mata. Maka, menolak lupa adalah bentuk nyata dari iman sosial, yakni iman yang hidup dalam aksi, bukan sekadar dalam doa.

Menolak Lupa Sebagai Wujud Keimanan Sosial

Ulama perempuan Indonesia telah lama menegaskan bahwa agama tidak boleh menjadi alat pembenaran bagi kekerasan. Bu Nyai Nur Rofiah sering mengingatkan bahwa Islam hadir untuk memuliakan manusia secara setara. Adapun kekerasan seksual adalah bentuk penghancuran kemanusiaan yang bertentangan dengan tujuan syariat (maqāṣid asy-syarī‘ah) berupa menjaga jiwa (hifẓ an-nafs), akal (hifẓ al-‘aql), dan kehormatan (hifẓ al-‘irdh).

Siti Ruhaini Dzuhayatin juga menekankan pentingnya agama sebagai energi moral pembebasan, bukan pembenaran atas kekuasaan yang menindas. Karena itu, mengingat kasus kekerasan seksual merupakan upaya menghidupkan kembali esensi agama yang rahmah dan berkeadilan.

Kekerasan seksual tidak hanya merusak tubuh korban, tetapi juga menghancurkan jalinan sosial di sekitarnya meliputi rasa percaya, rasa aman, dan rasa kemanusiaan. Karena itu, melawan lupa bukan hanya tugas korban atau aktivis, tetapi tugas kita semua sebagai manusia beriman.

Menolak lupa bukan berarti memaksa korban untuk terus mengingat luka. Sebaliknya, ini adalah panggilan untuk masyarakat agar tidak menutup mata terhadap ketidakadilan yang pernah terjadi, sehingga korban dapat pulih tanpa ketakutan, dan keadilan tetap menjadi arah perjuangan kita bersama. []

 

Tags: budaya diamhifdzu ad-diinhifdzul aqlikasusKekerasan seksualKesaksiankorbanmaqashid as-syariahpelaku
Suci Wulandari

Suci Wulandari

Guru perempuan di Kaki Rinjani, Lombok Timur. Saat ini berkhidmat di Madrasah dan Pesantren NWDI Pangsor Gunung, Sembalun. Bisa dihubungi lewat Ig: suci_wulandari9922

Terkait Posts

16 HAKTP
Publik

16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

5 Desember 2025
trafficking
Keluarga

Al-Qur’an Melindungi Para Korban Trafficking

29 November 2025
Hukuman Mati
Publik

Hukuman Mati dalam Pandangan Gereja Katolik

27 November 2025
Kekerasan Seksual
Aktual

Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

26 November 2025
Grooming Behavior
Publik

Grooming Behaviour dan Pudarnya Nalar Kritis Para Gawagis

11 November 2025
Presiden Meksiko Dilecehkan
Publik

Ketika Presiden Meksiko Dilecehkan: Membaca Kekerasan Seksual dari Perspektif Mubadalah

8 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • 16 HAKTP

    16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Guru Diminta Mengajarkan Kesadaran Menjaga Hutan. Hutan yang Mana, Pak?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Perkuat Kampanye 16 HAKTP di Majalengka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Citizen Journalism Berbeda dengan Ummu Jamil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam
  • Ekosida: Jejak Kejahatan terhadap Hutan Indonesia
  • Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan
  • Kisah Angkie Yudistia sebagai perempuan Penyandang Disabilitas
  • Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Perkuat Kampanye 16 HAKTP di Majalengka

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID