• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mengedepankan Mayoritas, tapi Mengorbankan Minoritas

Kemaslahatan yang dimaksud Islam bukan kemaslahatan untuk sebagian besar kelompok saja, tetapi untuk semua bagiannya tanpa terkecuali. Untuk itu kita perlu berfikir kembali apa yang kita pahami sebagai etika dan nilai moral dalam agama.

Habibus Salam Habibus Salam
10/12/2020
in Publik, Rekomendasi
1
166
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mari kita bayangkan kita berada di situasi seperti ini: ada sebuah kereta yang sedang melaju sangat cepat karena remnya tidak berfungsi. Di saat yang sama, di hadapannya ada dua jalur kereta yang dua-duanya terdapat manusia yang sedang terikat, tidak dapat melepaskan diri. Bedanya, jalur pertama terdapat lima orang yang sedang terikat. Sedangkan jalur lainnya, hanya ada satu orang yang tidak dapat melepaskan diri.

Dan, tentu bisa diprediksi mereka akan segera terlindas oleh kereta bila kita tidak segera bertindak cepat. Nah, jika kita diberikan otoritas untuk memilih opsi pemecahan masalah dengan menarik tuas pengatur jalur. Mana yang akan kita pilih? Bila kita tidak menarik tuas itu, kereta akan melaju dan melindas lima orang di depannya. Jika kita menarik tuasnya, kereta akan berbelok ke jalur yang lain dan melindas satu orang yang ada di lintasan itu. Apa yang akan kita lakukan?

Ilustrasi di atas adalah sebuah thought experiment dalam etika dan psikologi yang biasa disebut dengan Trolley Problem. Philippa Foot memperkenalkan diskursus problematis ini pada tahun 1967 sebagai bagian dari sebuah analis dalam perdebatan mengenai aborsi dan doktrin double effect. Ini merupakan rangkaian pertanyaan filosofis yang akan memaksa kita berfikir untuk mendefinisikan kembali apa itu moralitas dari perspektif yang berbeda. Menakar kembali nilai moral mana yang lebih baik, atau mungkin yang kita anggap lebih baik itu hanya tipuan belaka.

Jika kita memilih untuk mejawab pertanyaan diatas dengan memilih menyelamatkan lima orang dan mengorbankan yang satu, mungkin kita sedang menjadi Thanos dalam film Avenger, Zobrits dalam film Inferno, atau bahkan Hitler dalam sejarah Nazi. Ya, mengorbankan yang sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak, itu memang opsi yang sangat lumrah dan cenderung dipandang sebagai tindakan moral yang baik.

Pola seperti ini, mengorbankan minoritas untuk kepentingan mayoritas, merupakan ciri khas patriarkhi. Perempuan yang dianggap sebagai bagian minor dari sebuah komunitas cenderung selalu menjadi ‘yang dikorbankan’ untuk kepentingan laki-laki sebagai bagian mayornya. Dulu, masyarakat kita pun demikian (meskipun ada hal-hal yang sampai sekarang masih belum berubah). Di tahun ‘98 rokok pernah masuk sebagai kebutuhan pokok sehingga memengaruhi UMR buruh laki-laki. Sedangkan pembalut tidak dianggap sebagai bagian dari kebutuhan pokok.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Dalam kehidupan beragama pun demikian. Masih banyak masyarakat yang mengukur moralitas keagamaannya dari ukuran mayoritas seperi trolley problem tadi. Pernah suatu ketika ada seorang mubaligh yang sedang memberikan ceramah dalam suatu majlis. Si mubaligh menyerukan agar para perempuan menutup auratnya apabila hendak keluar karena “kalau kami (laki-laki) setengah mati jaga mata, kalau kalian (perempuan) keluar gentayangan, habis amal kami. Dilihat dosa, gak dilihat, barang bagus..”. Demikian pesan moral yang disampaikan dengan dibungkus candaan yang berhasil membuat jamaahnya terpingkal-pingkal.

Terlepas dari kenyataan bahwa memang masyarakat kita masih sulit membedakan antara dagelan dan sexism, pesan moral keagamaan itu cukup untuk dijadikan contoh bagaimana dilema etik dan moral keagamaan kita masih menempatkan faktor mayoritas sebagai ukuran untuk mengatakan apakan sebuah tindakan itu bermoral atau tidak. Padahal konsep moralitas dalam Islam tidak demikian.

Landasan dari suatu tindakan dapat dikatakan baik atau bermoral, apabila didasarkan kepada kemaslahatan. Kemaslahatan dalam Islam sendiri, seperti yang selalu dijelaskan Dr. Nur Rofiah merupakan pondasi utama yang harus ada dalam setiap tindakan. Kemaslahatan yang dimaksud Islam bukan kemaslahatan untuk sebagian besar kelompok saja, tetapi untuk semua bagiannya tanpa terkecuali. Untuk itu kita perlu berfikir kembali apa yang kita pahami sebagai etika dan nilai moral dalam agama. Apakah selama ini kita sudah termasuk yang beretika dan bermoral lebih baik, atau yang kita yakini kebaikan itu hanya tipuan saja seperti trolley problem di atas? []

Tags: Kajian PsikologikeadilankeberagamankemaslahatanKesetaraanperempuanTolerasi
Habibus Salam

Habibus Salam

Alumni Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir STAI Al-Anwar dan Pondok Pesantren Al Anwar 3 Sarang, Penulis Lepas, Pegiat Literasi dan Kajian Keislaman, Dewan Pengurus Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (HEBITREN) Wilayah Jawa Tengah

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!
  • KB dalam Pandangan Islam
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version