Mubadalah.id – Khadijah binti al-Imam Abdussalam Sahnun bin Sa’id at-Tanukhi atau yang kerap kita kenal dengan Khadijah binti Sahnun lahir di Qairawan, Tunisia, pada 160 H. Ia adalah perempuan ulama.
Al-Imam al-Qadhi Iyadh (w. 1149 M), penulis kitab Asy-Syifa, menulis dalam buku Tartib al-Muluk wa Tartib al-Masalik fi Ma’rifah A’lam Madzhab Malik:
“Khadijah binti Sahnun adalah perempuan ulama, cendekia, cerdas, dan pribadi yang indah. Pengetahuan agamanya sangatlah luas, bahkan mengungguli kebanyakan ulama laki-laki. Ia memberi fatwa keagamaan dan melakukan advokasi-advokasi sosial-kemanusiaan.”
Khadijah binti Sahnun bukan hanya memperoleh pengetahuan keagamaan yang luas, melainkan juga kepribadian yang luhur: rendah hati, santun, pemurah, dan religius.
Popularitasnya sebagai perempuan ulama sangatlah menonjol. Ayahnya, Sahnun, adalah seorang hakim Mahkamah Agung. Konon, sang ayah selalu meminta pertimbangan dan pendapat putrinya yang cerdas itu, sebelum ia mengetukkan palu di pengadilan.
Lalu, nama ulama perempuan lain yang juga cemerlang ialah Zainab binti Sulaiman bin Ibrahim (w.705 H). Ia adalah guru dari Syekh Taqiyuddin as-Subki, penulis kitab ushul fiqh populer, Jam’u al-Jawami’.
Kemudian, nama terakhir ialah Zainab binti Abdul Halim bin Taimiyah (w. 725 H). Ia adalah guru dari Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani.
Imam adz-Dzahabi, dalam Mu’jam Syuyukh adz-Dzahabi, menyebut sejumlah guru perempuannya yang cemerlang. Ia sering mengatakan, “Tuwuffiyat syaikhatuna (guru perempuanku telah wafat).” []