Pada Sabtu 28 juni 2020, Mubaadalah mengadakan live streaming instagram yang menghadirkan kolaborasi perbincangan antara Kang Faqih (Kiai Faqihuddin Abdul Qadir) mewakili suku Mubaadalah dan Mas Boim (Nur Hasyim, M.A) perwakilan aliansi Laki-laki Baru dengan judul “Strategi Menggaet Laki-laki untuk Keadilan Relasi”.
Sekilas, judul perbincangan ini sangat menggugah para jomblowati yang notabenenya sama sekali belum memiliki pasangan kemudian setelah mengikuti perbincangan ini akan menemukan jawaban bagaimana untuk menggaet (mendapatkan) laki-laki.
Namun lebih dari itu, jika dibaca lebih mendalam judulnya, bisa dirasakan bahwa tujuan perbincangan ini lebih kepada bagaimana cara melibatkan peran seorang laki-laki dalam sebuah relasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (keluarga, lingkungan kerja dan lain-lain.
Pada sesi acara, Kang Faqih turut mengundang Bu Nyai Rofiah (Siti Rofi’ah) sebagai salah satu dzurriyyah Pondok Pesantren Al-Falah (Salatiga, Jawa Tengah) untuk memberikan gambaran bagaimana mengikutsertakan laki-laki dalam relasi yang saat ini sedang dijalani.
Dalam kesempatan tersebut, Bu Nyai Rofiah berbagi pengalaman bagiamana melibatkan laki-laki dalam pola relasi pada pasangan suami-istri dan juga pola relasi pada Pondok Pesantren peninggalan ayahnya. Pada kedua pola relasi tersebut, beliau menyampaikan bahwa kunci utama keseimbangan pembagian peran laki-laki dan perempuan adalah pendekatan komunikatif.
Kaitannya dengan pola relasi pasangan suami istri, beliau menekankan komitmen sejak awal dengan pasangan untuk saling memberikan ruang berkembang bagi masing-masing sehingga ketika di tengah perjalanan terjadi sesuatu, semua akan dihadapi secara bersama.
Sedangkan dalam kaitannya dengan pola relasi yang terjadi pada Pondok Pesantren, beliau mengajak beberapa stakeholder pesantren yang notabenenya adalah Pakdhe dan Paman beliau untuk sesering mungkin melakukan perbincangan-perbincangan kecil yang mengarahkan pada kesetaraan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan.
Dari perbincangan sederhana inilah, lahir konsep-konsep kesetaraan didalam lingkup pesantren yang beliau contohkan salah satunya adalah kegiatan live streaming ngaji online yang memberikan panggung tidak hanya ustadz namun juga bagi ustadzah.
Tidak kalah menariknya dengan pengalaman yang dibagikan oleh Bu Nyai Rofi’ah, Mubaadalah sebagai platform “Islam dan Gender” sangat ciamik ketika berkolaborasi dengan Laki-laki Baru sebagai platform “Gerakan Laki-Laki untuk Kesetaraan Gender”.
Berangkat dari banyak sekali pertanyaan yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan laki-laki seperti mengapa dalam relasi laki-laki dan perempuan, laki-laki seringkali menjadi subjek yang mendiskreditkan lawan relasinya dan pengalaman apa yang sesungguhnya dialami laki-laki sehingga melahirkan sebuah tindakan-tindakan tertentu yang dilemparkan Kang Faqih.
Lalu Mas Boim memberikan pengantar bahwa tindakan-tindakan yang dihasilkan oleh laki-laki dipengaruhi oleh struktur berpikir sexism yang mengandung dua hal yaitu privilege dan power. Laki-laki identik dengan hal-hal semrawut seperti meninggalkan handuk basah diatas ranjang, tidak menempatkan kaos kaki di dalam sepatu, tidak bersih ketika menyapu atau tindakan semrawut lainnya.
Hal ini karena laki-laki merasa memiliki privilege bahwa akan ada seseorang (dalam hal ini adalah perempuan) yang akan merapikan segala kesemrawutan yang laki-laki lakukakan. Dari privilege inilah, laki-laki selanjutnya semena-mena merasa memiliki power untuk melakukan tindakan apapun yang laki-laki inginkan, hingga pada batasnya laki-laki merasa berhak melakukan kekerasan. Oleh karena kedua faktor sexism itulah, untuk mengajak laki-laki ikut serta berperan dalam setiap hal-hal kecil hingga hal-hal besar perlu adanya strategi.
Beberapa strategi yang disampaikan Bang Boim adalah sebagai berikut: Melalui pendekatan refleksi dengan mengajak laki-laki berinteraksi melalui refleksi tentang hal-hal yang berkaitan dengan relasi kehidupan. Dalam hal ini Mas Boim mencotohkan kasus yang pernah terjadi dalam kelas seminar yang pernah ia adakan.
Dalam kelas seminar yang beranggotakan laki-laki itu, fasilitator menayangkan video tentang ayah dan peserta diminta untuk memberikan feedback terhadap video tersebut. Hasilnya cukup mencengangkan, separuh lebih peserta menyatakan memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan di masa kecil dengan ayah mereka. Hal ini membuka ruang interaksi untuk sampai pada feedback bahwa mereka tidak ingin hal yang sama terjadi pada anak mereka sehingga ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan dari setiap tindakan buruk yang akan mereka lakukan.
Selain pendekatan refleksi, terdapat pendekatan insentif yang secara umum digunakan dalam pola relasi kerja. Memberikan reward kepada laki-laki dalam beberapa pekerjaan yang telah diselesaikan secara baik. Pada beberapa pasangan, pendekatan insentif juga banyak ditemukan.
Sekilas pendekatan ini terkesan rancu, bagaimana bisa relasi pernikahan dibangun atas dasar insentif?. Untuk menjelaskan hal ini, Mas Boim menyoroti istilah insentif yang tidak melulu sebuah reward berupa uang/ materi namun lebih kepada sesuatu yang bersifat value/nilai immateri bahwa laki-laki tetap bisa mengerjakan pekerjaan rumah tanpa mengurangi sedikitpun marabatnya sebagai laki-laki.
Strategi selanjutnya untuk mengubah pola tindakan atau pola pemikiran yang salah laki-laki adalah tidak mempermalukannya dihadapan siapapun. Bagaimanapun, laki-laki memiliki sensitivitas terhadap martabat harga dirinya. Mengolok-olok laki-laki yang sedang melakukan kesalahan tindakan hanya akan menumbuhkan dendam bukan justru merubahnya menjadi bertindak benar.
Ajari untuk berubah merupakan strategi yang tidak kalah pentingnya bagi laki-laki. Pada banyak keluarga, laki-laki terlahir untuk tidak diajari melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Hal ini membuat beberapa laki-laki sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam mengurus pekerjaan rumah. Oleh sebab itu, peran perempuan untuk mengajari setahap demi setahap sangat diperlukan.
Berkaitan dengan strategi mengajari laki-laki untuk berubah, memberikan support setelah seorang laki-laki mengerjakan sesuatu sangat diperlukan. Laki-laki perlu aktu untuk mebiasakan diri melakukan hal-hal sederhana untuk selanjutnya melakukan hal-hal yang lebih besar dalam sebuah relasi. Dalam contoh kasus sederhana pada pola pasangan, biarkan laki-laki membiasakan diri untuk memulai pekerjaan rumah yang berkaitan dengn dirinya sendiri seperti mencuci piring bekas makannya.
Beri dukungan dengan cara tidak memberikan komentar atau kritik terhadap hasil kerjaannya. Dari hal-hal kecil inilah, laki-laki diharapkan akan sampai pada sensitivitas pemahaman terhadap hal-hal yang besar seperti bagimana memperlakukan perempuan ketika sedang menstruasi sehingga tugas-tugas rumah tangga terdistribusi dengan baik.
Dari lima strategi yang disampaikan tersebut, slogan perempuan tercipta dari tulang rusuk bengkok yang digunakan untuk memperlakukan perempuan haruslah dengan lembut seakan terpatahkan. Terlepas dari pandangan ini yang seringkali dikhususkan kepada perempuan, laki-laki secara realitas memiliki kecenderungan untuk diperlakukan juga dengan lembut.
Disinilah arti penting relasi mubaadalah yang mengutamakan dan mengupayakan perlakuan setara antar sesama manusia, tidak memandang laki-laki atau perempuan. Sebagaimana perempuan ingin diperlakukan, sedemikian pula-lah laki-laki juga ingin diperlakukan. []