Manajer Program The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, Hanifah mengatakan, menggugat budaya patriarki yang mengakar memang bukan perkara yang mudah, tapi bukan tidak mungkin pula pandangan tersebut dirubah.
Pasalnya, Indonesia pun pernah mengalami masa-masa seperti yang dialami para ulama Thailand Selatan. Untuk itu para ulama harus terlibat aktif menyuarakan dan memperjuangkan kemanusiaan, karena menghapus ketidakadilan adalah dharma setiap manusia.
“Tahap ini harus dimulai oleh mereka yang memiliki keilmuan agama yang mumpuni, keterbukaan hati untuk bersama berjuang, serta pemilik otoritas keagamaan,” kata Hanifah dikuti mubaadalahnews.com melalui faceboknya.
Training hak-hak perempuan yang difasilitasi oleh Nyai Nur Rofiah dan Kiai Faqihuddin Abdul Kodir, kata dia, keduanya memperkenalkan konsep keadilan hakiki dan mubaadalah (kesalingan).
Menurutnya, keadilan hakiki bermakna bahwa perempuan adalah saudara kandung laki-laki. Dimana keduanya adalah manusia yang memiliki kewajiban yang sama sebagai makhluk Tuhan, yang membedakan mereka adalah ketaqwaannya pada Allah.
Keduanya mengemban tugas sebagai Khalifah dimuka bumi dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, tanpa membeda-bedakan.
“Mubaadalah adalah konsep yang sudah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dimana hal yang baik bagi laki-laki dapat dipastikan baik pula untuk perempuan,” tuturnya.
Menggugat Patriarki
Istilah-istilah ini diperkenalkan untuk menggugat patriarki yang menciptakan ketidakadilan, terutama banyak dialami oleh perempuan. Dia pun melihat keresahan ulama Thailand yang terlibat dalam training, baik yang laki-laki maupun perempuan yang punya itikad kuat untuk menghapus ketidakadilan.
“Yang laki-laki terlihat gamang, hendak mendebat dengan mengajukan realitas, namun konsep yang ditawarkan benar adanya,” jelas Hanifah.
Sementara para perempuan, lanjut dia, terlihat gelisah karena kedatangan Islam itu untuk membela perempuan. Namun mereka kurang yakin mengimplementasikan pengetahuan ini.
“Saya bahagia, setidaknya melihat peserta mengalami “shock”. Bagi kami, ini pertanda baik. Terbukti rekomendasi lanjutan dari training ini, direspon dengan gempita oleh para ulama (Thailand),” tutupanya. (WIN)