Husein Muhammad menyampaikan bahwa toleransi (at-Tasamuh) mengandung makna suatu sikap mental dan cara bertindak yang tidak memaksakan kehendak terhadap orang yang tidak sejalan dengan keyakinan dan pemikiran dirinya.
Mubadalah.id – Bulan Ramadhan tahun 2023 para generasi muda sangat antusias menyaksikan acara podcast “Login” yang dibawakan oleh Habib Husein Ja’far dan Onadio Leonardo atau biasa dianggil Onad.
Acara ini merupakan acara podcast yang dibuat oleh Deddy Corbuzier khusus untuk menyatukan Habib Ja’far dan Onad. Pasalnya banyak masyarakat, terutama anak muda yang senang dengan cara mereka membicarakan soal toleransi.
Selain bisa mengemas isu toleransi menjadi sangat ringan karena dibalut candaan dan menggunakan istilah-istilah yang ramah anak milenial. Mereka juga berasal dari dua keyakinan yang berbeda. Habib Ja’far Islam dan Onad Kristen. Sehingga dialog atau komunikasinya menjadi sangat beragam dan berwarna.
Perbedaan latar belakang Habib Ja’far dan Onad ini juga menggambarkan bahwa dialog antar agama tidak semenyeramkan atau sekaku yang dibayangkan oleh masyarakat muslim selama ini.
Berdialog
Sebagian besar masyarat masih menganggap bahwa bertemu dan berdialog dengan orang yang beda keyakinan itu dilarang dalam Islam, hal ini didasari oleh argumentasi keagamaan yang menyebutkan bahwa:
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: “مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.” أَخْرَجَهُ أَبُوْ دَاوُدَ، وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّان.
Artinya: “Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu Ta’āla ‘anhumā ia berkata: “Rasulullah Saw bersabda, ‘Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut’.”
Teks di atas seringkali mereka jadikan argumentasi tentang larangan umat muslim bergaul dengan yang beda keyakinan. Hal ini karena adanya ke khawatiran atau ketakutan seseorang menjadi goyah imannya, sehingga memutuskan untuk pindah agama.
Padahal nyatanya dialog antar agama tidak sehoror itu, justru bisa menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan rasa sayang dan empati pada orang yang berbeda. Hal ini bisa kita lihat dalam podcast “Login” yang Habib Ja’far dan Onad bawakan.
Habib Ja’far dan Onad sengaja mengundang teman-teman dari Budha, Konghuchu, Katolik dan yang lainnya untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang agamanya. Sehingga prasangka atau rasa curiga terhadap keyakinan orang lain bisa hilang melalui ruang pertemuan dan dialog tersebut.
Podcast “Login” Mengemas Ruang Dialog Antar Agama dengan Asik dan Santai
Proses dialog antar agama juga tidak harus selalu kita lakukan dengan cara yang serius dan mendalam. Tapi bisa kita kemas menjadi pertemuan yang asik dan santai, seperti yang Habib Ja’far dan Onad lakukan di podcast “Login”.
Dialog semacam ini menurut saya sangat penting, terutama di kalangan anak muda. Sebab di masa yang sudah serba cepat ini, narasi-narasi intoleran terhadap orang yang beda agama bukan hanya tersebar lewat ceramah di masjid-masjid saja. Tetapi juga di media sosial yang jangkauannya lebih luas dan cepat.
Sehingga tantangan untuk menumbuhkan sikap toleransi pada orang yang berbeda keyakinan menjadi bertambah dan semakin sulit kita lakukan. Oleh karena itu, ruang-ruang dialog untuk menjaga perdamaian dan keharmonisan antar umat beragam menjadi penting untuk terus kita lakukan.
Baik melalui pertemuan langsung seperti berkunjung ke rumah-rumah ibadah yang ada di wilayah, ataupun lewat konten-konten di media online, seperti yang Habib Ja’far dan Onad lakukan lewat podcast “Login”.
Toleransi dan Dialog antar Agama
Melihat betapa besar rasa takut dan khawatir sebagian masyarakat dengan istilah “toleransi dan dialog antar agama” di atas saya ingin mengutif definisi toleransi dan makna dialog antar agama menurut KH. Husein Muhammad dalam buku “Toleransi Islam, Hidup Damai dalam Masyarakat Plural”.
Husein Muhammad menyampaikan bahwa toleransi (at-Tasamuh) mengandung makna suatu sikap mental dan cara bertindak yang tidak memaksakan kehendak terhadap orang yang tidak sejalan dengan keyakinan dan pemikirannya.
Sejalan dengan itu, dalam tarap yang lebih tinggi toleransi juga bisa kita maknai sebagai sikap menghargai dan menyambut liyan (al-Akhar) dengan hangat. Meskipun berbeda dengannya.
Tentu saja makna yang KH. Husein Muhammad sampaikan di atas tidaklah sama dengan pandangan sebagian orang bahwa toleransi dan dialog antar agama ialah sikap mengakui kebenaran semua agama. Sebab, Islam dalam hal ini sudah jelas mengatakan bahwa “Agamamu adalah agamamu dan agamaku adalah agamaku.”
Dengan begitu menurut KH. Husein Muhammad pengakuan atas toleransi dan dialog antar agama sesungguhnya adalah sikap mengakui fakta dan realitas pada eksistensi agama-agama yang umat manusia yang berbeda peluk, dan harus kita hormati.
Pandangan Dr. Siti Aisyah al Manna’i tentang Dialog Antar Agama
Dr. Aisyah al Manna’i, Dekan Fakultas Syari’ah dan Studi Islam, Universitas Islam Qatar dalam buku “Toleransi Islam, Hidup Damai dalam Masyarakat Plural” mengatakan bahwa “Dialog antar agama dalam rangka kemanusiaan adalah suatu keutamaan dalam Islam. Universalisme Islam mengharuskan kita untuk bekerja sama secara damai dengan semua komponen masyarakat manusia.”
Selain itu Dr. Aisyah al Manna’i juga menambahkan bahwa Islam adalah agama dialog, agama saling memahami, damai, toleran dan kasih sayang. Islam tidak pernah menjagi agama perang atau pedang. Banyak sekali ayat al-Qur’an yang menyampaikan hal ini. Salah satunya dalam QS. al-Ankabut ayat 46 yang berbunyi;
وَلَا تُجَٰدِلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ مِنْهُمْ ۖ وَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا بِٱلَّذِىٓ أُنزِلَ إِلَيْنَا وَأُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَٰهُنَا وَإِلَٰهُكُمْ وَٰحِدٌ وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ
Artinya: “Dan janganlah kamu sekalian bertengkar (berdebat/mujadalah) dengan para pengikut Ahli Kitab (penganut kitab suci), melainkan dengan cara yang lebih baik, kecuali terhadap mereka yang melakukan kezaliman. Dan nyatakan pada mereka, Kami beriman pada Kitab Suci yang diturunkan pada kami dan kepada yang diturunkan pada kamu. Sebab Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, dan kita semua pasrah kepada-Nya (muslimun). (QS. al-Ankabut:46)
Pesan rahmat (kasih sayang) Allah Swt juga tersebar dalam berbagai teks hadis Nabi Saw, salah satunya yang berbunyi: ”Sayangilah siapa saja yang ada di muka bumi, niscaya Tuhan menyayangimu”.
Teks-teks di atas menjadi penegasan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang. Baik pada sesama muslim, maupun pada yang berbeda keyakinan.
Piagam Madinah
Berangkat dari salah satu hadis Nabi Saw di atas menegaskan sikap kasih sayang harus kita berikan kepada seluruh umat manusia. Termasuk pada yang berbeda keyakinan.
Di samping itu, Nabi Saw selama hidupnya juga telah meneladankan tentang relasi dengan orang yang beda keyakinan. Salah satunya melalui piagam Madinah. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa ketika Nabi tiba di Yatsrib (Madinah), beliau melihat sebuah realitas bahwa masyarakat di sana plural. Baik dari aspek kesukuan maupun keyakinan keagamaan.
Dalam catatan sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu masyarakat Madinah terdiri dari pemeluk tiga agama besar yaitu Muslimin, Musyrikin dan Yahudi. Muslimin terdiri dari Anshar dan Muhajirin. Golongan Yahudi terdiri dari bani Nadir, bani Qainuqa dan bani Quraizah. Sedangkan orang-orang Musyrikin ialah orang yang menyembah berhala.
Di tengah keberagaman tersebut Nabi Saw membangun sistem sosial yang isinya mencakup tiga golongan tersebut. Sistem ini terkenal dengan Shahifah Madinah (Piagam Madinah) atau Constitution of Madinah. Ini lah konstitusi pertama di dunia tentang hak-hak asasi manusia.
Menurut KH. Husein Muhammad dalam buku “Membangun Kebersamaan dalam Keberagaman: Potret dari Cirebon” menyampaikan bahwa Piagam Madinah merupakan perjanjian hidup bersama dalam kedamaian dan saling menghormati di antara penduduk Madinah. Terlepas dari apa latar belakang identitas sosial dan keyakinan agama mereka.
Selain itu, piagam ini juga memberikan jaminan beragama bagi segenap penduduk Madinah. Hal ini seperti tertulis pada pasal 25 bahwa “bagi orang-orang Yahudi agama mereka dan bagi orang-orang Islam agama mereka”.
Dengan begitu, Piagam Madinah bisa menjadi inspirasi kita sebagai umat muslim untuk senantiasa memberikan kebebasan, dan penghormatan. Serta penghargaan atas agama yang orang lain anut. []