Di Konya, Anatolia, Turki, 2013, usai ziarah ke Maulana Rumi, di peristirahatan abadinya dengan jalan kaki aku menyusuri jalan cahaya menuju makam Syeikh Syams-i Tabrizi, seorang darwisy pengembara, dan guru Maulana Jalaluddin Rumi, sufi penyair paling terkenal sampai kini.
Konon Syams dibaringkan di kota antik, syahdu dan romantik itu. Aku menemukan jejaknya yang terakhir di sebuah masjid (Cami) mungil yang sepi tetapi menyimpan misteri spiritual yang tinggi. Manakala aku diberitahu “masjid” itu, aku tercenung dalam suasana hati yang mengharu biru. Masjid itu mungil dan sepi. Tak banyak pengunjung di sini.
Aku masuk ke dalam. Di samping mihrab yang posisinya lebih tinggi aku melihat tabut jenazah dan di situ tertulis nama Syams-i Tabrizi. Ia bergitu bersahaja, jauh tak semegah jenazah murid tercintanya: Maulana Rumi dan ayahnya Syeikh Baha.
Usai salat Tahiyyah Masjid, aku mendekat dan menyampaikan salam: Assalamu ‘alaika ya Waliyallah, Syeikh Syams al-Tabrizi. Lalu berzikir, menyebut Nama Allah, merenungkan-Nya dan Munajat kepadanya. Dan berdoa.
Sambil memandangi pusara itu aku teringat kata-katanya yang indah sekaligus menghentakkan dan amat mengesankan. Aku selalu mengingat kata-kata indah itu. Kata-kata itu disampaikannya suatu hari kepada murid kesayangannya itu, Maulana Rumi:
لَمْ يَكُنِ المَوْتُ هُوَ الّذِى يُقْلِقُنىِ . ِلاَنَّنِى لَمْ اَكُنْ اَعْتَبِرُهُ نِهايَة . بَلْ مَا كَان الذی يُقْلِقُنى هو اَنْ أمُوت مِنْ دُون اَنْ أُخَلّفَ تُراثًا.
أُرِيدُ اَنْ اَنْقُلَ المَعارِف التى تَوَصَّلْتُ اليها الى شَخْصٍ آخر . سَوآء كان أُستاذا ام تِلْميذا
“Bukanlah kematian yang menggelisahkan jiwaku. Bagiku, kematian bukanlah akhir dari segalanya. Tetapi aku gelisah manakala mati, aku tidak meninggalkan warisan ilmu pengetahuan (Ketuhanan). Aku ingin mengalihkan pengetahuan yang telah aku peroleh itu kepada orang lain; guru maupun muridku”. (Syams al-Tabrizi).
Makna Darwish
Masih di dalam Cami Syams Tabrizi yang tenang. Aku melakukan permenungan sejenak. Aku mengingat dia sebagai seorang Darwish besar.
Nah. Aku mengingat-ingat maknanya. Siapakah Darwish?. Sebagian orang mempersepi Darwish sebagai pengelana miskin, mengenakan pakaian lapuk, kusut dengan rambut yang tak terurus, “ambur adul”. Atau dalam bahasa hadits Nabi “syu’tsan”, “ghubran”. Sebagian menyebutnya “si zahid”, orang yang menjaga jarak dengan kepentingan duniawi demi kesenangan yang pragmatis. Ada juga yang bilang, ialah dia yang hidupnya dihabiskan untuk beribadah di masjid-masjid dan suka menyepi di Zawiyah-zawiyah (pojok-pojok atau padepokan tempat kontempelasi, seperti bhiku-bhikuni).
Syams, acap datang ke kafe-kafe atau nongkrong di warung-warung minum dan berbagi cerita-cerita aneh dan tak masuk akal tetapi kadang jenaka, kepada orang-orang yang ditemuinya. “Ia adalah orang asing” (al-gharib). Para sufi menyebut Darwish sebagai :
الدرويش من يوزع الاسرار الخفية وفى كل لحظة يمن علينا بالملكوت ليس الدرويش من يستعطى خبزا الدرويش من يعطى الحياة
Darwish adalah orang yang menyebarkan rahasia-rahasia ilmu Ketuhanan. Pada setiap saat, ia membagi kepada manusia gagasan-gagasan tentang Kerajaan Langit. Darwish bukanlah orang yang meminta roti. Darwish adalah orang yang memberi kehidupan”. []