Mubadalah.id – Menjadi bapak rumah tangga, itulah yang terbayang dalam benak pikiran saya. Pekan kemarin saya cuti melahirkan. Bukan, bukan saya yang melahirkan, tapi istri Maksudnya, saya cuti untuk menemani istri melahirkan.
Bukannya sok romantis Gan. Obie Mesakh pun tahu, ane nggak pernah berbakat romantis. Tapi saya realistis. Istri baru saja usai melahirkan, harus mengasuh dua anak plus satu bayi, dengan kondisi kesehatan yang belum pulih benar, ditambah tanpa bantuan asisten. Jadilah saya cuti, dengan judul “cuti menemani istri melahirkan”.
“Pak, saya mohon izin cuti seminggu, mau jadi suami penggalang,” kata saya kepada Pak Bos sambil menyodorkan surat izin cuti.
“Loh, kok suami penggalang, bukannya suami siaga?”
“Suami siaga itu sewaktu istri masih hamil, pak. Kalau istri sudah melahirkan, statusnya naik menjadi suami penggalang,” jawab saya berkelakar.
Pada tulisan ini saya perlu mengucapkan terima kasih kepada pimpinan saya, Direktur Pendidikan dan Agama Bappenas, yang dengan senang hati memberikan izin cuti. Semoga kemudahan memperoleh cuti dirasakan juga oleh para bapak-bapak lainnya yang ingin menemani istri melahirkan.
Dan inilah untuk pertama kalinya cuti saya habiskan hanya di rumah saja. Sesekali masih ke minimarket cari popok. Tapi 90% waktu saya habiskan di rumah.
Ngapain aja? Ya jelas main bola bekel lah..
Ya membantu istri mengurus rumah to ya..
Mencuci dan melipat baju, ngepel, nyiapin keperluan anak sekolah, juga ikut bantuin masak.
Nah, berkat cuti ini saya baru menyadari satu hal: bahwa membereskan dapur yang usai memasak itu adalah petaka. Masaknya sih enak ya..nggoreng-nggoreng disambi duduk mainan HP, buka Facebook juga bisa. Tapi ternyata ada petaka mengintip di balik acara masak. Bersih-bersih bekas lemak-nya Gan. Ya Robbi.. mau nyerah tapi malu. Mau ngeluh tapi ga enak sama istri. Dia sudah nawarin sih, “Udah kubersihin aja..” saya menggeleng. Tapi lama-lama ngangguk juga. Maaf ya istri, untuk masalah dapur saya takluk deh.
Diam-diam saya jadi semakin intens memperhatikan istri saya. Yang selama ini hanya intens di hari Sabtu dan Minggu.
Ungkapan bahwa wanita itu kuat, sama sekali tidak bisa saya sangkal. Dia baru saja melahirkan, dan sesekali mengeluh soal jahitannya yang belum kunjung sembuh. Tapi di rumah, polahnya sudah astaghfirullah..
Gak kehitung berapa kali mondar mandir di dalam rumah. Belum si bayi ngajak begadang, dan paginya harus bangun sepagi mungkin karena dua kakak si bayi harus sekolah.
Apalagi sejak melahirkan tekanan darah istri tinggi, padahal biasanya normal. Kata dokter hal ini biasa terjadi karena pengaruh hormon, yang penting terus dikontrol perkembangannya. Berkat istri bertensi tinggi, saya jadi tahu kalau jus labu siam bisa menjadi obat penurun tensi. Dua kali sehari saya bikin jus labu siam untuk istri, dan sebagai rasa solidaritas saya ikut minum. Ternyata rasanya seger, dan alhamdulillah manjur, tekanan darah istri saya berangsur normal. Sila dicoba.
Melihat istri yang baru melahirkan dengan segala kondisinya, saya nggak tega membiarkannya kerepotan. Saya ambil alih semua tugasnya (kecuali yang sudah saya sebutkan di atas: berkemas dapur usai memasak) kalau cuma mencuci, ngangkut jemuran, nyapu, mengepel, menyiapkan anak sekolah, menemani anak mengerjakan PR, tenaga saya sebagai laki kan ya pasti turah-turah.
Itu bayangan saya.. tapi nyatanya bukannya turah, malah minus.
Kalau di hari kerja, saya paling banter kerokan sebulan sekali. Setelah menjadi bapak rumah tangga, saya sudah kerokan di hari kedua, dan pijat urut di hari terakhir cuti.
“Ealah, kamu masuk angin mas, sini tak kerokin..” kata istri saat melihat saya sibuk meratakan minyak GPU ke sekujur lengan.
“Nggak masuk angin, cuma tanganku ini jimpe (pegal)”
Istri ketawa terbahak-bahak. Katanya saya terlalu khusyuk ngangkat jemuran sampai tangan saya kaku.
Sejak jadi bapak rumah tangga ini pula, saya baru merasakan nikmatnya tidur yang dalam. Ba’da Isya, saya yang biasanya masih kuat melek sampai jam 11 malem, kini mata lengket nggak kuat tegak lagi. Badan sudah ajur seperti bubur. Herannya, kok ya istri masih bisa begadang, dan nggak ada efek apa-apa tuh.
“Sudahlah kamu tidur aja, ngantuk lho.” Kata istri jika saya menemaninya begadang.
Tapi saya tetap di sampingnya. Menemani, meskipun waktu istri ngoceh, saya sudah tidak bisa mendengarnya lagi.
Hingga waktu cuti saya habis. Saya meminta istri untuk memanggil tukang pijat via telefon.
“Pijat habis melahirkan itu entar kali, kalau sudah 40 hari.” Sahutnya enteng.
“Ini bukan buat bunda kok.”
“Lha trus?”
“Buat aku..”
Istri kembali tergelak-gelak.
“Oalah mas..mas..cuti seminggu ini ngeremukke awak yo?”
Saya diam. Malu mengakuinya..
Kini saya sudah kembali ngantor. Rasanya jujur saja berat sekali. Ingin masih di rumah bersama bayi, kakak, dan ibunya si bayi. Orang Jawa bilang ketok-ketoken dan ambon-ambonen terus. Mungkin rasa seperti ini yang dirasakan ibu-ibu yang cuti melahirkannya habis.
Satu pelajaran berharga yang saya dapat dari cuti sepekan kemarin adalah: wanita itu rupanya makhluk segala cuaca. Tahan uji, tahan sakit, tahan capek, juga tahan banting. Kita baru sakit encok aja sudah teriak-teriak minta diurut. Mereka bahkan kemaluan robek pun masih mampu untuk berjalan, sambil menggendong, bahkan sambil melayani kita.
Kedua, ternyata pekerjaan rumah itu jauh lebih rumit dari pada rumus matematika. Melelahkan dan tak ada batasan. Saya bereskan sofa, giliran karpet ketumpahan susu. Saya bereskan meja makan, anak-anak beralih ke kamar dan mengotori kasur dengan remah biskuit. Cucian baru saja kering, langsung upacara penyambutan terhadap cucian baru. Begitu setiap hari. Tidak pernah selesai.
Rasa-rasanya saya pilih bikin makalah 10 bijik dari pada seharian di rumah.
Jadi Gan, saya pikir kok keterlaluan kalau kita merasa lebih kuat dan lebih segalanya dari istri. Bukan mereka yang manja, tapi kita. Dan bukan kita yang sebenarnya bertenaga kuda, tapi mereka.
Kalau agan tidak percaya, silakan uji nyali menjadi bapak rumah tangga. Nggak usah lama-lama, seminggu saja. Setelahnya niscaya agan akan memborong minyak GPU, Freshcare, minyak gandapura, dan aneka wewangian lain. Dan pasti mendambakan kehadiran tukang pijat. Kalau agan butuh tukang pijat di wilayah Pamulang dan sekitarnya, nanti saya bagi deh nomornya…🙂
Selamat bekerja,
Penulis: Didik Darmanto