Mubadalah.id – Konflik dalam keluarga adalah keniscayaan. Dua individu yang datang dari latar belakang, karakter, dan kebiasaan berbeda pasti pernah mengalami gesekan, perbedaan pandangan, bahkan ketegangan emosional.
Namun, yang menentukan kualitas rumah tangga bukanlah ada atau tidaknya konflik, melainkan bagaimana pasangan mengelolanya.
Di sinilah Islam menawarkan prinsip mu’asyarah bil ma’ruf yaitu memperlakukan pasangan dengan cara yang sopan, baik, dan penuh penghormatan. Bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun.
Dalam Buku Fondasi Keluarga Sakinah karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dkk menjelaskan bahwa mu’asyarah bil ma’ruf adalah landasan etik bagi setiap relasi suami-istri dalam menghadapi konflik dalam keluarga. Prinsip ini bersumber langsung dari firman Allah dalam QS. An-Nisa (4):19:
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا ١
“… dan pergaulilah mereka (istri-istrimu) dengan cara yang baik. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa (4):19)
Ayat ini menegaskan bahwa kebaikan dalam relasi tidak selalu muncul dari kesempurnaan pasangan. Tetapi dari kesabaran dan kebesaran hati dalam memperlakukan pasangan dengan hormat dan sopan.
Dalam konteks penyelesaian konflik, prinsip ini menegaskan bahwa cara kita memperlakukan pasangan ketika sedang tidak setuju atau kecewa adalah ujian sejati dari keimanan dan kematangan emosi.
Konflik: Bukan Tanda Kegagalan, Melainkan Ruang Belajar
Sebagian besar pasangan menganggap konflik dalam keluarga sebagai tanda bahwa pernikahan mereka sedang bermasalah atau gagal. Padahal, konflik justru bisa menjadi ruang belajar dan peluang untuk memperdalam pemahaman terhadap pasangan.
Persoalannya, banyak pasangan tidak menyadari cara mereka menyelesaikan konflik. Sebagian memilih mendiamkan masalah. Sebagian lagi memilih konfrontasi yang emosional tanpa arah penyelesaian yang jelas.
Kedua cara ini sama-sama berisiko. Konflik yang dibiarkan tanpa diselesaikan hanya akan mengendap menjadi luka batin, memperlebar masalah antar pasangan. Sementara konfrontasi tanpa kontrol bisa merusak kepercayaan dan komunikasi.
Dalam pandangan Islam, konflik tidak boleh dihindari, tetapi harus dihadapi dengan hikmah, adab, dan niat mencari kebaikan bersama. []











































