Mubadalah.id – Dunia maya semakin mengerikan ketika menampilkan model-model perempuan iklan kecantikan yang tak masuk akal: tubuh ideal, hidung mancung, rambut hitam mengkilap, kulit putih, dan lain sebagainya. Berbagai produk kecantikan merajalela di media sosial maupun toko online, dari diskon per produk, hingga paket kecantikan untuk pagi dan malam. Banyak perempuan berbondong-bondong menggunakan merk tertentu yang katanya dapat menghasilkan kecantikan natural dengan maksimal.
Perbincangan di jamuan makan para perempuan tak luput soal kecantikan, yang lebih mengerikan apabila mereka saling mencibir satu sama lain, seperti “Kok kamu gendutan sih?”. “Dia kok percaya diri banget, padahal bajunya udik”. “Kulit kamu hitam dan lusuh, ga pernah perawatan ya?”
Secara tidak sadar, kita sudah dilatih untuk bersaing perihal kecantikan dengan perempuan lain, bahkan sejak kecil kita juga dilatih untuk menghargai perempuan yang lebih cantik secara fisik. Seperti pujian dari saudara ketika di perjamuan keluarga, “Wah, adiknya kok lebih cantik dari kakaknya”. “Kok kurus banget kakaknya daripada adiknya, jadi ga seger dilihat”. Lalu, kebanyakan dari mereka lebih memilih berbicara pada yang cantik dan menghiraukan yang tidak cantik.
Di samping itu, kontes kecantikan seperti duta-duta kepemudaan menambah keyakinan masyarakat bahwa cantik secara fisik itu penting. Selain bakat, kemampuan berbicara di depan umum, dan nilai akademis, duta-duta itu diharuskan tampil cantik, stylish, dan mampu berjalan anggun di atas panggung. Ditambah lagi kecantikan seringkali dijadikan kartu AS untuk memperoleh sesuatu, seperti mudah mendapatkan pekerjaan, mudah mendapatkan pacar, mudah diterima di lingkungan manapun, mudah mendapatkan pelayanan ramah.
Seperti yang ditampilkan pada film Imperfection, para tokoh yang digambarkan memiliki fisik yang cantik mendapatkan privilege mudah diterima masyarakat; seperti mendapatkan tempat duduk saat makan di kantin yang sedang ramai, dipercaya oleh Bos dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, mudah mendapatkan teman dan pelayanan yang ramah. Sehingga membuat Rara, sang tokoh utama yang berambut ikal, gemuk dan berkulit coklat, harus merubah penampilan dan menjadi cantik sesuai standar masyarakat demi mendapatkan jabatan yang sesuai dengan kemampuannya.
Dampak buruknya, beberapa perempuan mengalami gangguan jiwa akibat masalah tubuhnya yang diharuskan memenuhi standar masyarakat. Seperti yang dipaparkan Ester Lianawati dalam bukunya yang berjudul Ada Serigala Betina Dalam Diri Setiap Perempuan, 90% perempuan mengalami gangguan jiwa akibat masalah diet dan bobot tubuh.
Pada serial Drama Korea yang berjudul My ID is Gangnam Beauty, ditampilkan juga perempuan yang merasa dirinya cantik sehingga digunakan untuk menarik hati pria, ia terus melakukan validasi bahwa ia mampu menarik hati pria lewat kecantikan fisiknya. Dari serial drama ini, diperlihatkan perempuan ada yang mengalami bulimia nevorsa yaitu penyakit ganggguan mental yang ditandai dengan seseorang melahap makanan banyak lalu dimuntahkan secara paksa. Hal ini bertujuan agar mendapatkan pujian bahwa sebanyak apapun yang dimakan, tubuhnya tetap ideal dan cantik sesuai yang diharapkan masyarakat.
Fakta lainnya, perempuan akan terus menerus memonitoring tubuhnya di depan kaca untuk mencari kekurangan yang perlu disempurnakan. Secara tidak sadar, perempuan akan disibukkan untuk menyempurnakan penampilan dari ujung kaki hingga ujung kepala, hingga mampu menghambat kegiatan yang lain. Hal ini mengakibatkan perempuan rendah intelektual dan hanya menjadi objek kecantikan di masyarakat.
Objektivikasi pada perempuan sudah terjadi berabad-abad yang lalu. Perempuan hanya dijadikan pemuas laki-laki sehingga harus tampil cantik. Perempuan harus tampil anggun dan cantik agar diterima di masyarakat. Maka tak heran, apabila banyak perempuan terhambat untuk menunjukkan potensi karena memiliki rasa kurang percaya diri. Banyak kegiatan-kegiatan yang menunjang minat dan bakat perempuan, namun tak diikuti karena takut dicibir perihal fisik mereka.
Perempuan seharusnya merdeka atas tirani tubuh mereka sendiri. Tidak masalah berbadan kurus ataupun gemuk, tidak masalah berkulit coklat atupun putih, tidak masalah berambut lurus ataupun ikal. Harga diri perempuan tidak terletak pada fisik, tetapi bagaimana perempuan bisa memaksimalkan potensi dan bakat yang dimilikinya, terlebih bisa bermanfaat untuk masyarakat.
Tidak mengikuti trend skin care kecantikan yang sedang booming saat ini bukan berarti tidak peduli dengan tubuh, namun perempuan punya cara masing-masing dalam merawat tubuhnya. Perempuan seharusnya punya standard kecantikan sendiri yang tidak mengikuti kemauan masyarakat.
Dalam buku Qiraah Mubadalah, terdapat pernyataan Ummu Salamah Ra., “Perempuan adalah manusia” (Shahih Muslim no. 6115). Pernyataan ini menyadarkan kita bahwa perempuan adalah manusia utuh, yakni kehidupan ini milik perempuan dan laki-laki. Apabila perempuan untuk laki-laki, maka laki-laki juga untuk perempuan.
Pun semua pranata sosial juga diperuntukkan demi kemaslahatan perempuan, sebagaimana juga untuk laki-laki. Maka apabila produk kecantikan yang bertujuan untuk merawat tubuh dan bagian dari kesehatan, seharusnya tidak sampai mengobjektivikasi perempuan, terlebih menjadikan standar kecantikan yang tidak realisitis.
Perempuan harus percaya diri dengan apa yang dimiliki masing-masing. Tidak perlu menjadi cantik sesuai standar industri atau masyarakat. Ikutilah semua kegiatan positif yang ingin kita lakukan, tidak perlu mendengarkan cibiran yang tidak relevan dengan apa yang kita kerjakan. Kita berhak merdeka atas tubuh kita, memilih cantik dengan versi kita sendiri. []