• Login
  • Register
Minggu, 14 Agustus 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Kritik terhadap UU Perkawinan yang Bias Gender

Meskipun pemerintah pada masa Orde Baru sering menyebut kehadiran UU Perkawinan sebagai bentuk penghormatan terhadap perempuan, namun nyatanya proses penyusunan pasalnya syarat akan male oriented, dan menggunakan perspektif laki-laki

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
27/07/2021
in Keluarga, Rekomendasi
0
Perkawinan

Perkawinan

96
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – 48 tahun yang lalu, munculnya UU Perkawinan adalah dampak dari perjuangan gerakan perempuan yang menuntut hak-hak keadilan dan pengakuan akan hak asasi dirinya sebagai manusia. Maka pada tanggal 22 Desember 1973, bertepatan dengan Hari Ibu dengan maksud sebagai hadiah bagi kaum Ibu, UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 disepakati oleh DPR RI. Kemudian disahkan oleh presiden RI pada tanggal 2 Januari 1974.

Dari perspektif historis, munculnya UU Perkawinan ini bertepatan dengan masa Orde Baru. Dimana pada masa tersebut, legacy patriarky memang terkonsep secara struktural. Dari mulai marginalisasi gerakan perempuan yang sebelumnya masif di masa Orde Lama, pembuatan organisasi istri pejabat yang disesuaikan dengan jabatan suami seperti persit dan bayangkari, dan narasi domestikasi perempuan sebagai standar keshalehan perempuan.
Negara dan pemerintah bersekongkol untuk memarginalkan perempuan secara struktural.

Termasuk dalam pembuatan UU Perkawinan no 1 Tahun 1974. Bahkan dalam sebuah undang-undangpun ketidakadilan terhadap perempuan baik di ruang publik maupun dalam keluarga masih ditemukan. Meskipun pemerintah pada masa Orde Baru sering menyebut kehadiran UU Perkawinan sebagai bentuk penghormatan terhadap perempuan, namun nyatanya proses penyusunan pasalnya syarat akan male oriented, dan menggunakan perspektif laki-laki. Sama sekali tidak memasukkan pengalaman perempuan dalam tiap pasal yang dirumuskan.

Tiga pasal krusial dalam UU Perkawinan yang harus direvisi

Jika ditelaah pasal perpasal, sebenarnya hampir semua pasal dalam UU Perkawinan tidak memihak pada kepentingan perempuan. Namun dalam artikel ini, penulis hanya menyebutkan tiga pasal yang dianggap paling krusial dan merugikan pihak perempuan.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (4)
  • Ini Bukan tentang Drama Berbagi Suami, Tapi Nyata Ada
  • Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (3)
  • Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (2)

Baca Juga:

Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (4)

Ini Bukan tentang Drama Berbagi Suami, Tapi Nyata Ada

Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (3)

Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (2)

Pertama, pasal poligami. Aturan mengenai poligami terdapat dalam pasa 4 dan 5 UU No 1 Tahun 1974. Pasal tersebut memberikan ketentuan mengenai alasan dibolehkannya suami untuk poligami, antara lain: istri tidak dapat menjalankan kewajiban, istri cacat, dan istri tidak dapat hamil. Namun tidak ada aturan lanjutan bagaimana jika suami yang tidak melakukan kewajiban, suami cacat, dan mandul.

Mungkin jawabannya adalah istri harus bersabar, karena nanti akan mendapat pahala surga karena kesabarannya merawat suami. Lantas kenapa suami tidak juga disarankan untuk tetap merawat istri dengan keadaan demikian, bukannya surga juga yang akan suami dapatkan?

Kedua, hak dan kewajiban suami istri.aturan ini terdapat dalam pasal 31 ayat 3. Pasal tersebut menyatakan bahwa suami adalah kepala rumah tangga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Pasal selanjutnya mengatur kepala rumah tangga berkewajiban menafkahi dan istri mengatur rumah tangga. Mungkin karena pasal ini, Edhy Prabowo eks menteri KKP tersangka kasus korupsi ekspor Benur tak terima dengan vonis hakim dengan dalih memiliki istri dan anak. Karena dalam UU Perkawinan, istri dianggap sebagai masyarakat kelas dua, tidak independen, bergantung pada suami. Pasal ini dengan jelas memprivatisasi peran perempuan, dan hanya memberikan ruang publik pada laki-laki.

Dan karena pasal ini pula, para perempuan buruh tani di pedesaan tetap akan menjadi ajudan kepala rumah tangga meskipun seluruh roda perekonomian keluarga dicukupi olehnya. Ditambah lagi dengan beban domestik yang harus dilakukan karena sesuai dengan pasal tersebut istri harus mengatur kebutuhan rumah tangga.

Segala kepayahan dan beban ganda yang dilakukan istri seringkali dianggap sebagai kodrat perempuan. Dan ia didoktrin untuk bersabar atas kepelikan ekonomi akibat ketidakmampuan suami dalam menafkahi. Namun harus menerima hukuman dan sanksi jika pihak istri yang tidak mampu menjalankan kewajiban.

Ketiga, aturan mengenai nusyuz. Aturan mengenai nusyuz hanya memberikan hukuman bagi istri yang dianggap melakukan pembangkangan terhadap suami. Salah satunya hilang hak nafkahnya, dan tidak mendapat nafkah iddah. Standar istri dimasukkan dalam kategori nusyuz juga tidak dijelaskan secara spesifik. Namun cukup kuat dijadikan alasan menceraikan istri dengan tanpa pemberian nafkah.

Sedangkan untuk nusyuz suami sama sekali tidak diatur dalam UU Perkawinan. Artinya meskipun suami tidak mampu menjalankan kewajibannya, ia tidak mendapatkan sanksi, dan sekali lagi istri harus bersabar atas ketidakmampuan suami dalam menjalankan kewajibannya. Dampak lain dari tidak adanya aturan nusyuz suami ini adalah dibenarkannya perilaku KDRT suami dengan dalih memberikan pendidikan dan pelajaran bagi istri yang membangkang.

Ketiga pasal di atas menjelaskan betapa perempuan tidak memiliki bargaining position dalam keluarga. Ia ditempatkan dalam posisi yang lemah secara struktural dan legal. Hanya kebutuhan laki-laki yang diakomodir dalam ketiga pasal diatas. Paradigma patriarki masih sangat melekat, yang berimplikasi terhadap dirugikannya kaum perempuan Indonesia.

Mewujudkan Regulasi yang Ramah Gender

Untuk mewujudkan negara yang bebas dengan nilai patriarkis, tentunya harus dimulai dari regulasinya terlebih dahulu. Revisi atas ketiga pasal diatas menjadi agenda yang seharusnya diprioritaskan. Namun terlebih dahulu, pemerintah dan negara harus mampu membebaskan dirinya dari paradigma patriarkis yang dibenarkan oleh dogma agama dan adat.

Maka harus dibangun sebuah pemahaman baik laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama baik di ranah domestik maupun di ranah publik. Islam sama sekali tidak melihat kelebihan dan kemuliaan seseorang berdasarkan jenis kelamin. Hanya ketaqwaanlah satu-satunya indikator seseorang bisa menjadi mulia dihadapan Allah SWT.

Tidak hanya menunggu inisitif pemerintah dalam merevisi UU Perkawinan, hal-hal sederhana bisa kita mulai untuk membangun kesetaraan gender. Antara lain dengan sosialisasi budaya kesetaraan di rumah kita masing-masing. Dimulai dengan pendidikan anak yang demokratis, tidak mendidik anak sebagaimana kemauan orang tua, dan menerapkan konsep kesalingan dalam rumah tangga.

Kemudian membangun pemahaman bahwa mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, merawat rumah dengan baik, mendidik anak, menciptakan suasana yang damai dalam rumah adalah kewajiban suami dan istri secara bersamaan. Menjauhkan keluarga dari narasi ekstrimis dan interpretasi dalil agama yang bias gender dan misoginis. Mengedepankan nilai kemanusiaan, dan perdamaian yang dimulai dari lingkungan keluarga. []

 

Tags: istrikeluargaKesalinganperkawinanRelasisuamiUU perkawinan
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Berbagi Suami

Ini Bukan tentang Drama Berbagi Suami, Tapi Nyata Ada

13 Agustus 2022
Nabi Melarang Menyakiti

Tegas! Nabi Melarang Menyakiti Warga Non-Muslim

13 Agustus 2022
Akhlak Nabi

Akhlak Nabi Saw Kepada Pelayan yang Beragama Yahudi

12 Agustus 2022
Jilbabisasi Paksa

Jilbabisasi Paksa: Ketika Menutupi, Sebenarnya Mengekspos

11 Agustus 2022
Akad Nikah

Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian

10 Agustus 2022
Gowes Berjamaah

Gowes Berjamaah, Prinsip Kesalingan, dan Toleransi

9 Agustus 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berbagi Suami

    Ini Bukan tentang Drama Berbagi Suami, Tapi Nyata Ada

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tegas! Nabi Melarang Menyakiti Warga Non-Muslim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tidak Wajar Jika Perempuan Tidak Bisa Memasak, Benarkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sebagai Manusia, Sudahkah Kita Beragama?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nikah Sirri Adalah Bentuk Lain Dari Praktik Perdagangan Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (4)
  • Sebagai Manusia, Sudahkah Kita Beragama?
  • Fiqh Itu Tidak Statis
  • Ini Bukan tentang Drama Berbagi Suami, Tapi Nyata Ada
  • Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (3)

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist