Selasa, 19 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Arti Kemerdekaan

    Memugar Kembali Arti Kemerdekaan

    Janji Kemerdekaan

    Dari Pati untuk Indonesia: Mengingatkan Kembali Janji Kemerdekaan

    Kemerdekaan

    Kemerdekaan dan Iman Katolik: Merawat Persaudaraan dalam Kebhinekaan

    80 Tahun Indonesia Merdeka

    80 Tahun Indonesia Merdeka, Tapi Tubuh Perempuan Masih Tersandera

    80 Tahun Merdeka

    80 Tahun Merdeka: Menakar Kemerdekaan dari Kacamata Mubadalah dan KUPI

    80 Tahun Indonesia

    80 Tahun Ke(tidak)beragaman Indonesia: Membicarakan Konflik Sesama Bangsa dari Masa ke Masa

    Malam Tirakatan

    Malam Tirakatan Ruang Renungan dan Kebersamaan Menyambut Kemerdekaan

    Kemerdekaan Sejati

    Kemerdekaan Sejati dan Paradoks di Tanah yang Kaya

    Pati Bergejolak

    Pati Bergejolak: Ketika Relasi Penguasa dan Rakyat Tidak Lagi Berkesalingan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Reproduksi

    Pentingnya Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Laki-Laki dan Perempuan

    Perubahan

    Mengenal Perubahan Emosi dan Seksualitas pada Remaja

    Masa Pubertas

    Memahami Masa Pubertas: Perubahan Fisik, Emosi, dan Pentingnya Edukasi Reproduksi

    Organ Reproduksi

    Pentingnya Peran Orangtua dan Guru dalam Edukasi Organ Reproduksi Anak

    Reproduksi Anak

    Mengenalkan Organ-organ Reproduksi dan Fungsinya Kepada Anak

    Kesehatan Reproduksi Sejak dini

    Pendidikan Kesehatan Reproduksi Sejak Dini

    Keturunan

    Memilih Pasangan dari Keturunan Keluarga Orang Baik

    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Arti Kemerdekaan

    Memugar Kembali Arti Kemerdekaan

    Janji Kemerdekaan

    Dari Pati untuk Indonesia: Mengingatkan Kembali Janji Kemerdekaan

    Kemerdekaan

    Kemerdekaan dan Iman Katolik: Merawat Persaudaraan dalam Kebhinekaan

    80 Tahun Indonesia Merdeka

    80 Tahun Indonesia Merdeka, Tapi Tubuh Perempuan Masih Tersandera

    80 Tahun Merdeka

    80 Tahun Merdeka: Menakar Kemerdekaan dari Kacamata Mubadalah dan KUPI

    80 Tahun Indonesia

    80 Tahun Ke(tidak)beragaman Indonesia: Membicarakan Konflik Sesama Bangsa dari Masa ke Masa

    Malam Tirakatan

    Malam Tirakatan Ruang Renungan dan Kebersamaan Menyambut Kemerdekaan

    Kemerdekaan Sejati

    Kemerdekaan Sejati dan Paradoks di Tanah yang Kaya

    Pati Bergejolak

    Pati Bergejolak: Ketika Relasi Penguasa dan Rakyat Tidak Lagi Berkesalingan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Reproduksi

    Pentingnya Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Laki-Laki dan Perempuan

    Perubahan

    Mengenal Perubahan Emosi dan Seksualitas pada Remaja

    Masa Pubertas

    Memahami Masa Pubertas: Perubahan Fisik, Emosi, dan Pentingnya Edukasi Reproduksi

    Organ Reproduksi

    Pentingnya Peran Orangtua dan Guru dalam Edukasi Organ Reproduksi Anak

    Reproduksi Anak

    Mengenalkan Organ-organ Reproduksi dan Fungsinya Kepada Anak

    Kesehatan Reproduksi Sejak dini

    Pendidikan Kesehatan Reproduksi Sejak Dini

    Keturunan

    Memilih Pasangan dari Keturunan Keluarga Orang Baik

    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Merajut Kemanusiaan di Tengah Kehidupan yang Meluruh

Kita tidak bisa memahami agama secara dangkal sekadar melalui konten-konten FYP TikTok, misalnya.

Ahmad Thohari Ahmad Thohari
23 Desember 2024
in Personal
0
Kemanusiaan

Kemanusiaan

62
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Brain Rot. Suatu istilah yang oleh Oxford English Dictionary (OED) “dinobatkan” sebagai spirit yang tercermin di tahun 2024 ini. Dalam akun instagramnya @malakaproject.id, seraya mengutip OED pula, menjelaskan bahwa brainrot merupakan semacam kondisi yang muncul akibat maraknya konten-konten nirfaedah yang tersebar di media sosial. Konten itu dikonsumsi oleh jutaan pengguna media sosial, yang merangsang kerja otak pengguna dan menciptakan dampak buruk secara eksesif.

Singkatnya, brain rot adalah kondisi membusuknya (kinerja) otak. Persis, sebagaimana istilah itu muncul dalam bukunya Henry David Thoreau, Walden, brain rot menandai kondisi di mana masyarakat tidak lagi berkenan untuk berpikir serius karena lebih menggemari ide-ide semu, naif, dan dangkal.

Tapi, yang sesungguhnya perlu kita pahami lebih jauh, adalah, bahwa brain rot tidak semata-mata muncul akibat media sosial. Artinya, konten-konten nirfaedah yang kerap muncul di media sosial pastilah punya sebab yang perlu kita pertanyakan. Misalnya, mengapa konten-konten nirfaedah di media sosial banyak sekali bermunculan dan tak sepi peminat?

Jangan-jangan, mengutip akun Instagram @menjadimanusia.id, brain rot itu muncul sebagai (reaksi) pelarian masyarakat dari dunia nyata yang ternyata (juga) berkualitas rendah. Ketika realitas nyata tak cukup memberikan hal-hal bermanfaat dan menciptakan ketidakpuasan psikis, misalnya, maka akan banyak orang kemudian berbondong-bondong beralih ke dunia-dunia virtual. Demi hal-hal yang dianggapnya dapat mengisi kekosongan batin atau ketidakpuasan psikis itu sendiri.

Cermin Konten Media Sosial

Ada banyak fakta kehidupan kita saat ini yang ternyata tak cukup memuaskan dan malah menciptakan trauma. Entah dalam hal politik, sosial, ekonomi, pendidikan, bahkan agama sekalipun. Jadi, brain rot mungkin memang cermin konten media sosial.

Tapi, konten-konten di media sosial, (selalu) diproduksi sebagai bentuk (kritik) ketidakpuasan dari cermin realitas kehidupan itu sendiri. Sehingga, brain rot, mesti pula kita pahami sebagai cermin kehidupan dunia hari ini yang begitu semu dan jauh dari kebermaknaan.

Ini persis seperti halnya yang Haidar Bagir tulis dalam bukunya Islam Tuhan, Islam Manusia (2017). Di bagian awal buku tersebut Haidar menyoal “Dunia Kita yang Sedang Meluruh”. Suatu deskripsi tentang krisis yang sedang umat manusia hadapi hari ini.

Mengutip dalam bukunya tersebut, Haidar Bagir menjelaskan bahwa realitas kehidupan dewasa ini, sebagaimana dialami oleh banyak negara “telah tercabik-cabik, seperti partikel-partikel sosial kemanusiaan yang sedang menggandakan (membelah) diri menjadi bagian-bagian penyusunnya, yakni suku, klan, fundamentalisme keagamaan segala agama, geng kota, kelompok maut, gerakan teroris dan gerilya, serta kelompok yang mementingkan diri lagi berang” (h. 18).

Itulah pertunjukkan-pertunjukkan kehidupan yang kemudian menciptakan “Zaman Kacau”. Suatu kondisi yang diakibatkan oleh dunia digital. Mengakibatkan munculnya, yang oleh Nicholas Carr, disebut sebagai ‘Orang-orang Dangkal’.

Siapa mereka? Ya, orang-orang yang berlarian menjelajahi media-media sosial dan mengonsumsi konten-konten nirfaedah tanpa kedalaman makna—sebagai reaksi atas adanya kehidupan dunia yang meluruh itu sendiri, yang sedang mengalami krisis dari berbagai lini.

Brain Rot

Saya kira buku Haidar Bagir tersebut bisa menjadi bacaan penting hari-hari ini. Alasannya, untuk memahami brain rot dalam eskalasi cara pandang dan pemahaman yang agak berbeda. Karena Haidar Bagir adalah seorang pemikir agama dan spiritualis, membaca buku tersebut akan menghantar kita untuk memahami kacau balau kehidupan yang menciptakan brain rot itu dari, dan dalam, konteks agama dan spiritualisme.

Misalnya, dalam hal beragama. Ada banyak hal fenomena di hari ini yang sesungguhnya kacau balau. Saya tidak perlu menyebut contoh-contohnya. Satu hal yang jelas, bahwa agama yang seyogyanya menjadi kompas nilai, hari ini pun sedang mengalami disorientasi. Suatu kondisi yang memungkinkan pula para pemeluknya, juga masyarakat secara umum, mengalami brain rot.

Misalnya, seringnya kita temui cara-cara beragama yang intoleran. Seperti banyak munculnya orang-orang yang membawa paham-paham keyakinan (agama) bersifat fundamentalistik, integralistik-total, dan mengklaim diri sebagai satu-satunya yang paling benar (h. 44).

Orang-orang yang dengan sesuka hati memastikan mereka-mereka yang berbeda sebagai orang-orang yang salah, kufur, dan penuh dosa. Orang-orang yang merasa paling memahami Tuhan, yang dengannya mereka justru berlaku sewenang-wenang terhadap sesamanya.

Tak ayal, apabila frustasi lantas terjadi di mana-mana. Ini berbahaya kalau tak sesegera mungkin kita antisipasi. Rasa frustasi sebagai imbas adanya persaingan kelompok politik dan keagamaan. Baik dalam tingkat lokal, regional, maupun internasional—yang sering kali menyediakan patronase paham ekstrem atau fundamentalistik amat berpeluang melahirkan radikalisme dan terorisme keagamaan sebagai kenyataan akhir paling mengerikan. Seperti pernah kita alami sendiri sebelum-belumnya dalam fakta keberagamaan di NKRI.

Menyembuhkan Brain Rot, Memaknai Kemanusiaan

Beragama, pada akhirnya, bukan perkara mudah. Apalagi brain rot dalam beragama, tentu saja, sangat mengkhawatirkan. Artinya, kita tidak bisa memahami agama secara dangkal sekadar melalui konten-konten FYP TikTok, misalnya.

Agama harus kita pahami secara lebih mendalam. Dalam fenomena keberagamaan yang penuh nuansa “radikal” dan intoleran bisa jadi merupakan akibat dari hasil-hasil pemahaman keagamaan yang “dikonsumsi” secara dangkal. Tak sungguh-sungguh kita pahami secara mendalam.

Hal ini akhirnya memunculkan suatu kondisi “kebusukan (otak)” dalam memahami agama—juga dalam beragama. Sesama pemeluk agama kita akhirnya saling bersitegang. Tidak saling rukun. Tidak saling damai. Malah saling mengolok-ngolok. Mengintimidasi. Mendiskriminasi. Mempersekusi. Fenomena “takfirisme”, misalnya, mewakili sekali contoh dari kondisi yang mencerminkan brainrot dalam beragama.

Dengan dalih agama (Islam), mengatasnamakan “Tuhan”, beberapa kelompok radikal dan ekstrimis ber-amar ma’ruf nahi munkar justru dengan cara-cara yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan, kelompok-kelompok lain siap siaga selalu memasang cara pandang suudzon terhadap sesama saudara kita yang lain.

Bagi Haidar, di tengah hiruk-pikuk cara beragama yang sibuk dengan benarnya sendiri, kita sebagai kaum beragama, mesti memahami makna agama itu sendiri secara sungguh-sungguh: sebagai sebuah prinsip nilai mengajarkan cinta-kasih-kemanusiaan.

Makna Agama

Hal itu pula yang menjadi alasan Haidar Bagir memberikan judul bukunya: Islam Tuhan, Islam Manusia. Ada dua alasan yang dijelaskan oleh Haidar mengenai alasan tersebut.

Pertama, sebagai orang beragama kita wajib yakin, bahwa agama berasal dari Tuhan. Namun, pada saat yang sama, agama juga menemui bentuknya sebagai agama manusia. Tepat setelah agama berpindah dari khazanah ketuhanan menuju wilayah kemanusiaan. Artinya, manusia juga mesti berbicara mengenai agama dalam konteks hidup manusia (kemanusiaan).

Kedua, Haidar menuliskan bahwa agama diturunkan oleh Tuhan untuk manusia. Dengan kata lain, menjadi suatu kesalahan apabila kita mengembangkan pemahaman atas agama tapi melepaskan ajaran-ajarannya dari konteks kebutuhan (hidup) manusia (h. 12-13). Apalagi jika agama kita gunakan untuk mencederai kebutuhan hidup manusia. Itu sebuah kesalahan besar yang sangat mendasar dalam beragama.

Oleh karena itu, kita sedikit banyak perlu untuk mendekonstruksi cara beragama kita. Kembali berani dengan jujur mempertanyakan asumsi-asumsi, bahkan pemahaman, kita atas agama itu sendiri. Apa yang dituliskan Haidar dalam sepanjang buku tersebut sesungguhnya mengajak kita untuk kembali mempertanyakan asumsi dan pemahaman kita atas agama (Islam) demi terjadinya pembaharuan dalam pemahaman kita atas agama itu sendiri pula.

Dengan cara itu, demi masifnya pemahaman akan “Cinta sebagai Asas Agama”. Haidar berharap, seraya menuliskan demikian, agar “agama (bisa) kembali (lagi) pada perannya sebagai oase spiritualitas dan moralitas di tengah kemanusiaan yang berada dalam ancaman belakangan ini dan bukannya justru menuang bensin kepada kobaran api kekacauan kemanusiaan itu. Sudah waktunya Rukun Islam dan Rukun Iman kita kembalikan kepada puncaknya: Rukun Ihsan, pilar cinta agama.” (h. 242). []

 

 

 

Tags: agamaBrain RotHaidar Bagirkemanusiaankontenmedia sosial
Ahmad Thohari

Ahmad Thohari

Ahmad Miftahudin Thohari, lulusan mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, punya minat kajian di bidang filsafat, sosial dan kebudayaan. Asal dari Ngawi, Jawa Timur.

Terkait Posts

Kemerdekaan
Hikmah

Islam dan Kemerdekaan

13 Agustus 2025
Humanisme Inklusif
Publik

Humanisme Inklusif : Sebuah Tawaran Untuk Kesetaraan

8 Agustus 2025
Refleksi Ekologi
Personal

Tujuh Renungan Sebelum Makan: Refleksi Ekologi dalam Menyayangi Ibu Bumi

4 Agustus 2025
Keluarga
Hikmah

Ketika Agama Dijadikan Alat Ketimpangan Gender dalam Keluarga

2 Agustus 2025
Tung Tung Sahur
Uncategorized

Fenomena Tung Tung Sahur dan Konten Tak Ramah Anak

1 Agustus 2025
S-Line
Personal

S-Line dan Pubertas Digital: Saat Tren Media Sosial Menjadi Cermin Krisis Literasi Seksual

29 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • 80 Tahun Indonesia Merdeka

    80 Tahun Indonesia Merdeka, Tapi Tubuh Perempuan Masih Tersandera

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Peran Orangtua dan Guru dalam Edukasi Organ Reproduksi Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemerdekaan dan Iman Katolik: Merawat Persaudaraan dalam Kebhinekaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memahami Masa Pubertas: Perubahan Fisik, Emosi, dan Pentingnya Edukasi Reproduksi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Pati untuk Indonesia: Mengingatkan Kembali Janji Kemerdekaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Laki-Laki dan Perempuan
  • Memugar Kembali Arti Kemerdekaan
  • Mengenal Perubahan Emosi dan Seksualitas pada Remaja
  • Dari Pati untuk Indonesia: Mengingatkan Kembali Janji Kemerdekaan
  • Memahami Masa Pubertas: Perubahan Fisik, Emosi, dan Pentingnya Edukasi Reproduksi

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID