• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Merarik, Penculikan Perempuan dalam Adat Lombok

Perempuan dalam praktik ini dianggap seperti barang yang bisa diambil begitu saja. Meski dalam tradisi, keluarga perempuanlah yang menginginkan merarik

Ayu Bejoo Ayu Bejoo
31/08/2024
in Publik
0
Merarik

Merarik

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, tradisi adalah suatu kesatuan dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk tradisi merarik, sebuah penculikan perempuan ketika ada laki-laki hendak menikahinya. Tradisi ini berasal dari Lombok.

Penculikan adalah kata yang penggunaanya negatif. Menurut KBBI menculik memiliki arti melarikan orang lain dengan maksud tertentu atau menjadikannya sandera. Biasanya penculikan dilakukan tanpa sepengetahuan korban.

Berbeda dengan penculikan pada umumnya. Merarik ialah suatu kegiatan di mana laki-laki mengambil perempuan yang ingin ia nikahi. Dalam artian sebelumnya sudah saling mengenal. Laki-laki membawa perempuan ke rumahnya, empat atau tiga hari sebelum hari menikah.

Biasanya, perempuan menginap di rumah saudara terdekat laki-laki. Agar tidak menimbulkan fitnah serumah dengan mempelai laki-laki. Merarik juga bertujuan agar si perempuan dapat lebih mengenal keluarga laki-laki, pun sebaliknya.

Merarik Pada Masa Kini

Indonesia terkenal dengan suku adat yang bermacam-macam. Lombok adalah salah satu daerah timur Indonesia yang masih kental akan adat dan budayanya. Merarik tentu saja sebuah kegiatan yang sangat lazim di Lombok. Tapi jika terdengar oleh masyarakat lain di luar Lombok tentu pemahamannya akan berbeda.

Baca Juga:

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Luna Maya Menikah, Berbahagialah!

Kontroversi Nikah Batin Ala Film Bidaah dalam Kitab-kitab Turats

Serial Drama Malaysia Bidaah, Kekerasan Seksual Berkedok Nikah Batin

Apalagi, di era globalisasi seperti saat ini. Di mana di beberapa daerah bahkan adat dan tradisi sudah terlupakan. Belum lagi, generasi masa kini yang memiliki pandangan hidup lebih bebas. Tentu tradisi merarik akan menuai pro kontra.

Dalam pandangan wujud pernikahan masa kini. Tentu menjadi tanda tanya, apakah si perempuan tidak keberatan dan melanggar privasi hidupnya. Meski merarik ialah sebuah tradisi yang masih terlaksana hingga kini. Tidak menampik kemungkinan jika mempelai wanita tidak menyetujuinya. Dan memilih menikah di KUA saja.

Asalkan keinginan antara perempuan dan laki-laki sama. Tentu saja merarik adalah pilihan menjaga tradisi yang ada. Boleh terlaksana, boleh juga tidak melakukannya. Merarik bukanlah sebuah pemaksaan kehendak salah satu pihak saja. Pernikahan ini adalah sebuah tradisi untuk membuat sebuah ikatan. Kedua belah pihak tentu memiliki andil dalam melaksanakannya.

Pelaksanaan Merarik

Merarik pada dasarnya adalah adat dari suku Sasak, suku asli Lombok, Nusa Tenggara Barat. Merarik menjadi bagian dari salah satu proses awal ritual pernikahan. Yang di mana sebelumnya diawali dengan midang.

Midang ialah pendekatan antara perempuan dan laki-laki dalam menentukan kapan mereka akan melaksanakan merarik. Setelah itu, akan ada selabar. Keluarga laki-laki akan membuat laporan kepada kepala dusun bahwa telah terjadi merarik.

Tahapan selanjutnya ialah ijab kabul, sorong serah, dan nyongkolan. Nyongkolan merupakan penutupan ritual pernikahan dengan melaksanakan iring-iringan dari pihak keluarga laki-laki. Nyongkolan identik dengan adanya gendang beleq, permainan alat musik tradisional Lombok. Yang ikut memeriahkan ritual pernikahan.

Sisi Negatif Merarik

Relevansi merarik dalam menjalankan adat dan budaya tentu saja telah sejalan dengan kajian beragama, khususnya agama Islam. Karena tidak serta merta melakukan perbuatan terlarang. Melainkan dengan tahapan dan proses yang islami.

Namun, dalam kacamata relasi keadilan hakiki. Ada banyak praktik yang mengerdilkan perempuan. Sebagaimana praktik penculikan perempuan salah satu tujuannya ialah memperlihatkan superioritas laki-laki. Dalam hal ini, laki-laki beranggapan bahwa dirinya memiliki superioritas karena dapat melakukan penculikan perempuan. Sementara perempuan tidak bisa melakukan sebaliknya.

Perempuan dalam praktik ini juga ter-analogikan layaknya sebuah barang. Yang bisa diambil begitu saja. Meski dalam tradisinya keluarga perempuanlah yang menginginkan merarik. Karena menilai anaknya memiliki valuable sehingga dipilih oleh laki-laki.

Merarik atau lebih familiar dengan kawin lari pada dasarnya memang memberatkan perempuan. Namun demikian, praktik ini masih berlangsung hingga saat ini. Demi menjaga tradisi adat yang telah ada sejak dahulu.

Mungkin dengan bertambahnya perspektif mubadalah dalam kehidupan bermasyarakat. Diharapkan akan membawa dampak perubahan bagi perempuan. Termasuk cara pandang tradisi dalam sebuah pernikahan. Dengan demikian, pernikahan akan sejalan dengan tujuan kebersamaan. []

Tags: kawin lariMerarikPemaksaan PerkawinanpernikahansuperioritasTradisi LombokTradisi Merarik
Ayu Bejoo

Ayu Bejoo

Pegiat Literasi & Aktivis Gender

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version