• Login
  • Register
Rabu, 18 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Miskonsepsi dalam Memahami Kodrat Perempuan

Pemahaman yang keliru akan kodrat perempuan harus diluruskan, karena akan sangat berdampak tidak hanya pada keilmuan saja, tetapi juga pada nilai-nilai kemanusiaan

Hilda Rizqi Elzahra Hilda Rizqi Elzahra
08/05/2023
in Personal, Rekomendasi
0
Kodrat Perempuan

Kodrat Perempuan

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Perempuan boleh saja berprestasi dan berkarir namun jangan sampai lupa dengan kodratnya”

Mubadalah.id – Salingers, pernahkah kalian mendengar ungkapan seperti itu? ungkapan yang terkesan membolehkan perempuan untuk menentukan pilihannya. Namun di akhiri dengan sebuah batasan bernama “kodrat perempuan”. Bahkan batasan tersebut dapat mendominasi perempuan dan mengecilkan peran sosialnya dengan ungkapan “Perempuan seharusnya di rumah saja” atau “Untuk apa perempuan sekolah tinggi-tinggi, toh nanti pasti ujung-ujungnya ya di dapur.”

Hal tersebut tidak akan terjadi pada laki-laki yang berprestasi dan memiliki karir yang bagus. Padahal tugas domestik merupakan tugas bersama. Lalu, sebenarnya apa sih kodrat itu? Ada yang bilang perempuan ditakdirkan untuk di rumah saja, di dapur dan lain sebagainya.

Secara lughowi, kodrat berasal dari Bahasa Arab, yaitu “Qadara”/qadira- yaqduru/yaqdiru-qudratan. Tersebutkan dalam kamus al-Munjid fi al-lughoh wa al-a’lam kata tersebut dapat kita definiskan sebagai Qawiyyun ‘ala al-Syai (kuasa mengerjakan sesuatu), ja’alahu ‘ala miqdarih (membagi sesuatu menurut porsinya) atau qash-shara (memendekkan/membatasi). Dan dari kata qadara/qadira tersebut juga melahirkan kata taqdir (qadara-yuqaddiru-taqdir) yang berarti menentukan atau menetapkan.

Begitu juga yang terdapat pada kamus al-Munawwir yang memaknai qudrah sebagai kekuatan. Dari akar kata inilah kodrat dan takdir yang dalam Bahasa Indonesia sering kita gunakan dengan pengertian yang sama. Yaitu merujuk pada apa yang telah Tuhan berikan.

Kekeliruan Memahami Kodrat Perempuan

Penggunaan bahasa sehari-hari tentang kodrat dan takdir, yang melahirkan kekeliruan dalam memahami kodrat perempuan dan takdir perempuan. Hal tersebut mengakibatkan perempuan terjebak dalam batasan-batasan yang sesungguhnya bukanlah ketentuan yang mutlak.

Baca Juga:

Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga

Nabi Tak Pernah Membenarkan Pemukulan Terhadap Perempuan

Jangan Membedakan Perlakuan antara Anak Laki-laki dan Perempuan

Nabi Saw Memuliakan dan Menolak Semua Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, kata kodrat terkai dengan Kekuasaan Tuhan, hukum alam dan sifat asli. Menurut Prof. AlimatuL Qibtiyah, seorang Guru Besar Kajian Gender UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebutkan bahwa kodrat seharusnya kita pahami secara biologis (menstruasi, hamil, melahirkan). Kodrat tidak ada kaitannya dengan konstruksi sosial.

Berikut miskonsepsi yang seringkali terjadi dalam memahami kodrat perempuan :

Kodrat perempuan di rumah saja

Miskonsepsi tersebut sangatlah menghambat perempuan menemukan potensinya untuk bersinggungan dengan dunia luar. Hal ini berdampak pada kualitas SDM di suatu negara karena perempuan juga merupakan bagian dari negara. Walaupun demikian, profesi ibu rumah tangga bukan berarti rendah derajatnya. Mereka telah memberi manfaat bagi keluarganya ketika pilihan menjadi ibu rumah tangga dilakukan tanpa paksaan dan tidak merugikan pihak lain.

Sumur, Kasur, Dapur

Kita sudah hafal betul dengan istilah ini dalam masyarakat patriarki. Peran perempuan tidak bisa kita jauhkan dengan hal-hal domestik. Perempuan yang lebih mengutamakan hal lain di luar ketiga konsep tersebut dianggap perempuan yang menyalahi kodrat. Tidak hanya itu, ketika para ulama perempuan dan aktivis perempuan berusaha memahamkan, bahwa kerja-kerja domestik bukanlah tugas perempuan, dan membebaskan perempuan dalam memilih peran yang diinginkan. Namun kelompok konservatif agama menganggap hal itu dapat merusak citra keluarga Islam.

Bukan kodrat perempuan untuk menjadi pemimpin

Meskipun kita sudah mendengar ratu-ratu tempo dulu di Nusantara namun kehadiran perempuan untuk memimpin masih sering mereka ragukan. Padahal kemampuan memimpin seseorang tidak bergantung pada jenis kelamin dan gendernya. Anggapan tersebut karena perempuan dicap sebagai makhluk feminin yang memiliki sifat lembut. Jadi tidak cocok untuk memimpin, sementara laki-laki bersifat maskulin karena melibatkan koneksi antar pekerja dan pemimpin

Perempuan jangan menunda menikah dan harus menjadi ibu

Bahtera pernikahan  seringkali dianggap sebagai perjalanan terakhir yang harus dilakoni sebagai perempuan. Setelah menikahpun peremuan dibebankan dengan kewajiban untuk hamil dan memiliki anak. Perempuan yang memutuskan untuk menikah tetapi tidak memiliki anak dianggap melawan kodrat sebagai makhluk yang memiliki rahim.

Pemahaman-pemahaman yang keliru akan kodrat perempuan harus kita luruskan. Karena tidak hanya berdampak pada keilmuan saja, tetapi juga pada nilai-nilai kemanusiaan. Karena dengan adanya pemahaman yang utuh itu, dapat berpengaruh pada kehidupan yang melahirkan keadilan. Perempuan harus kita merdekakan.

Perempuan harus kita bebaskan utuk memilih bekerja, tidak atau keduanya, Masalah tersebut terletak pada masyarakat yang mengkotak-kotakkan peran perempuan dan sering menyalahkan peran yang perempuan pilih. Padahal sesungguhnya Islam tidak mengenal diskriminasi anatara laki-laki dan perempuan. Karena meskipun laki-laki dan perempuan berbeda namun tidak untuk kita beda-bedakan. []

Tags: GenderkeadilankemanusiaanKesetaraankodratkodratiperempuantakdir
Hilda Rizqi Elzahra

Hilda Rizqi Elzahra

Mahasiswi jelata dari Universitas Islam Negeri Abdurrahman Wahid, pegiat literasi

Terkait Posts

Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

18 Juni 2025
Istri Marah

Melihat Istri Marah, Benarkah Suami Cukup Berdiam dan Sabar agar Berpahala?

17 Juni 2025
Kesalehan Perempuan

Kesalehan Perempuan di Mata Filsuf Pythagoras

16 Juni 2025
Pesantren Disabilitas

Sebuah Refleksi atas Kekerasan Seksual di Pesantren Disabilitas

16 Juni 2025
Catcalling

Mari Berani Bersuara Melawan Catcalling di Ruang Publik

15 Juni 2025
Tragedi Pemerkosaan

Negara Amnesia, Korban Masih Terjaga: Kami Menolak Lupa atas Tragedi Pemerkosaan 98

15 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ahmadiyah

    Penyegelan Masjid Ahmadiyah di Banjar: Negara Masih Gagal Menjamin Kebebasan Beragama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dokumen Abu Dhabi: Warisan Mulia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayyeb Bagi Dunia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hiburan Walimah yang Meriah, Apakah Membawa Berkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Surga Raja Ampat dan Ancaman Pertambangan Nikel

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia
  • Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga
  • Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga
  • Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia
  • Nabi Tak Pernah Membenarkan Pemukulan Terhadap Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID