Kitab Ta’lim al-Muta’alim adalah salah satu kitab kuning favorit saya. Bukan hanya karena di dalamnya banyak membahas tentang adab belajar mengajar, tetapi karena ketika saya SMP, kitab ini selalu selesai diabsahi dan diulang kembali dari awal dalam sesi ngaji kitab sorogan ketika jadwalnya tiba yaitu ba’da ashar. Nama lengkap penyusunnya adalah Burhânuddîn Ibrâhim al-Zarnûji al-Hanafi. Dikenal dengan sebutan Imam al-Zarnuji.
Imam al-Zarnuji menjelaskan latar belakang penulisan kitab ini adalah sebagaimana yang beliau tuturkan dalam pembukaan atau mukaddimah kitabnya:
فلما رأيت كثيرا من طلاب العلم فى زماننا يجدون إلى العلم ولايصلون ومن منافعه وثمراته ـ وهى العمل به والنشر ـ يحرمون لما أنهم أخطأوا طريقه وتركوا شرائطه، وكل من أخطأ الطريق ضل، ولاينال المقصود قل أو جل، فأردت وأحببت أن أبين لهم طريق التعلم على ما رأيت فى الكتب وسمعت من أساتيذى أولى العلم والحكم
Tatkala aku melihat banyak dari para penuntut ilmu pada masa kita bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, namun tidak dapat mencapai hasilnya. Di antara manfaat dan buah ilmu adalah mengamalkan ilmu dan menyebarkannya. Mereka terhalang (dari ilmu) sebab kesalahan dalam metode mencari ilmu, dan mereka meninggalkan syarat-syaratnya.
Sedangkan setiap orang yang salah jalan maka akan tersesat, dan tidak mendapat sesuatu yang ia inginkan sedikit ataupun banyak. Maka aku ingin menjelaskan kepada mereka tata cara belajar berdasarkan yang telah aku lihat dan dengar dari guru-guruku yang memiliki ilmu dan hikmah.
Dari latar belakang ini dapat kita ketahui bahwa pencapaian kemanfaatan dan keberkahan sebuah ilmu ada pada mengamalkan dan berbagi ilmu tersebut. Alhamdulillah atas kuasa Allah, akhirnya saya sampai di titik ini. Titik di mana sense of belonging saya terhadap perspektif Mubaadalah kelak akan melahirkan penulis-penulis baru usai kegiatan sharing time bersama komunitas Indonesian Content Creator (ICC) (15/07).
Awal mula kegiatan ini tercetus setelah ada beberapa teman dari sebuah komunitas menulis yang berkomentar setelah saya berbagi link tulisan saya di MubaadalahNews. Saya ingat betul orang tersebut berkomentar, “ntabs nih masuk Mubadalah lagi.” sedang yang lainnya menimpali, “sudah langganan.”. Kemudian komentator pertama membalas, “sekali-kali bikin lah kelas menulis tipis-tipis. Member di sini keren-keren tulisannya.” Lalu berlanjut dengan komentar lain “setuju”, “semoga didengar sarannya”. Tidak lama, salah satu admin membalas, “siapa nih yang direquest, asal beliaunya mau ya.”
Saya mungkin terlampau kepedean, tetapi saya paham bahwa saya sedang dibicarakan. Hanya saja saat itu saya merasa tidak yakin dan mampu jika berbagi tips menulis. Mengingat saya juga masih banyak salah dan perlu belajar lebih baik lagi. Benar kata teman di grup tersebut, member di sana tulisannya keren-keren, jadi ya sepatutnya saya yang pemula ini belajar dari mereka-mereka.
Tetapi karena saya ingin membesarkan gulungan bola salju Mubaadalah seperti yang Bu Alissa Wahid sampaikan di HBH Mubaadalah sehingga konsep dan gerakan ini semakin auto pilot kemudinya, maka saya pun memberanikan diri berdiskusi dengan Mbak Zahra, Pemimpin Redaksi MubaadalahNews. Ternyata beliau terbuka sekali dan menyerahkan 90% rangkaian acara akan berjalan seperti apa oleh saya. Barulah setelah nembung, saya memberanikan diri untuk membalas chat grup yang sudah tertumpuk itu kepada salah satu admin yang menjawab sebelumnya.
Hanya saja tidak berjalan mulus dan seperti dugaan. Beliau lebih berkenan mengadakan sesi sharing kepenulisan seperti PUEBI atau struktur tulisan era digital yang seo friendly. Kalau temanya seperti itu ya saya mundur teratur, karena paham terhadap kemampuan diri yang jauh dari kata bisa.
Agak sedih memang, tetapi karena ada perasaan eman-eman karena sudah diberikan izin dan dukungan yang luar biasa, akhirnya saya memutuskan untuk mengajak teman-teman di Indonesian Content Creator (ICC) untuk mengadakan sharing time dengan tema Tips Menulis dan Menjadi Kontributor di MubaadalahNews.
Sebuah komunitas yang terdiri dari 85% ibu-ibu yang aktif bersosial media dan membuat konten baik di instagram, twitter, youtube, facebook, maupun blog. Bahkan panitia, desain, moderator acara kuliah whatsapp (kulwap) ini kepanitiannya berasal dari komunitas tersebut, yang mana pembaca tahu bahwa menjadi ibu tentu tidak sedikit pekerjaan domestiknya, tetapi mereka yang tergabung dalam komunitas ini mampu menjadikan kulwap ini menjadi nyata.
Belajar dari pengalaman, saya hanya menghimbau kepada teman-teman di ICC bagi yang berminat saja. Maka promosi kegiatan ini pun tidak terlalu disebarluaskan dengan persyaratan harus dibagikan minimal ketiga grup whatsapp misalnya. Alhamdulillah ada 20 peserta yang memang senang dan hobi menulis bergabung dalam kulwap ini. Lebih baik mengadakan acara bersama teman-teman yang serius ingin belajar walaupun sedikit, tentu akan lebih fokus karena tidak banyak yang harus dibimbing.
Dari 20 peserta tersebut biasa menulis dan memiliki sosial media, beberapa memiliki web pribadi yang sudah dimonetisasi maupun belum. Bahkan ada juga yang pernah naskahnya lolos kurasi konferensi Internasional. Selain itu beberapa peserta yang sudah mengetahui perspektif Mubadalah mengenal MubaadalahNews dari teman, instagram, artikel NU Online, bedah buku, jaringan Rahima dan KUPI. Ada juga yang berkata tahu info ini dari saya (karena sering membagikan link MubaadalahNews). Bahkan juga ada yang sudah bertemu langsung dengan Kiai Faqih di Wageningen, Belanda.
Alhamdulillah kulwap berjalan dengan lancar dan sukses yang juga sebagai kegiatan perdana komunitas ICC. Tentu salah satu faktor keberhasilan dan kelancaran kulwap ini berasal dari dukungan suami. Jika saja saat itu suami tidak membantu menjaga anak saya yang baru saja terbangun dari tidurnya, maka bisa saja saya kesulitan dalam menyampaikan materi. Namun ternyata tidak sama sekali karena ada dukungan penuh dari suami untuk mengasuh anak selama kulwap berlangsung.
Peserta kulwap juga aktif bertanya seputar kepenulisan, bagaimana cara membangun percaya diri untuk memulai menulis lagi, apa saja peluang yang didapatkan oleh kontributor MubaadalahNews, sejauh mana konsep Mubadalah antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-hari, sistem menulis di MubaadalahNews, hingga pembinaan terkait upgrade wawasan kontributor MubaadalahNews selama pandemi.
Terakhir dan yang terpenting dari sesi kulwap ini adalah beberapa peserta mengirimkan naskah terbaiknya untuk dikirim dan diseleksi oleh tim redaksi MubaadalahNews. Sehingga output dari kulwap ini berhasil diraih dengan lahirnya penulis-penulis baru yang menulis dalam perspektif Mubaadalah. Jika pun naskahnya belum berhasil diunggah di MubaadalahNews, peserta kulwap diberi feedback dibagian mana saja yang tulisannya masih belum “Mubadalah”. Karena menulis dalam perspektif Mubadalah adalah Bahagia dan Membahagiakan. []