Mubadalah.id – Kesabaran menahan lapar dan haus selama bulan Ramadhan selalu diakhiri dengan sesuatu yang sangat menyenangkan yaitu perayaan Idul Fitri. Antusiasme Muslim Indonesia dalam menyambut hari raya ini sangat besar dan persiapan pun dilakukan jauh-jauh hari.
Pengunjung pusat grosir pakaian membludak sejak menjelang Ramadhan dan semakin padat mendekati hari raya. Di samping penjual pakaian, penjual sembilan bahan pokok dan kue juga menunai panen rezeki. Mengecat rumah, membeli furnitur baru, mengganti gordin yang sudah lama, menyiapkan makanan spesial juga menjadi kesibukan lainnya dalam menyambut lebaran.
Masyarakat Muslim di tanah air mempunyai tradisi yang cukup heboh dalam menyambut lebaran, yaitu mudik. Bengkel-bengkel dipenuhi dengan servis kendaraan yang akan dipakai pemudik. Kantor-kantor pemerintah, perusahaan, dan tak ketinggalan partai politik pun berlomba menyediakan bis-bis gratis untuk memudahkan pemudik.
Tidak hanya itu, pemerintah juga ingin memastikan para pemudik punya bekal finansial yang cukup sehingga memberikan THR dan mewajibkan perusahaan maupun unit kerja lainnya untuk melakukan hal yang sama. Para pekerja tidak perlu mencuri-curi waktu untuk mudik karena pemerintah juga menetapkan kebijakan cuti bersama.
Mudik menjadi cara unik untuk mempertahankan ikatan kekeluargaan manusia. Ikatan primordial ini sebetulnya dimiliki oleh setiap keluarga di berbagai bangsa sehingga tradisi mudik tidak hanya dikenal di Indonesia. Negara lain mengalami arus mudik yang melonjak sesuai dengan hari raya yang mereka miliki, seperti perayaan tahun baru Imlek di Cina, perayaan Chuseok yang disebut juga dengan Hari Panen, Festival Bulan Musim Panen, atau Hangawi (hari besar di tengah-tengah musim gugur di Korea, perayaan Festival Cahaya atau Diwali (Deepavali) di India, dan perayaan Thanksgiving di Amerika Serikat.
Uniknya acara mudik di berbagai negara dengan tradisi, agama, dan tingkat kesejahteraan yang beragam ini mirip, yaitu menghias rumah, berpakaian baru, memasak makanan spesial, berkumpul dengan keluarga besar dan berdoa untuk arwah yang telah mendahului.
Mudik menjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu. Ada kerinduan untuk kembali ke kampung halaman tempat kita dilahirkan dan dibesarkan. Tidak peduli panjangnya macet, lamanya waktu yang harus ditempuh, dan mahalnya ongkos yang harus dikeluarkan, masyarakat berusaha maksimal untuk mengobati kerinduan ini. Mudik yang dilakukan setahun sekali ini mampu menghapuskan rindu selama minimal setahun lamanya.
Betapa pun menyenangkannya hidup di rantau, ada kebahagiaan batin ketika berada di tengah-tengah keluarga besar di kampung halaman yang tak tergantikan. Mudik mempertemukan kembali saudara dan kerabat yang telah berpencar karena tuntutan hidup sekaligus menjadi momen untuk istirahat dari rutinitas yang menyita hampir keseluruhan waktu mereka di rantau.
Sesungguhnya ada ikatan dalam diri manusia yang lebih primordial dari ikatan kekeluargaan, yaitu ikatan antara manusia dengan Tuhannya; “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (kami lakukan yg demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang orang yg lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Qs al-A’raf/7: 172).
Ikatan primordial yang hakiki ini sesungguhnya menciptakan kerinduan pada setiap manusia untuk terus berada di jalan Tuhan, namun demikian nafsu duniawi mengontrol manusia untuk mengabaikannya. Kita diingatkan oleh Abdullah bin Mas’ud yang berkata, ”Dalam hidup ini tidak ada satu pun manusia melainkan setiap hari ia adalah seorang tamu dan hartanya adalah harta pinjaman. Sebagaimana layaknya seorang tamu, suatu waktu ia harus pulang dan harta pinjaman harus dikembalikan.”
Bulan Ramadhan merupakan satu ibadah yang melatih kita untuk mengendalikan hawa nafsu dengan baik. Selama bulan ini, kita tidak makan, minum, dan berhubungan seksual dengan isteri atau suami sepanjang siang, serta shalat tarawih dalam jumlah rakaat yang banyak di malam hari.
Tubuh tempat ruh bersemayam sesungguhnya hanya memerlukan makan dan minum yang sedikit dan tidak memilih. Makan di warteg sama kenyangnya dengan makan di restauran mahal. Namun hawa nafsu mengubahnya menjadi tidak sesederhana itu. Makan juga adalah soal selera bahkan prestise sehingga makan di warteg menjadi tidak sama nilainya dengan makan di restauran yang mahal.
Selama sebulan lamanya sepanjang siang kita digembleng untuk mengendalikan nafsu seksual dengan baik. Banyak orang merintis karir bertahun-tahun hingga menjadi sukses, namun seketika bisa jatuh karena gagal mengendalikan nafsu yang satu ini. Puasa secara gamblang menunjukkan bahwa sesungguhnya jika mau, maka kita mampu menjaga jarak aman dari kesenangan duniawi dengan baik.
Sebulan lamanya kita digembleng untuk mengendalikan hawa nafsu, maka sebelas bulan lainnya adalah masa praktek yang dimulai tepat tanggal 1 Syawal. Hari Raya Idul Fitri adalah hari pertama pergulatan panjang dengan hawa nafsu setelah digembleng selama bulan Ramadhan. Oleh karena itu, jangan dulu merasa menang karena pertarungan sesungguhnya baru saja dimulai lagi. Kita digembleng sebulan, praktik sebelas bulan demikian seterusnya dan berakhir ketika tiba masa mudik ke kampung Tuhan.
Jika kita cukup heboh mempersiapkan bekal mudik ke kampung halaman yang hanya berlangsung beberapa hari, bukankah bekal untuk mudik ke kampung Tuhan yang berlangsung selamanya lebih penting untuk dipersiapkan? Jika masa mudik ke kampung Tuhan bisa datang sewaktu-waktu, bukankah setiap saat persiapan itu harus dilakukan?
Selamat Hari Idul Raya Fitri, selamat melanjutkan jihad akbar yaitu jihad mengendalikan hawa nafsu. Semoga kita semua berhasil lulus menjalani bulan kawah candradimuka Ramadhan, mampu memenangkan jihad terbesar dengan gemilang, dan bisa mudik ke kampung Tuhan dengan bekal yang sangat memadai. Amin Ya Rabbal Alamin! []