• Login
  • Register
Senin, 2 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mukenah Bukan Syarat Wajib Salat Perempuan

Kita akan menemukan segala macam perempuan salat dengan pakaian yang mereka kenakan. Entah menggunakan mukenah, atau bahkan cukup menggunakan pakaian mereka sendiri

Firda Rodliyah Firda Rodliyah
18/09/2023
in Personal
0
Salat Perempuan

Salat Perempuan

978
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah – Kenapa sih orang itu enggak pakai mukenah pas salat? Emang salatnya bakal sah, yaa? Bukannya mukenah itu syarat wajib salat perempuan? Kan harus nutup aurat!

Sejak kecil, saat orang tua mengajarkan anak perempuannya untuk salat. Mereka selalu diperkenalkan dengan mukenah. Sebuah pakaian tudung besar yang menutupi seluruh tubuh dan lekuknya, hingga hanya menyisakan wajah dan telapak tangan. Beberapa dari mukenah juga tidak memperlihatkan telapak tangan itu sendiri. menutupinya dengan penuh seperti sedang menggunakan kerudung berukuran XXXL.

Lantas kini mukenah semakin bermacam-macam bentuk dan bahannya. Terkadang ada yang berbentuk lurus, mengembang, berbahan tipis, tebal, mengkilap, dan sebagainya. Tak lagi seperti dulu yang hanya berwarna putih polos tanpa adanya hiasan. Sekarang berbagai warna, bahkan detail sekalipun, ada di pasaran. Industri memproduksinya besar-besaran sesuai dengan keinginan pelanggan.

Kemudian akhirnya kita terbiasa untuk salat menggunakan mukenah. Kemana-mana menemukan mukenah. Baik di masjid besar, musala kecil, hingga di tempat salat pusat perbelanjaan sekalipun. Kebiasaan kita menggunakan mukenah akhirnya menjadi sebuah budaya yang terus berkelanjutan.

Dan ketika kita tidak menemukannya di sebuah tempat ibadah, kita akan merasa kuruang nyaman untuk beribadah, merasa belum melaksanakan syarat wajib salat, sehingga salatnya seakan-akan tidak akan sah jika tidak mengenakannya.

Baca Juga:

Esensi Ibadah Haji: Transformasi Diri Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

Bekerja adalah Ibadah

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

Ketika Allah Membuka jalan: Muslimah pun Mampu Mencium Hajar Aswad

Bertemu Perbedaan

Tujuh tahun lalu, saat saya sedang berproses pada seleksi pendaftaran sebuah pondok pesantren yang memiliki pusat di Turki, saya kaget ketika menemukan seluruh abla[1] yang bertugas tidak menggunakan mukenah saat salat, padahal seluruh santri di sana mengenakannya. Mereka yang berjumlah tiga orang turut salat berjamaah bersama semua peserta seleksi yang sedang di karantina.

Tapi di antara kurang lebih seratus lima puluh orang, hanya mereka yang tidak memakai mukenah saat salat. Mereka hanya menggunakan pakaian biasa, dengan kerudung yang tidak lebar tanpa jarum pentul, dan lengan baju yang menutup hingga pergelangan tangan saja.

Waktu itu saya ragu. Sebagai penganut syafi’iyah sejak kecil, saya belum menemukan perbedaan semacam itu. Dalam benak saya kala itu adalah, apakah salat mereka sah? Apakah mereka tidak takut auratnya akan tersikap, badannya akan menarik baju dan lengannya sehingga melebihi batas pergelangan tangan, atau kerudungnya akan jatuh karena tidak memiliki penahan yang kuat.

Selama tiga hari di sana, saya selalu memerhatikan mereka ketika salat. Dan yang saya kagumi adalah, kekhawatiran saya tidak terjadi sedikitpun. Mereka tetap melaksanakan sembahyang dengan khidmat dan khusyuk.

Bertahun-tahun setelahnya, saya masih bertanya-tanya kenapa para abla di pondok pesantren tersebut tidak menggunakan mukenah. Baik di Surabaya saat berkuliah, pandangan sinis saya masih terpaku bahwa mukenah harus dipakai jika perempuan melaksanakan salatnya. Saya masih ragu dengan orang-orang yang hanya cukup menggunakan pakaiannya untuk menghadap Tuhan. “Apakah itu hal yang benar?” pikir saya.

Terhimpit Keadaan

Hingga suatu waktu saya menemui keadaan yang memaksa saya harus sembahyang menggunakan pakaian seadanya. Yakni saat saya berkunjung ke suatu tempat yang jauh. Harusnya itu adalah tempat salat, namun siapa sangka ternyata banyak juga tempat ibadah yang tidak menyediakan alat sembahyang bagi pengunjungnya.

Apalagi waktu itu masih gencarnya Covid-19. Tidak hanya mukenah, bahkan sajadah saja tidak masyarakat setempat sediakan.

Akhirnya terpaksa saya menggunakan pakaian yang sedang melekat di tubuh. Saya tidak tahu harus mencari mukenah kemana lagi, dan juga tidak terbesit untuk melanglang buana lagi menemukan masjid di tengah pedesaan dan hutan. Kerudung saya tarik, saya tata sedemikian rupa hingga dapat menutup seluruh rambut dan bawah dagu. Kaki yang terlihat, saya tutupi dengan jaket, dan saya pun melaksanakan sembahyang seperti biasa.

Tentu saya sempat berpikir apakah salat yang saya lakukan sah atau tidak. Namun akhirnya ada seorang teman yang meyakinkan saya, bahwa selama aurat untuk beribadah tertutup dengan sempurna, maka salatnya akan tetap sah.

Pelajaran dan Penerimaan

Sejak kejadian tersebut saya mulai terbiasa dengan orang-orang yang tidak menggunakan mukenah saat salat. Apalagi di masjid-masjid besar, dengan pengunjung ibadah dari berbagai kalangan dan daerah, tidak dapat dipungkiri kita akan menemukan segala macam perempuan salat dengan pakaian yang mereka kenakan. Entah menggunakan mukenah, atau bahkan cukup menggunakan pakaian mereka sendiri.

Pada suatu waktu pun ada seseorang yang turut memberikan penguatan atas keyakinan ini dengan mengatakan bahwa, “Mukenah itu hanya ada di Asia Tenggara, sehingga tidak berlaku di belahan dunia yang lain.”

Dari situlah saya mulai sadar, bahwa penggunaan mukenah merupakan budaya yang telah kuat melekat di masyarakat, sehingga telah mereka percaya sebagai salah satu ketentuan untuk menghadap Tuhan. Dan hal ini kemudian saya sadari termasuk dalam salah satu kaidah fikih yang mengatakan bahwa,

العادة محكمة

Yakni sesuatu yang terjadi secara berulang-ulang, dan bisa diterima oleh akal sehat serta fitrah manusia, bisa dijadikan sebagai acuan hukum. Begitulah akhirnnya mukenah ditinjau masyarakat umum sebagai syarat wajib salat, karena dapat menjadi tudung efektif dalam menutup aurat ibadah perempuan ketika melaksanakan salatnya. []

 

[1] Turki: Kakak

Tags: ibadahmukenahRukun IslamSalat Perempuansyarat wajib shalat
Firda Rodliyah

Firda Rodliyah

Anggota Puan Menulis

Terkait Posts

Pandangan Subordinatif

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

31 Mei 2025
Joglo Baca SUPI

Joglo Baca SUPI: Oase di Tengah Krisis Literasi

31 Mei 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Difabel di Dunia Kerja

Menjemput Rezeki Tanpa Diskriminasi: Cara Islam Memandang Difabel di Dunia Kerja

30 Mei 2025
Memahami AI

Memahami Dasar Logika AI: Bagaimana Cara AI Menjawab Permintaan Kita?

30 Mei 2025
Kehendak Ilahi

Kehendak Ilahi Terdengar Saat Jiwa Menjadi Hening: Merefleksikan Noble Silence dalam Perspektif Katolik

29 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID