Mubadalah.id – Perayaan kemerdekaan negara tercinta Indonesia baru saja lepas dua hari yang lalu. 78 tahun kini, Indonesia yang tahun ini punya jargon “Terus Melaju untuk Indonesia Maju”. Jargon tersebut, sangat pantas kita sematkan. Terlebih, Indonesia baru saja melakukan peluncuran Satria-1 di negeri Paman Sam Amerika Serikat pada 19 Juni 2023.
Satria-1 atau yang memiliki kepanjangan Satelit Republik Indonesia ini menjadi titik sejarah Indonesia di dunia telekomunikasi. Kini, Indonesia menjadi negara yang memiliki satelit multifungsi terbesar di Asia dan nomor lima di dunia. Hal ini karena kapasitas satelit Satria-1 adalah 150 Gbps. Satelit Indonesia sebelumnya, rata-rata memiliki kapasitas di bawah 100 Gbps.
Proyek ini merupakan hasil Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) antara Kementerian Komunikasi dan Informastika (Kominfo) dengan PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) lewat anak usahanya PT Satria Nusantara Tiga.
Siapa sangka, engineer yang membuat Satria-1 ini adalah seorang perempuan. Ya, dia adalah Adipratnia Satwika Asmady. Perempuan yang akrab dipanggil Nia Asmady ini mendapat amanah dari PSN untuk mengerjakan proyek Satria-1, mulai dari perancangan, pembuatan, hingga pengoperasian nantinya.
Sosok Kebanggaan Indonesia
Ada banyak cerita lika-liku Nia dalam mengerjakan proyek Satria-1. Di mana ia berada di lingkungan kerja yang mayoritas laki-laki, menjadikan dia harus bekerja keras dalam beradaptasi. Sebagaimana yang terungkap dalam pemberitaan di kanal liputan6.com.
Dunia satelit memang bukan keinginan Nia selama kuliah. Lulusan Aerospace Engineering, menjadikan Nia berkeinginan untuk bekerja di dunia pesawat terbang. Lebih spesifiknya pesawat tanpa awak. Dengan pengalaman Nia yang mengemban ilmu di Negeri Paman Sam, tidak membuat Nia untuk malu-malu kembali ke Indonesia.
Biasanya, generasi muda yang malang melintang di luar negeri, mendambakan untuk bisa bekerja di perusahaan internasional di luar negeri. Satu hal yang menjadi alasan Nia untuk kembali ke dalam negeri, dan terlibat dalam pembuatan satelit di Indonesia adalah jiwa, dan semangat nasionalismenya.
Yang lebih membanggakan lagi, dalam Proyek Satria-1 ini, di usianya yang masih 29 tahun, Nia menjadi perempuan Indonesia pertama kali yang menjadi Customer Launch Director di SpaceX. Customer Launch Director merupakan pihak yang menentukan roket SapceX Falcon 9 ini mengangkasa atau tidak.
Mematahkan Stigma Akal Perempuan Separuh Laki-laki
Nia Asmady sebagai sosok perempuan di balik peluncuran Satria-1 ini, seakan mematahkan stigma tentang akal Perempuan yang hanya separuh laki-laki. Sebagaimana sering kita dengar dari matan hadis riwayat Bukhari dan Muslim, yang dianggap sebagai landasan stigma perempuan kurang akal dan kurang agama.
Matan hadis tersebut berbunyi “Maa ra-aytu min naaqishaati ‘aqlin wa diinin adzhaba lilubbi-r-rojuli-l-haazimi min ihdakunna yaa ma’syara-n-nisaak…” yang artinya “Aku tidak melihat sebagian perempuan yang (dianggap) kurang akal dan kurang agama, (namun) mampu menghilangkan keteguhan (akal) laki-laki yang kokoh…”.
Mengutip dari pendapat Abu Syuqqoh yang mengatakan bahwa narasi hadis ini tidak membicarakan norma. Melainkan sebuah bentuk komunikasi mujamalah.
Sebagaimana penjelasan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam Buku “Perempuan Bukan Sumber Fitnah”, membuat pola mujamalah ini menjadi lebih jelas dengan ungkapan “Jika dengan kurang akal dan kurang agama saja, perempuan dapat mengalahkan akal laki-laki yang kokoh, bagaimana jika perempuan dengan akal dan agama yang utuh?”
Ungkapan ini seakan menjadi sinyal yang jelas bahwa hadis ini tidak memberikan stigma buruk pada perempuan sebagai makhluk kurang akal dan kurang agama. Melainkan sebagai sebuah bentuk pujian dalam bentuk kalimat mujamalah.
Perempuan Terus Melaju untuk Indonesia Maju
Sangat mungkin jika hadis di atas itu merujuk pada keadaan perempuan di masa lampau. Akses pendidikan yang sangat terbatas di masa lampau jelas menjadikan perempuan kurang akal dan kurang agama. Namun hal itu tidak lagi relevan dengan kenyataan hari ini.
Terlebih ketika perempuan mendapatkan akses setara di bidang pendidikan, sama halnya dengan laki-laki, maka hasilnya tidak sedikit perempuan yang menjadi lebih pintar dari laki-laki.
Tentu, Nia Asmady sebagai sosok perempuan di balik peluncuran Satria-1 telah membuktikan bahwa ketika perempuan kita beri akses, kesempatan, ruang dan kepercayaan, di masa depan ia akan tumbuh semakin cemerlang.
Kisah keberhasilan Nia Asmady ini, menjadi kado terindah dalam perayaan 78 tahun Kemerdekaan Indonesia. Kita berharap, kelak akan semakin banyak perempuan-perempuan lainnya di Indonesia yang akan mengikuti jejak Nia Asmady. Perempuan Terus Melaju untuk Indonesia Maju. Semoga. []