Mubadalah.id – Nisfu Sya’ban berarti pertengahan Sya’ban—bulan ketujuh dalam sistem kalender Islam. Kaum muslimin tradisional menganggap bulan ini termasuk bulan penting.
Sejak tanggal satu bulan ini mereka berpuasa dan memperbanyak amal saleh. Menurut keyakinan mereka, pada pertengahan bulan ini (Nisfu Sya’ban), sebagai penutupan buku catatan amal manusia dan mengantinya dengan buku baru oleh Raqib dan Atid. Malaikat yang bertugas menyatat amal manusia.
Begitu pentingnya Nisfu Sya’ban hingga mereka menyelenggarakan tradisi membaca surah Yasin sebanyak tiga kali. Kemudian, berdoa meminta agar panjang umur untuk kerja-kerja yang berguna dan terhindar dari segala bencana. Serta Allah SWT berikan kecukupan kebutuhan hidup dan mati dalam keadaan Husnul Khatimah.
Kegiatan keagamaan ini bukanlah mengada-ada, bid’ah, dan bukan tidak ada dasar agama yang mereka percaya. Usamah bin Zaid, seorang pemuda cerdas, pernah menyampaikan kepada Nabi Saw:
“Ya Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa di bulan lain lebih banyak daripada puasamu pada bulan Sya’ban.”
Nabi pun menjawab, “bulan itu sering dilupakan orang karena diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan, padahal pada bulan itu, amal-amal manusia selama satu tahun diangkat dan dilaporkan kepada Tuhan. Karenanya, aku ingin agar sewaktu amalanku dibawa naik, aku sedang berpuasa.” (HR. Ahmad dan Nasa’i).
Abu Daud, ahli hadis terkenal, menginformasikan kepada kita berita dari istri Nabi, Aisyah: “Sya’ban adalah bulan yang paling Nabi sukai. Beliau berpuasa penuh. Kemudian melanjutkannya pada bulan Ramadhan.”
Kemudian, Musaz bin Jabal, sahabat Nabi, pernah mengatakan: “Tuhan melihat semua ciptaan-Nya pada pertengahan Sya’ban. Dia akan mengampuni mereka kecuali orang-orang yang menyekutukan-Nya, yang suka membenci orang lain dan mendengki (musyahin).” Ini hadis sahih (HR Thabarani dan Ibnu Hibban). []