Mubadalah.id – Dalam rangka menyemarakkan Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia, kali ini saya akan menuliskan salah satu ulama perempuan dari Indramayu, yang namanya masyhur bahkan menjadi satu nama desa dan kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu, di mana kini saya tinggal.
Ya, Nyai Ratu Junti, yang terkenal pula sebagai sosok sufi perempuan pada zamannya di wilayah Indramayu Cirebon. Kisah sufi perempuan termuat dalam banyak guratan sejarah Islam. Sufi terkenal dalam sejarah Islam, khususnya dari kalangan perempuan adalah Rabiah al-Adawiyah.
Dia terkenal karena kecintaannya kepada Allah. Dia menganggap tak ada sesuatu apa pun yang pantas ia cintai lebih besar dari Allah.
Kisah tentang kesufian sebagaimana Rabiah al-Adawiyah tersebut juga terjadi dalam sejarah Islam di nusantara. Dia memiliki kecintaan yang sangat besar kepada Allah. Dia terkenal sebagai perempuan yang sangat menjaga kesuciannya.
Nyai Ratu Junti adalah sosok perempuan yang berparas cantik, nama kecilnya adalah “Fatimah” Beliau merupakan syarifah Mesir keturunan dari Rasulullah SAW. Karena kecintaanya terhadap Allah SWT, sehingga beliau terkenal sebagai perempuan yang sangat menjaga kesucianya.
Nyai Ratu Junti selalu menolak laki-laki yang berharap dia menjadi istrinya, karena terkenal sebagai seorang perempuan Sufi. Sementara itu, konon dia merupakan anak dari Ki Gedeng Junti dan Nyai Gedeng Junti. Keluarga ini berasal dari Champa, suatu negeri yang kini berada di Vietnam dan Kamboja.
Naskah Babad Cirebon
Nyai Ratu Junti dalam Babad Cirebon Carub Kandha Naskah Tangkil diceritakan selalu menolak untuk bersentuhan dengan laki-laki. Dia juga menghindari lak-laki yang berharap agar dirinya menjadi istrinya.
Cerita terkenal tentang Nyai ini yakni jatuh cintanya Dhampu Awang, seorang juragan yang kaya raya. Dia adalah putra dari Brahmana Sakti Linuwih. Untuk membuktikan keseriusan cintanya, Dhampu Awang lalu membawa harta dan kepingan emas yang beraneka ragam untuk dihadiahkannya.
Dhampu Awang sampai melempar-lemparkan perhiasan emas ke sembarang tempat di sekitar Keraton Ratu Junti. Tujuannya agar dia bersedia menemui dia dan hatinya luluh.
Namun, justru kebalikannya, Ratu Junti menolak dan semakin menjauh. Guna menghindari kejaran Dhampu Awang, Nyai membuat sayembara. Yaitu barang siapa yang bisa membongkar bersih Kuta Bambu Pri dalam semalam, maka ia akan mengabdi kepada orang itu.
Sayembara itu pun terdengar oleh Dhampu Awang lalu dia mengumumkan kepada semua orang.
“Hey wong Junti, carilah olehmu emas-emasku dalam semalam ini. Oleh itu sediakanlah peralatan untuk menggempur bersih Kuta Bambu Ori Nyi Ratu Junti,” kata Dhampu Awang.
Pengumuman Dhampu awang tersebut direspons oleh warga Junti. Mereka mengajak keluarganya yang tinggal di desa lain. Mereka membawa peralatan seperti linggis, pacul, wadung, bendo, rimbas, dan pedang.
Perlindungan Syekh Bentong
Ketika malam tiba, Dhampu Awang menebar emas. Penduduk Junti pun beramai-ramai menggempur Kuta Bambu Ori dan bersih. Kendati Dhampu Awang berhasil memenangkan sayembara, Nyai melarikan diri bersama putri angkatnya ke Karang Gayam. Yakni untuk meminta perlindungan kepada Syekh Bentong.
Dhampu Awang tahu Nyai Ratu Junti melarikan diri. Dia membuntutinya menggunakan perahu saktinya dari awang-awang. Di saat perahunya berada tepat di atas Syekh Bentong yang sedang berbincang dengan Nyai, perahunya jatuh ketika terbangun melihat sang Nyai sedang berada di depan sesepuh.
Dhampu Awang merasa malu atas perbuatannya yang terus memaksa Nyai Ratu Junti, meski telah tertolak. Dhampu Awang lalu pergi kembali ke negerinya.
Nyai Ratu Junti Masuk Islam
Alkisah dalam buku tersebut, Nyai Ratu Junti masuk Islam dibimbing langsung oleh Syekh Bentong Karang Gayam. Nyai kemudian diperistri oleh Syekh Bentong. Adapun Syekh Bentong merupakan putra dari ulama masyhur dari Karawang yakni Syekh Quro.
Dalam buku tersebut juga menyebutkan, Nyai Ratu Junti berguru kepada Syekh Siti Jenar. Nyai tergambarkan sebagai perempuan yang gemar mengembara. Dia memandang bahwa segalanya hanya tertuju ke pada Allah.
Dalam artikel lain disebutkan, Nyai pemimpin wilayah Kegadengan Junti yang merupakan bagian dari Kesultanan Cirebon dengan Mbah Kuwu Sangkan sebagai Sultan pertama dengan gelar Prabu Abhi Seka Sri Mangana Khalifatur Rasul Sayyidina Panatagama Ratu Aji Caruban Larang.
Dalam masa-masa pemerintahan selanjutnya, wilayah Kage dengan Junti dipimpin oleh seorang Kuwu. Desa Juntiyuat merupakan ibu kota Kecamatan Juntiyuat wilayah Kabupaten Indramayu.
Dari kisah tersebut Nyai Ratu Junti adalah salah satu wali Allah. Ulama perempuan yang patut kita hormati perjuangannya karena jasa-jasanya dalam menyebarkan agama Islam. Dan Nyai juga menganut paham ketauhidan karena pernah berguru dengan Syekh Siti Jenar yang akhirnya dibimbing syahadat oleh Syaikh Bentong. []