Mubadalah.id – Tanggung jawab operasional, perawatan, monitoring, dan asistensi perbaikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada dasarnya menjadi kewajiban masyarakat. Namun, secara umum dalam realitasnya masyarakat tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukannya.
Karena hal itu hanya bisa dilakukan oleh kalangan yang memiliki “daya linuwih” dalam hal operasionalisasi dan perawatan PLTS.
Masyarakat, terutama yang berada di level bawah, tak menjadikan PLTS sebagai prioritas utama, sebab mereka masih sibuk mengatasi persoalan sandang, pangan, dan papan.
Sebab ketidakberdayaannya ini, kedudukan masyarakat dalam konteks ini dipandang sebagai pihak lemah. Kedudukan mereka ibarat anak yatim yang tidak memiliki pelindung.
Sehingga negara harus menjadi pelindung bagi mereka. Karena posisi negara itu ibarat pelindung bagi anak yatim yang tidak memiliki pelindung. Hal ini sebagaimana dikemukakan Imam Syafi’i:
“Kedudukan penguasa tehadap rakyat itu laksana kedudukan pelindung terhadap anak yatim.”
Negara juga hadir sebagai payung Allah di muka bumi untuk melindungi kelompok yang lemah. Negara seharusnya menjadi pelindung bagi seluruh warga negara.
Pemerintah harus mengambil posisi terdepan sebagai pelayan dan pelindung masyarakat, sebagaimana tertulis dalam salah satu hadits riwayat Ibnu Najjar dari Abu Hurairah:
“Penguasa adalah payung Allah di muka bumi yang menjadi tempat perlindungan orang yang lemah.”
Begitu juga tujuan program PLTS akan dapat tercapai dengan baik saat program tersebut tanpa monitoring dan asistensi perbaikan secara konsisten.
Di mana hal ini hanya bisa kita lakukan dengan baik oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi dan kualifikasi khusus (akademisi atau teknisi) pada bidangnya. Negara tidak boleh mengelak dari tanggung jawab untuk merealisasikan PLTS. []