• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Orang yang Depresi Bukanlah Manusia yang Lemah Iman

Semua agama memang melarang umatnya melakukan bunuh diri, tetapi jika kemudian dikaitkan kepada depresi, maka saya sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa orang yang depresi itu bukanlah orang yang lemah iman

Mambaul Athiyah Mambaul Athiyah
06/12/2021
in Hikmah
1
Hamil adalah Kodrat Perempuan

Hamil

3.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Akhirnya terketuk untuk menuliskan juga. Melihat timeline seliweran, penuh komentar MahaKepoisme dari banyak orang rasanya kok sebal. Sekali lagi justifikasi negatif sepihak mewarnai banyaknya dukungan yang diungkapkan oleh good people yang merasa simpati dengan kejadian baru-baru ini.

Saya sepakat jika semua agama memang melarang umatnya melakukan bunuh diri, tetapi jika kemudian dikaitkan kepada depresi, maka saya sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa orang yang depresi itu bukanlah orang yang lemah iman.

Tetangga saya sendiri contohnya. Rajin ibadah, ngajinya juga bagus tetapi karena terobsesi dengan nilai “Terbaik” semasa sekolah membuatnya terlalu larut dalam kesendiriannya, belajar dengan begitu memforsir diri, takut adanya stigma miring jika dia tiba-tiba turun peringkat sehingga bayangan itu membawa ingatannya pergi. Menjadikannya masuk dalam kubangan depresi lalu secara kejiwaan dirinya didiagnosis sebagai penderita gangguan kesehatan mental.

Dahulu dia ‘shalatan’ bahasa daerah untuk menyebut mereka yang rajin shalat. Dalam kategori penilaian kasat mata, jelas dia pasti memiliki iman, lantas kenapa depresi?

Bukan kita kemudian yang menentukan jawaban itu karena masing-masing orang memiliki kekuatan mental yang berbeda. Masing-masing orang memiliki pressure dalam hidup yang juga berbeda, menghadapinya juga dengan banyak cara yang berbeda.

Baca Juga:

Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

Tren Mode Rambut Sukainah

Termasuk tidak berakhir bunuh dirinya tetangga saya dikarenakan support penuh keluarga yang mendampinginya full setiap hari, juga tidak mengasingkannya, masih merangkulnya dalam kebersamaan. Alih-alih malu. Apa sih, yang harus menjadi pertimbangan malu itu? Mereka menekan semua itu dengan bergandengan tangan.

Munculnya kasus Mahasiswi Malang yang benar-benar malang sekali hidupnya itu membuatku teringat satu scene dalam drama Korea “Hotel Del Luna”. Di mana pertanyaan salah satu kerabat arwah yang berusaha ditenangkan jiwanya di dalam Hotel Del Luna sebelum diantarkan ke Surga tanpa penyesalan (seharusnya, karena kenyataannya arwah itu malah berubah menjadi arwah pendendam) membuat hati Manajer Ku Chan Seong terenyuh. “Apakah arwah adikku sudah tenang di sana?”.

Sementara sang adik meninggal karena foto-fotonya serta video yang tidak senonoh disebarkan oleh kekasihnya sendiri. Hal itu membuat tokoh perempuan depresi, melihat sendiri gambarnya menjadi konsumsi publik tidak mampu menutup pintu frustasi dalam dirinya dan akhirnya memutuskan mengakhiri hidupnya.

Menjawab pertanyaan itu, Manajer Ku terlihat begitu sedih, teringat bagaimana arwah korban pelecehan itu musnah dibakar Malaikat Maut karena sudah menjadi arwah pendendam. Padahal, sampai mati pun si arwah mengincar pelaku karena tidak rela hidupnya hancur sementara pelaku hidup tenang bergelimang harta dengan menyebarkan konten ilegal dibalik perusahaan media yang digawanginya. Intinya, bahkan semua agama pun melarang kita dendam, tetapi depresi, itu lain perkara. Ini bukan melulu perkara lemah iman.

Ingat, agama kita menjelaskan prinsip bagaimana menghadapi rasa was-was, syak atau keraguan, hasad, iri, dendam, terlalu bangga pada diri sendiri, merasa benar sendiri, merasa terkurung sendirian, merasa selalu dicaci-maki orang, semuanya dengan kembali kepada Tuhan. Tetapi siapa yang bisa mencegah pikiran buruk kalau bukan karena banyaknya bisikan-bisikan keputusasaan yang mendera bertubi-tubi.

Sementara mereka yang care, yang menuntunnya kepada ajakan kembali berzikir kepada Tuhan ternyata jauh dari gapaian tangan. Kalau sudah frustasi, kecewa, sendirian, lantas manusia bisa apa? Karena itulah perkara naza’nya manusia itu perkara penting, malaikat dan iblis menunggu nyawa manusia yang ada di kerongkongan itu untuk memilih menjadi su’ul khotimah atau husnul khotimah.

Wallahu A’lam.

Kita akan bilang itu semua mudah karena kita tidak mengalaminya sendiri. Kita akan bilang semua itu salah karena kita tidak mengalaminya sendiri. Jika dihadapkan pada situasi yang sama, mungkin kita akan berbuat sama atau lebih parah, atau lebih tabah? Siapa yang tahu.

Namun, tidak semestinya kita mencibir kepada korban yang telah wafat. Ambil positifnya bahwa dia sudah meninggalkan catatan agar mereka yang ditinggal mengerti perasaannya, mengerti bagaimana sakitnya dia terpuruk sendiri dalam acungan kesalahan yang ditimpakan hanya kepadanya. Sehingga pertanyaan seperti dalam scene “Hotel Del Luna di atas bisa dijawab dengan jawaban yang memang pantas dan baik. Serta pelaku yang berbuat salah itu bisa dihukum dengan semestinya.

Wallahu A’lam.

Dalam doa penutup bacaan dziba’ terdapat satu bait doa yang memang benar-benar dahsyat maknanya. Karena meminta diantaranya adalah agar Allah menjauhkan kita dari segala fitnah. Bukan sekedar menjauhkan tetapi juga menyelamatkan kita. Betapa fitnah-fitnah kejam dunia inilah salah satunya yang akan membawa benih-benih depresi itu muncul. Selain kita hendaknya berdoa agar Allah memberi kita selalu sihah wa aafiyah, tidak sekedar sehat fisik juga sehat batin.

Apa doanya?

Waj’alnaa min fitnati haadzihiddunyaa saalimiin. Ya Rabb.

Baca tiga kali dalam setiap doa kita dan sugestikan dalam hati bahwa Allah akan mengabulkan.

Allahumma Sallimna ya Allah

Sallimna ya Allah

Sallimna ya Rabbal’Alamin. []

Mambaul Athiyah

Mambaul Athiyah

Pengasuh Ponpes Maslakul Huda Lamongan Jawa Timur

Terkait Posts

Surah Al-Ankabut Ayat 60

Refleksi Surah Al-Ankabut Ayat 60: Menepis Kekhawatiran Rezeki

28 Mei 2025
Etika Sosial Perempuan 'Iddah

Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah

28 Mei 2025
Kehidupan

Fondasi Kehidupan Rumah Tangga

27 Mei 2025
Sharing Properti

Sharing Properti: Gagasan yang Berikan Pemihakan Kepada Perempuan

27 Mei 2025
Meneladani Noble Silence

Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an

24 Mei 2025
ihdâd

Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum

24 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tren Mode Rambut Sukainah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Hukum Dokter Laki-laki Memasangkan Kontrasepsi IUD?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID