Mubadalahid – Hadis ini menjelaskan tentang sosok pahlawan perempuan pelindung Nabi saat di perang Uhud. Siapakah pahlawan perempuan pelindung Nabi ini? Simak riwayat berikut:
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه، كان يتحدث عن أم عمارة نسيبة بنت كعب، سمعت رسول الله، صلى الله عليه وسلم، يقول يوم أحد: ما التفت يمينا ولا شمالا إلا وأنا أراها تقاتل دوني. أخرجه ابن سعد. الطبقات الكبرى لابن سعد، أم عمارة الأنصارية، ج8، ص 415.
Terjemahan:
Dari Umar bin Khattab ra, ketika ia bercerita mengenai Ibu ‘Ammarah, yaitu Nusaibah bint Ka’b, Bahwa Rasulullah Saw mengatakan tentang dirinya ketika perang Uhud: “Setiap saya menoleh ke kiri maupun ke kanan, saya melihatnya gigih melindungi saya”. (Thabaqat Ibn Sa’d, juz 8, hal. 415).
Sumber Hadis:
Kisah ini tidak tercantum dalam kitab-kitab teks Hadis, tetapi ada dalam kitab-kitab perawi Hadis dan sejarah.
Penjelasan Singkat:
Kisah ini adalah mu’jizat dari Allah Swt sekaligus pelajaran bagi umat manusia yang mungkin masih meremehkan kemampuan perempuan. Sebagaimana kita tahu, perang Uhud adalah perang dimana semua pasukan umat Islam kalah dan terpukul mundur. Semua laki-laki yang menjaga Nabi Saw terpaksa menyelematkan diri masing-masing karena desakan pasukan musuh. Laki-laki gagah, seperti Abu Bakr, Umar, Ali, dan yang lain terdesak mundur. Dan Nabi Saw terbuka untuk diserang, bahkan tersiar kabar bahwa Nabi Saw sudah terbunuh.
Adalah Nusaibah bint Ka’ab, seorang perempuan, yang justru terus bertahan, dengan gagah berani menghalangi segala serangan yang meringsek ke hadapan Nabi Saw. Seperti yang terungkap dalam berbagai riwayat kitab sejarah, dia terluka di belasan anggota tubuhnya dari serangan pedang. Sehingga diberi julukan sebagai Umm al-Asyaf, perempuan penuh luka pedang.
Nabi Saw mengapresiasi kipranhnya dan selalu menyebut jsasanya dalam menyelematkan beliau di perang Uhud. Sejarah kita seharusnya menyebut dan mengapresiasi nama-nama perempuan penuh jasa seperti Nusaibah bint Ka’ab ra, Sumayyah ibu Ammar bin Yasir r.a yang syahid pertama kali dalam Islam, Fathimah bint al-Khattab ra yang dengan gagah menghadapi dan kemudian berdialog dengan Umar di saat semua ketakutan padanya, Asma bint Abi Bakr ra yang menghapus jejak tapak Nabi Saw ketika hijrah, Umm Salamah ra yang berani berhijrah ke Habsyah, Rufaidah ra yang merawat pasukan-pasukan yang terluka, dan banyak perempuan lain yang tidak bisa disebutkan semua di sini.
Dalam tawassul kita, semestinya tidak hanya menyebut nama-nama laki-laki. Tetapi juga nama-nama perempuan untuk mengenang dan mengingatkan bahwa kehidupan ini tidak dibangun oleh laki-laki semata, tetapi juga oleh dan bersama perempuan.