Mubadalah.id – Salah satu ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa nilai-nilai dan pakem pokok pakaian muslimah bersifat universal.
Pakaian berlaku di mana pun dan kapan pun. Namun demikian, sebagai pakaian yang dikenakan manusia dari beragam latar belakang budaya, bangsa, usia, musim dan cuaca, pilihan desain, bentuk, bahan dan motif pakaian muslimah bersifat lokal dan temporal.
Jika dikaitkan lagi dengan selera personal, maka, Nyai Badriyah menyebutkan, ragamnya semakin banyak.
Di sinilah pakaian muslimah menjadi bagian dari produk budaya manusia yang beragam.
Kita bisa mengenali model pakaian muslimah Saudi Arabia yang tidak sama dengan muslimah Indonesia, Turki, Iran, Ghana, Somalia, India, Pakistan, Bangladesh, Cina, dan lain-lain.
Beda negara dan bangsa beda pula kain khasnya, motifnya, serta bentuk dan desain pakaiannya.
Hari ini kita menjumpai ragam ekspresi busana muslimah di dunia Islam.
Saat di Tanah Suci semua itu tampak. Pakaian menunjukkan asal bangsa dan negara. Masyarakat Arab terbiasa menggunakan gamis satu potong dari atas sampai bawah, baik laki-laki maupun perempuannya.
Bedanya, gamis perempuan berwarna hitam atau gelap, sementara lakiaki pada umumnya berwarna putih atau warna terang.
Masyarakat India senang menggunakan setelan kain sari dengan motif sama antara baju atasan, bawahan dan selendangnya. Masyarakat Indonesia senang menggunakan batik sebagai baju seragam untuk atasan, dengan motif sama untuk laki-laki dan perempuan.
Muslimah Turki bisa mengenalinya dengan gamisnya yang berbelah dan berkancing di bagian depan, dan sebagainya.
Pendek kata, Nyai Badriyah mengungkapkan, keragaman bangsa, budaya, dan suku tercermin dalam desain dan motif pakaiannya. (Rul)