Mubadalah.id – Dalam fikih klasik, mazhab Syaffi dan Hanbali memandang hukum khitan bagi laki-laki itu wajib, sementara Hanafi dan Maliki menghukumi sunah. Sementara khitan bagi perempuan itu wajib menurut mazhab Syafi’i, dan makruh menurut tiga mazhab yang lain.
Perbedaan pandangan ini karena perbedaan memandang dan memahami teks al-Qur’an dan Hadis yang berhubungan dengan isu khitan.
Banyak ulama berpendapat tidak ada satupun teks Hadis terkait khitan yang bisa dijadikan rujukan untuk khitan bagi perempuan, sehingga perdebatannya bisa semakin tajam, termasuk mengundang para ulama fikih kontemporer.
Dalam fikih kontemporer, di samping beberapa ulama yang mengikuti pernyataan ulama fikih klasik, juga banyak mengembangkan ijtihad ulang dan baru.
Fatwa MUI tahun 2008 memandang khitan perempuan sebagai bagian dari syiar Islam, yang tidak boleh dilarang, tetapi juga tidak wajib dilakukan.
Jikapun melakukannya, maka harus dengan syarat ketat tidak menimbulkan dharar (dampak buruk dan rusak). Termasuk tidak memotong atau melukai klitoris, hanya menghilangkan sedikit saja selaput yang menutup klitoris.
Beberapa ulama di Timur Tengah dan Indonesia melarang praktik khitan perempuan. Karena faktanya secara medis menimbulkan dampak buruk dan rusak (dharar) bagi perempuan.
Praktik Khitan Perempuan
Praktik khitan perempuan, dalam bentuk apa pun, tidak memiliki manfaat sama sekali bagi kehidupan biologis dan psikis perempuan.
Secara anatomis, perempuan tidak memiliki anggota tubuh yang dianggap lebih atau menutupi sesuatu, sebagaimana laki-laki, yang perlu dibuang atau dikhitan.
Sedangkan dalil-dalil yang ada, sebagaimana para ulama Hadis, tidak ada yang kuat, valid, dan tidak bisa menjadi rujukan.
Fatwa ini secara resmi diadopsi oleh Majlis Fatwa Mesir sejak tahun 90-an. Bahkan Februari tahun 2020, lembaga Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah Universitas Al-Azhar, Kairo kembali mengeluarkan fatwa larangan khitan perempuan yang ditandatangani oleh Syekh al-Azhar, Dr. Ahmad Tayyib.
Ulama lain, seperti Abdul Wahab Khalaf, Muhammad Syaltut, Ali Jum’at, Yusuf al-Qardhawi juga mengeluarkan pandangan serupa.
Tulisan yang cukup lengkap dengan argumentasi utuh mengenai larangan ini bisa kita temukan di fatwa Syekh Yusuf al-Qardhawi dalam websitenya.
Adik dari Hasan al-Banna sang pendiri Ikhwan Muslimin, Jamal al-Banna juga menulis buku cukup keras tentang khitan perempuan sebagai tindakan kriminal.
Judulnya Khitan al-Banit Laisat Sunnah wa La Makrimah wa Lakin Jarimah (Khitan Perempuan Bukan Sunah dan Bukan Kemuliaan, Tetapi Pidana). []