Mubadalah.id – Pembahasan hukum Islam tentang hak – hak anak adalah pengalaman baru bagi masyarakat modern.
Meskipun substansinya bisa ditemukan dalam fikih klasik, namun pendekatan, penyebutan apa saja yang dianggap hak bagi anak, dan penjelasan detailnya adalah sesuatu yang benar-benar baru dan lahir untuk merespon konteks kontemporer.
Pembahasan hak anak dalam fikih kontemporer, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak, masih banyak terjebak pada dua karakteristik fikih klasik yang justru mengaburkan perspektif perlindungan anak.
Dua karakteristik ini adalah, pertama, soal orientasi kajian hukum Islam yang terfokus pada subyek individu orang dewasa. (Baca juga: Pentingnya Perlindungan Khusus Hak Anak)
Kedua, soal makna atau konsepsi tentang anak. Dalam fikih konsep anak itu masuk polisemik antara anak sebagi “seseorang yang belum dewasa” dengan anak dalam posisi seseorang dalam relasinya dengan kedua orang tuanya.
Dua hal krusial ini, kata Kang Faqih, pada faktanya sering mengaburkan perspektif kemaslahatan anak.
Padahal ini seharusnya menjadi bagian dasar fikih hak anak jika merujuk pada konsep maqashid al-syari’ah.
Pembahasan mengenai hak-hak anak dalam hukum Islam kontemporer seringkali tidak berangkat dari anak sebagai subyek.
Kemudian kerapkali tidak berpijak pada kebutuhan anak-anak dalam kehidupan nyata.
Pembahasannya lebih menyoal pada tindakan-tindakan orang dewasa sebagai subyek hukum atas anak yang menjadi tanggung-jawab mereka. (Rul)