Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan ulama progresif menyebutkan bahwa perempuan mempunyai status dan posisi yang setara dengan laki-laki. Perempuan menurut aliran ini memiliki potensi-potensi kemanusiaan sebagaimana yang laki-laki miliki, baik dari aspek intelektual/akal, fisik maupun aspek mental-spiritual.
Perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan tidak memiliki signifikansi yang meniscayakan kita untuk membedakan mereka dalam mengekspresikan hak dan kewajiban masing-masing di depan hukum dan aktifitas sosial yang lain.
Atas dasar pikiran ini, aliran ini berpendapat bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Termasuk dalam berbagai aktifitas kehidupan mereka baik dalam ranah privat maupun publik. Aliran ini dianut oleh sangat sedikit ulama Islam, dan kita mungkin menyeburnya sebagai aliran progresif.
Adalah menarik bahwa dua aliran besar ini mengajukan argumen keagamaan dari sumber yang sama, yaitu al-Qur’an dan Hadits Nabi. Dua sumber paling otoritatif dalam sistem keagamaan kaum muslimin.
Kedua sumber Islam ini memang menyediakan teks-teks yang menjelaskan tentang kedudukan manusia yang setara di hadapan Tuhan, penghormatan martabat manusia, penegakan keadilan dan sebagainya.
Di satu sisi, dan teks-teks yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, keunggulan dan otoritas laki-laki atas perempuan, kelemahan akal dan agama perempuan, dan sebagainya.
Di sisi yang lain, mengacu pada dua sumber utama ini. Maka produk-produk pemikiran ulama Islam juga memperlihatkan pandangan-pandangan yang ambigu Ulama Islam terkemuka.
Imam Jalal al-Din al-Suyuti, dalam bukunya “Asybah wa al Nazhair” menyebut sekitar 100 lebih perbedaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Ini adalah ringkasan atau rangkuman Suyuti yang ia ambil dari buku-buku fiqh lain. []