Hari hari ini, sebagai dampak dari RUU-PKS yang masih ditunda pembahasannya oleh DPR, perbincangan marrital rape (perkosaan dalam perkawinan) terus terjadi sesekali disertai meme meme dan joke joke sindiran. Lantas apakah ada pemerkosaan dalam pernikahan?
Saya menduga, sahabat sahabat yang mempermasalahkannya, belum memahami konsep “as shihhah wa al-butlan” dan konsep “al-halal wa al-haram” di sisi lain. Sebagian orang memahami, jika perilaku sudah diyatakan “sah-shahih” maka pasti halal, dan yang diyatakan “batal” pasti haram.
Padahal, belum tentu begitu. Seakan jika sudah sah sebagai suami istri maka apa saja, termasuk hubungan seksual menjadi halal. Ini pandangan yang salah.
Sah dan batal itu terkait dengan syarat dan rukun. Sebab itu, ulama seringkali berbeda apakah suatu prilaku sah atau batal karena perbedaan menentukan syarat dan rukun. Sedang halal haram itu terkait dengan dampak prilaku itu, apakah mafsadah (keburukan) atau maslahah (kebaikan). Jika prilaku mengandung mafsadah maka haram, dan jika mengandung maslahah maka halal.
Maka, ada prilaku yang sah-shahih, karena telah memenuhi syarat dan rukun, tetapi ia bisa haram karena mengandung mafsadah. Melakukan hubungan seks dengan istri adalah sah, karena terpenuhi syarat sebagai hubungan yang sah, tetapi bisa haram jika memberi dampak mafsadah.
Bersenggama dengan istri ketika haid, ketika sakit, atau udzur syar’i lainnya adalah sah, dan pasti bukan zina, tetapi ia haram karena berdampak mafsadah. Hubungan suami istri adalah sah, tetapi jika dipaksakan, apalagi dengan cara kekerasan, maka ia haram, karena berdampak mafsadah.
Jadi jelas ya. Jangan dikaburkan lagi. Jika RUU P-KS mengusulkan menghukum kekerasan seksual dalam perkawinan, bukan berarti menganggapnya sebagai zina, tetapi perbuatan sah yang berdampak mafsadah.
Lalu bagaimana seharusnya hubungan seks dilakukan ? Hak dan kewajiban siapa. Secara sederhana al-Qur’an mengajarkan bahwa hubungan seks adalah hak dan kewajiban suami istri. Itulah makna ayat yang sangat agung “hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna”- istri istri itu adalah pakaianmu-dan jangan lupa-bahwa kalian wahai para suami adalah pakaian istri.
Masih kurang jelas bagaimana perumpamaan al-Qur’an? Jelas bukan? Bukankah al Qur’an mengajarkan kesalingan, khususnya dalam hubungan seksual.
Demikian terkait pemerkosaan dalam pernikahan? Semoga bermanfaat. []