Mubadalah.id – Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan sistem demokrasi. Bisa kita lihat salah satu sistem demokrasi ini dengan adanya pemilihan umum (Pemilu) 2024 baik calon pemilihan kepala daerah (Pilkada), pemilihan calon legislatif (Pilleg) dan pemilihan presiden (Pilpres).
Partai politik yang mendapat suara terbanyak dialah yang akan memenangkan kompetisi politik dalam pemilu, namun alih-alih bersaing politik dengan sehat sebagian dari kelompok menggunakan cara kotor untuk memenangkan pemilu salah satunya dengan menyebarkan berita hoaks dan ujaran kebencian (hate speech).
Setiap menjelang pemilu berita hoaks dan narasi ujaran kebencian di media sosial itu bukan hal yang baru. Pasalnya, hal ini selalu menjadi agenda lima tahunan, tentu saja tujuannya adalah untuk menjatuhkan saingannya dipolitik.
Melansir dari Wikipedia, hoaks adalah informasi atau berita yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar apa adanya. Yang mana hoaks ini dapat mempengaruhi persepsi publik dalam pemilihan suara. Pada umumnya hoaks disebarkan melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, Line, Twitter dan media sosial lainnya.
Data Berita Hoaks
Mengutip dari CNBC Indonesia, berita hoaks dan ujaran kebencian banyak ditemukan dalam anak perusaan Meta seperti Facebook dan Instagram. Maka tidak heran jika selama masa pemilu ini terdapat 1.325 konten yang dilaporkan sebagai konten hoaks terkait pemilu.
Selain dua platform tersebut, hoaks pemilu juga banyak kita temukan di Twitter atau sekarang berganti nama menjadi X. Di X juga kita temukan ada sebanyak 947 konten hoaks pemilu.
Berikutnya konten hoaks juga mereka temukan di TikTok, Youtube dan juga Snack Video. Di TikTok ada 342 konten, Snack Video 36 konten, dan 34 konten pada Youtube. Dari total 2.882 konten sudah kita ajukan untuk di-take down semua dan yang sudah di-take down sebanyak 1.399 konten dan sisanya 1.483 sedang mereka tindak lanjuti.
Melihat data ini jujur sebagai anak muda yang banyak beraktivitas di media sosial merasa sedih dan takut. Pasalnya dengan bertebaran narasi hoaks ini pasti akan mempengaruhi penggunanya. Karena itu, tidak heran jika selama masa pemilu aku sering menemukan komentar-komentar yang bernada ujaran kebencian, fitnah dan kotor. Apalagi dalam konten-konten tentang Pemilu.
Dengan adanya konten hoaks itu, kita juga rentan untuk ikut melontarkan komentar buruk di media sosial. Di sisi lain, anak muda juga banyak yang mudah percaya, sehingga tanpa cek terlebih dahulu kebenarannya. Ia justru dengan penuh percaya diri ikut men-share dan memviralkan konten hoaks tersebut.
Oleh karena itu, untuk menghindari berita-berita yang tidak benar kita harus cerdas dalam menanggapi berita, baik di media sosial ataupun di dunia sosial.
Lima Cara Membedakan Berita Hoaks dan Tidak
Melansir dari kominfo.go. id ada lima cara untuk membedakan berita asli dan tidak.
Pertama, kita harus hati-hati dengan judul yang provokatif. Berita hoaks seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoaks.
Kedua, cermati alamat situs. Untuk informasi yang kita peroleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya adalah perlu kita ragukan.
Ketiga, periksa fakta. Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya. Bahkan sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.
Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.
Keempat, cek keaslian foto. Di era teknologi digital saat ini, bukan hanya konten berupa teks yang bisa mereka manipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.
Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa kita bandingkan.
Ikuti Grup Diskusi
Kelima, ikut serta grup diskusi anti-hoaks. Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoaks, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoaks (FAFHH), Fanspage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoaks atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.
Terakhir, teman-teman kita boleh berbeda pilihan, tapi jangan sampai kita saling membenci dan memfitnah satu sama lain. Mari berkontribusi dalam kemajuan bangsa dengan menciptakan pemilu yang sehat, adil dan bermartabat. Oleh karena itu, hindarilah hoaks dengan memilah-milah informasi yang baik dan benar. Suarakan Pemilu tanpa hoaks dan wujudkan tanpa kebencian. []