Mubadalah.id – Isu pemukulan terhadap anak hari ini masih hadir di hampir semua tulisan tentang hak pendidikan bagi anak, dan menganggapnya wajar sebagai metode pendisiplinan selama dilakukan dengan wajar, terukur, dan penuh kasih sayang.
Pemukulan anak juga harus melakukannya secara bertahap, mulai dari nasihat ringan terlebih dahulu. Kemudian perkataan keras, baru terakhir pemukulan yang ringan, tidak menimbulkan sakit secara berlebihan, dan tidak melukai (mubarrih).
Tujuannya harus benar-benar untuk mendidik dan mendisiplinkan, dan meyakini bahwa metode itu akan efektif.
Namun, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak, jika tahu pemukulan anak tidak akan efektif, maka pemukulan tidak perlu dilakukan. Karena, tujuan pemukulan sudah tidak ada, dan hukum bolehnya juga menjadi hilang (al-hukm yaduru ma’a ‘illatihi wujudan wa adaman).
Atau jika tahu, bahwa pemukulan yang keras dan menyakiti yang justru akan efektif, juga tidak boleh melakukannya. Karena memukul yang keras, menyakiti, dan atau melukai, adalah haram dan bukan metode pendidikan.
Dalam buku Lembaga Anak di bawah Al-Azhar menyatakan pemukulan dalam hadits di atas adalah pemukulan yang ringan, tidak menyakiti, tidak di muka, dan tidak menyebabkan luka fisik maupun psikis.
Lebih dari itu, Islam merupakan agama yang melarang kekerasan fisik maupun psikis sebagai metode pendidikan anak.
Mengaitkan pemukulan dengan tujuan pendidikan adalah jalan awal untuk membahasnya lebih komprehensif dalam kerangka maqashid al-syari’ah yang khas hak anak.
Larangan Pemukulan Istri
Kita bisa belajar pada Syaikh Ibn Asyur yang, dengan kerangka maqashid, telah melarang pemukulan istri oleh suami. Sekalipun banyak ulama fikih yang membolehkan dengan dasar al-Qur’an (QS. an-Nisa: 34).
Kedua isu ini, istri dan anak, adalah sama tentang pemukulan yang memiliki tujuan pendisiplinan.
Dalam konteks suami-istri, tujuannya mendisiplinkan istri agar kembali menjadi istri yang baik, dan dalam konteks anak-anak adalah mendisiplinkan mereka agar menjadi anak-anak yang baik. (Rul)