Mubadalah.id – Salah satu dewan penasehat ulama perempuan (KUPI), KH. Husein Muhammad menjelaskan bahwa untuk memahami isu istri shalihah lebih luas, perlu membaca teks-teks lain yang terkait.
Buya Husein berpandangan, dalam memahami isu istri shalihah perlu berpikir kompregensif, tidak eklektik. Akan tetapi sebelum menyebutkan teks-teks tersebut, penting rasanya untuk memahami kata salih itu sendiri. (Baca juga : Penjelasan Istri Shalihah Menurut Buya Husein (3))
Kata Buya Husein, apakah sih makna genuin dari kata Shalih/Shalihah?
Shalih menurut Buya Husein, secara literal bermakna : baik, sehat, patut, kokoh, bermanfaat, damai, selaras, dan sejenisnya.
Buya Husein mengutip pendapat Muqatil bin Sulaiman, seorang mufassir klasik, dalam salah bukunya yang terkenal Al-Asybah wa al-Nazhair fi al-Quran al-Karim, menyebutkan bahwa kata shalah, akar kata dari shalih, dalam al-Quran memiliki paling tidak enam makna.
Enam Makna Shalih
Pertama, berarti iman. Ini antara lain tertulis dalam surat ar-Ra’d ayat 23, an-Nur ayat 32 dan Yusuf ayat 101.
Kedua, judah al-Manzilah (sikap/posisi yang baik di hadapan orang lain). Ini tertulis dalam Surat, Yusuf ayat 9, Al-Baqaraha ayat 130, dan an-Nahl ayat 122. (Baca juga : Penjelasan Istri Shalihah Menurut Buya Husein (2))
Ketiga, al-Rifq, bersikap lembut, bersahabat. Ini tertulis dalam surat al-Qashash ayat 27, dan al-A’raf ayat 142.
Keempat, sawa al-khalq, ciptaan yang bagus. Ini tertulis dalam surat al-A’raf ayat 189.
Kelima, al-Ihsan, berbuat baik, indah. Ini tertulis dalam surat Hud ayat 88.
Keenam, al-thaah, ketaatan. Yakni ketaatan kepada Allah dalam menjalani kehidupannya di dunia. Ini tertulis dalam surat al-Baqarah ayat 11, al-A’raf ayat 56, al-Baqarah ayat 82, an-Nisa ayat 57 dan 122, dan al-Ankabut ayat 9. Di sini kata al-Thaah selalu dimaknai sebagai ketaatan kepada Allah. (Baca juga: Penjelasan Istri Shalihah Menurut Buya Husein (1))
Dengan memahami arti shalih ini, kita dapat menggambarkan betapa kata saleh dapat diterjemahkan dalam banyak hal dan dapat dimaknai secara berbeda-beda sesuai dengan konteksnya yang berbeda-beda dan berubah-ubah, baik konteks tema pembicaraan, audiens, ruang maupun waktu.
Apa yang dinyatakan saleh di satu tempat dan di suatu masa tidak selalu saleh pada tempat dan zaman yang lain. (Rul)