Mubadalah.id – Sementara ini, beberapa orang masih saja memilih ayat-ayat perang sebagai yang utama dan membatalkan (nasakh) semua ayat-ayat damai. Metode ini cukup rancu, karena menghapuskan puluhan ayat, dalam relasi dengan non-muslim, yang justru basisnya adalah kepercayaan, kerjasama, dan kemaslahatan.
Dalam acara pelatihan Instruktur Moderasi Beragama, aku mengenalkan perspektif sejarah Nabi Muhammad Saw, yang dikenalkan guru saya saat di Syria, Syekh Muhammad Habasy, dalam bukunya “an-Nabiy ad-Dimoqrati” (Nabi yang Demokratis). Bahwa jika melihat seluruh biografi Nabi Saw, maka Nabi itu adalah seseorang yang memiliki relasi sosial yang baik, jujur, dipercaya, dan kuat dengan semua tetangga yang berbeda agama dan keyakinan.
Relasi ini dikenal dengan al-Amin, sebelum dan sesuah dapat wahyu, saat 13 tahun di Mekkah, dan terus sampai memiliki komunitas dan negara di Madinah. Bahkan, Nabi Saw saat wafat, masih memiliki hutang secara gadai dari tetangga Yahudi, untuk makanan bagi keluarga beliau.
Dengan perspektif ini, kita, kaya guru saya, harus membaca semua ayat dalam konstruksi ini. Sehingga, semua ayat diterima dan menjadi sumber.
Ayat-ayat damai, di lajur kanan di gambar, adalah ayat-ayat sumber untuk relasi sosial dengan semua orang, terutama warga negara Indonesia dan bahkan penduduk dunia, yang berbeda agama.
Mulai dari saling mengenal satu sama lain, menghargai keyakinan orang lain yang berbeda, tidak saling menghujat, jika ada ketegangan dan kesalahan berusaha untuk saling memaafkan, berkompetisi untuk berbuat baik, saling menolong, dan bersedia berkorban (lihat ayat-ayatnya di sebelah kanan dalam gambar).
Ayat-ayat perang hanya bisa dipraktikkan sekarang pada konteks pertahanan negara bangsa, (dan kerjasama dunia Islam), yang harus diputuskan oleh kepala negara, dengan pertimbangan berbagai lembaga negara dan tokoh-tokoh bangsa. Sebagaimana dipraktikkan Nabi Saw. Bukan oleh para individu atau komunitas seenaknya. Kelompok ayat ini juga juga bermula dari bawah, yaitu saling mengenal satu sama lain.
Lalu, terjadi kecurigaan dan ketegangan, sehingga perlu pendekatan diploasi yang baik untuk menurunkan ketegangan, berdebat secara baik dan bermartabat, perlu melakukan mata-mata agar tidak gegabah, tetap waspada pada kemungkinan terburuk, jika terjadi tetap harus komitmen mementingkan pemeliharaan rumah ibadah berbagai agama (dan fasilitas umum), jika harus kontak perang juga harus sepadan dengan serangan musuh (setelah diserang) dan terukur, dan berperang hanya orang-orang yang memerangi, dan tetap dengan etika kemanusiaan (lihat ayat-ayatnya di sebelah kiri dalam gambar).
Gambar di tengah, yang menjadi panduan dan pondasi dalam berelasi dengan non muslim baik dalam keadaan damai maupun perang, sebagai pelaksanaan ayat-ayat sebelah kanan, dan terutama yang sebelah kiri. Yaitu, kebebasan beragama dan berkeyakinan (la ikraha fid din), misi akhlaq karimah, dan visi rahmatan lil alamin. (Faqih)