Mubadalah.id – Salah satu ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa reaktualisasi dan pemaknaan kembali sakinah, mawadah dan rahmah (samara) menjadi hal yang sangat penting.
Pasalnya pemaknaan kembali samara itu diharapkan agar keluarga muslim modern yang terus bergerak maju dapat selamat di atas rel ajaran agama yang tepat.
Jika kita kembali ke nilai-nilai luhur al-Qur’an, maka reaktualisasi samara, menurut Nyai Badriyah, akan mudah kita lakukan.
Karena syaratnya cuma satu, yaitu kita bersedia berubah dari pola pikir dan kebiasaan lama yang tak lagi relevan, bahkan menjadi ancaman serius bagi keluarga zaman sekarang.
Di antara pola pikir lama yang tidak sesuai dengan ajaran universal Islam, Nyai Badriyah mengungkapkan, adalah pola pikir yang menganggap semua tugas rumah tangga adalah kewajiban istri.
Pamali jika suami mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Pola pikir lainnya, Nyai Badriyah mencontohkan, perempuan boleh maju, asalkan bukan istri saya.
Terlebih tidak kalah membahayakan, suami harus selalu di atas dan menang, dan istri harus selalu di bawah, kalah, atau mengalah.
Pameo “swarga nutut neraka katut” (surga dan neraka istri suami yang menentukan).
Juga termasuk pola pikir yang tidak Islami, yang ironisnya pameo tersebut dianggap sebagai ajaran agama.
Semua pola pikir ini, Nyai Badriyah menegaskan bahwa hal tersebut membahayakan ketahanan keluarga. (Rul)