Mubadalah.id – Jika kita merujuk data dari kalkulasi Kementerian ESDM, maka per tahun 2012 cadangan minyak Indonesia hanya cukup untuk 18 tahun. Sementara untuk gas hanya cukup 60 tahun dan cadangan batu bara masih 150 tahun ke depan.
Dengan semakin menipisnya cadangan sumber energi kita, maka diperkirakan cadangan minyak akan habis pada sekitar tahun 2030, cadangan gas akan berhenti pada sekitar tahun 2072, dan cadangan batu bara akan habis pada sekitar tahun 2162.
Oleh sebab itu, dengan semakin menipisnya cadangan energi fosil kita, maka mulai saat ini kita sebaiknya beralih dengan menggunakan energi terbarukan.
Energi terbarukan, dalam pandangan Marzuki Wahid seperti dikutip dalam buku Fikih Energi Terbarukan, bahwa energi ini dipandang lebih ramah lingkungan.
Terlebih, apabila ditilik dari kemafsadatan yang ditimbulkan, energi terbarukan jauh lebih ringan kemafsadatannya dibandingkan dengan energi fosil.
Selain itu, sumber energi terbarukan juga jauh lebih melimpah untuk kondisi Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa.
Energi Terbarukan Dalam Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam penggunaan energi terbarukan harus lebih diutamakan. Hal ini didasarkan pada kaidah fikih yang artinya sebagai berikut :
“Apabila terdapat dua kemafsadatan, maka kemafsadatan yang lebih ringan harus didahulukan.”
Kaidah fikih sejenis ini banyak ragam redaksinya dengan makna yang sama, diantaranya yang artinya sebagai berikut :
الضَّرَر يُزَال
“Bahaya atau kerusakan harus dihilangkan.”
الَضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِاْلاِمْكَانِ
“Bahaya atau kerusakan harus ditolak sesuai dengan kemampuan.”
Sayyid Abdurrahman al-Ahdal mengatakan bahwa mayoritas ulama lebih mengutamakan menolak kerusakan/ kemafsadatan ketimbang menarik kemaslahatan. Sebab, dalam menolak kerusakaan itu terkandung kemaslahatan. Berikut ini kaidah fikih yang relevan yang artinya :
“Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada memperoleh kemaslahatan”
“Ketika dua kemafsadatan berkumpul Clalam satu keaduan), muky, kemafsadatan yang lebih ringan dipilih untuk diak anakan”
Makna dari kaidah-kaidah ini adalah apabila ada dua hal yang sama-sama mengandung kemafsadatan dan kadar kemafsadatannya bisa diketahui, maka kita harus memilih hal yang kadar kemafsadatannya lebih ringan.
Artinya, sekiranya penggunaan energi surya diketahui dampak negatifnya lebih ringan dari pada penggunaan energi fosil, maka kita harus memilih dan mengutamakan energi surya, hingga ditemukan jenis energi lain yang lebih ringan lagi dampak kemafsadatannya.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa Islam memiliki perhatian yang tinggi pada penggunaan energi yang paling ringan tingkat bahayanya. (Rul)