Mubadalah.id – Salah satu prinsip Islam adalah pentingnya penghormatan kepada ibu dan tentu juga ayah. Nabi Muhammad Saw secara eksplisit menekankan bahwa penghormatan kepada ibu memiliki posisi tiga kali lebih utama dibanding penghormatan kepada ayah.
Hal ini terekam dalam sejumlah kitab hadits otoritatif, seperti Shahih al-Bukhari (hadits nomor 6037), Shahih Muslim (hadits nomor 6665), Sunan Ibnu Majah (hadits nomor 2810), Sunan Abu Dawud (hadits nomor 5141), dan Musnad Ahmad (hadits nomor 8459, 9204, dan 20365).
Menariknya, penghormatan kepada ibu tidak dibatasi oleh sekat keyakinan. Bahkan, dalam sebuah riwayat yang masyhur, Nabi Saw. menegaskan bahwa seorang anak tetap berkewajiban menyambung hubungan kasih sayang dengan ibunya meskipun sang ibu belum beriman kepada Islam.
Kisah ini terekam dalam pengalaman Asma’ binti Abu Bakar Ra. yang kedatangan ibunya yang masih musyrik. Dalam keraguannya, Asma’ bertanya langsung kepada Rasulullah Saw.: “Wahai Rasulullah, ibuku datang kepadaku dengan penuh cinta. Apakah aku tetap menyambung silaturahim dengannya?” Nabi Saw. menjawab tegas: “Ya, sambunglah persaudaraan dengan ibumu itu.” (HR. Bukhari, hadits nomor 2658).
Imam Bukhari bahkan menempatkan hadits ini dalam beberapa bab penting: Bab Memberi Hadiah kepada Orang Musyrik, Bab Jizyah dan Berbuat Baik kepada Non-Muslim (hadits nomor 3129), serta Bab Sedekah kepada Keluarga (hadits nomor 6045).
Penempatan ini mengajarkan kepada kita bahwa perbedaan agama tidak boleh memutuskan hubungan kekeluargaan. Bahkan tidak boleh menghalangi praktik kasih sayang antarmanusia.
Lebih jauh lagi, Al-Qur’an mempertegas hal ini dalam Surah Luqman ayat 14–15. Allah Swt. berfirman:
“Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami): Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku (kamu) kembali. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak punya ilmu tentang itu, janganlah patuhi keduanya, (tetapi) pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”
Ayat ini menegaskan sebuah prinsip universal: hormat dan kebaikan kepada orang tua adalah kewajiban tanpa syarat. Bahkan ketika mereka berbeda keyakinan, bahkan ketika mereka mendorong anaknya untuk berpaling dari Islam. Penolakan terhadap ajakan syirik tidak boleh menghapus kewajiban berbuat baik.
Akhlak untuk Semua
Dalam Buku Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama, Dr. Faqihuddin Abdul Kodir menjelaskan bahwa semangat Islam adalah membangun relasi yang adil dan penuh kasih sayang, bukan hanya kepada sesama Muslim, tetapi juga kepada umat berbeda agama.
Menurut Kiai Faqih, penghormatan kepada orang tua non-Muslim, seperti yang dicontohkan dalam hadits Asma’, menunjukkan bahwa kasih sayang dan akhlak mulia tidak mengenal batas keimanan.
Ia menulis bahwa Islam justru meneguhkan prinsip “rahmatan lil-‘alamin” dengan mengajarkan umatnya agar tetap menyambung silaturahmi, berbagi hadiah. Serta memperlakukan orang lain dengan kebaikan, tanpa diskriminasi keyakinan.
Dalam konteks ini, penghormatan kepada ibu siapa pun dia, apa pun agamanya adalah bentuk nyata dari akhlak universal Islam. Lebih dari itu, ini menjadi bukti bahwa ajaran Islam tidak bertujuan memutuskan hubungan kemanusiaan, melainkan merajutnya dengan kasih.
Oleh sebab itu, ajaran Islam menegaskan bahwa berbuat baik kepada ibu, meski non-Muslim, adalah kewajiban seorang anak. Inilah nilai yang dirawat dalam spirit mubadalah yaitu saling menghormati, saling mengasihi, dan saling melindungi tanpa sekat agama.
Sebagaimana ditegaskan oleh Kiai Faqih prinsip mubadalah inilah yang bisa menjadi jalan terang bagi umat Islam untuk terus membangun peradaban damai. Karena pada akhirnya, berbuat baik kepada manusia adalah bagian tak terpisahkan dari beribadah kepada Allah. []