Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menyampaikan penulisan sejarah yang bias gender membuat anak-anak kita kurang mengenal pelaku sejarah perempuan.
Padahal, menurut Nyai Badriyah, perjuangan perempuan tidak kalah mengagumkan dibanding tokoh pahlawan laki-laki yang ada di buku sejarah. (Baca juga: Sejarah Penyebutan Wanita dan Perempuan di Indonesia)
Namun, sangat disayangkan, sejarah Nusantara dan Indonesia yang sampai kepada anak-anak kita pada umumnya adalah sejarah politik dan militer dan berwajah sangat maskulin.
Hampir semua tokoh adalah laki-laki. Apalagi saat mengulas sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Nama-nama ratu muslimah yang sukses dan berpengaruh, kata Nyai Badriyah, tidak pernah menyebutkannya. (Baca juga: Benazir Bhutto, Pemimpin Perempuan Muslim dalam Sejarah Modern)
Nama ratu yang lekat di benak anak-anak mungkin hanya Ratu Shima dari Kalingga dan Ratu Tribhuwana Tunggadewi dari Majapahit.
Oleh sebab itu, Nyai Badriyah mengingatkan, hal ini patut kita pertanyakan, apakah memang tidak ada perempuan yang layak namanya tertulis dalam sejarah? Jawabnya tentu, tidak!. (Baca juga: Laki-laki dan Sejarah Gerakan Perempuan Indonesia)
Pasalnya, Nyai Badriyah menyebutkan, memang jumlah tokoh perempuan juga layak untuk menuliskannya dalam buku sejarah, walaupun mungkin tidak sebanyak laki-laki.
Tapi itu bukan berarti mereka tidak ada. Mereka tidak ada karena penulisan sejarah masih belum terlepas dari bias gender. (Rul)