Mubadalah.id – Penegakan hukum berfungsi untuk melindungi masyarakat. Adanya negara hukum melindungi masyarakat dari segala kemungkinan ancaman pelanggaran hukum, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat secara semena-mena melanggar hukum. Apa fungsi hukum jika keberadaannya tidak dapat mengatur dan melindungi masyarakat?
Kasus ini mengenai Siti Rubaidah yang menjadi korban UU ITE, karena perlawanannya terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Siti Rubaidah menjadi salah satu korban KDRT yang justru malah dilaporkan dengan UU Pencemaran nama baik oleh suaminya.
Kisah Siti Rubaidah bermula saat suaminya melakukan kekerasan dalam rumah tangga pada 2013 lalu. Selama ini, Rubaidah kerap ditampar oleh mantan suaminya, ditendang, diludahi, dimaki, dibenturkan bahkan dipukuli di depan anak-anaknya.
Akibat dari kekerasan yang ia alami mendorong Rubaidah membuat sebuah petisi dengan harapan bila Kementerian Dalam Negeri bisa mengambil sikap atas perbuatan Wakil Wali kota Magelang saat itu. Setelah mendapat 7.611 pendukung, petisi ini menyedot perhatian publik, termasuk sang mantan suami.
Tak menerima tindakan suaminya tersebut, Rubaidah pun turut melaporkan tindakan KDRT yang ia terima. Namun, polisi lebih dulu memproses tuduhan yang sang suami laporkan. Di mana justru telah terproses lebih dulu. Penetapannya sebagai tersangka dan langsung ditahan karena dugaan pelanggaraan ketentuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dugaan Pencemaran Nama Baik
Melaporkan balik atas kasus pencemaran nama baik dengan pasal UU ITE. Dilaporkan oleh suaminya menggunakan Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Rubaidah juga dilaporkan atas dua perkara lain.
Yakni Pasal 367 tentang pencurian dalam rumah tangga dan Pasal 59 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang dugaan penelantaran anak. Dua laporan terakhir diketahui tidak diproses aparat kepolisian karena kurangnya bukti.
Walaupun KDRT telah terbukti dan mantan suaminya dinyatakan bersalah dalam kasus KDRT, namun kasus dugaan pencemaran nama baik tetap berlanjut. Bahkan, pada 9 April 2013, kasus ini naik ke tahap penyidikan dan status Rubaidah berubah menjadi tersangka.
Hampir 11 tahun peristiwa pahit yang menimpa Rubaidah berlalu. Namun, menurutnya, kejadian itu masih menyisakan luka yang sama. Selain itu, dugaan pencemaran nama baik tetap melekat pada penyintas kekerasan ini.
Dari fenomena tersebut menujukan bahwa penyimpangan penegakan hukum terjadi atas kasus UU ITE Siti Rubaidah alami. Ia adalah seorang ibu rumah tangga belum bisa bernapas lega dengan segala tekanan dan diskriminasi. Bahkan ketika pengadilan memutuskan sang suami bersalah dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan hukuman 45 hari penjara pada tahun 2017.
Kewajiban Negara Memberi Perlindungan Hukum
Selain sanksi pidana, undang-undang juga mengatur tentang hukum acara dan kewajiban negara untuk segera memberikan perlindungan kepada korban yang mengadu. Ketentuan ini merupakan terobosan hukum yang penting dalam upaya pembelaan hak asasi manusia, khususnya dalam perlindungan korban rumah tangga.
Karena selama ini para korban yang mengadukan kasusnya masih menghadapi tembok kehancuran, kelemahan, diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. Maka, dengan keberanian seorang korban melaporkan kekerasan dalam rumah tangga, kita bisa menghargai dan mendukungnya sepenuh hati.
Meski KDRT sudah terbukti, namun status tersangka kasus UU ITE yang melibatkannya belum selesai. Hal itu sangat merugikan korban KDRT. Sebagai warga negara menjunjung tinggi penegakan hukum, tentu kenyataan ini membuat kita khawatir jika suatu saat, penyimpangan terhadap penegakan hukum itu akan digunakan oleh para pihak yang tidak bertanggungjawab. []