• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan Adalah Ibu dari Humanisme

Humanisme akan tetap ada selama posisi perempuan dihargai di dunia. Sebab melalui perempuan manusia lahir dan dari perempuan pula kemanusiaan tercipta.

Rizki Eka Kurniawan Rizki Eka Kurniawan
24/02/2021
in Personal
0
Perempuan

Perempuan

128
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kita mendambakan perubahan besar di kehidupan manusia, membayangkan dunia yang lebih baik, lebih bersih dan lebih ramah untuk semua manusia. Dunia yang bisa menjadi rumah kita bersama, tempat kita berteduh dari segala cuaca, tempat kita berlindung dari segala bencana alam ataupun psikis.

Sejak berakhirnya Perang Dunia II Demokrasi dan kapitalisme dipandang sebagai sistem politik paling representatif dan diharapkan sebagai batu loncatan untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi umat manusia tapi dalam penerapannya secara praktis malah hanya dijadikan sebagai alibi bagi sekelompok kecil orang yang sangat kaya untuk menjalankan system plutokrasi—mendominasi kekuasaan atas dasar kekayaan yang mereka miliki.

Orang-orang kaya berusaha mengumpulkan harta sebayak-banyaknya meskipun sahamnya telah membuat buncit perutnya. Keserakahan itu membuat orang-orang miskin yang terlantar pada akhirnya mengandalkan segala cara untuk bisa menghidupi keluarganya. Kasus kriminal meningkat akibat angka kemiskinan yang tinggi. Egoisme, hedonisme radikal, pemuasan hasrat badanian secara optimal total membudaya dan menjadi kebiasaan manusia, menjadikan manusia berubah menjadi seperti serigala yang memakan sesamanya.

“Hell… Is other people!” teriakan Jean Paul Sartre benar-benar meggambarkan kenyataan kehidupan sekarang. Lingkaran dosa ini terus berputar selama manusia belum memiliki kesadaran kolektif untuk membantu dan saling melengkapi sesamanya.

Tapi sikap altruisme telah terabaikan  karena kondisi yang memojokkan—dalam kondisi ini, orang-orang seraya berkata: “Bagaimana saya bisa membantu orang lain sedangkan saya sendiri butuh bantuan! Saya tidak punya pekerjaan, saya tidak punya cukup banyak uang, bagaimana saya bisa membatu orang lain kalau saya sendiri juga belum terselamatkan?”

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Hidup di dunia serasa hidup di akhirat di mana orang-orang telah sibuk dengan urusannya sendiri dan tak bisa membantu orang lain. Kita menjadi pejuang yang berjuang sendiri-sendiri untuk mengamankan, mensejahterakan, dan mendamaikan kehidupan kita. Sebagaimana kata Trotsky “Di bawah kapitalisme tiap orang mimikirkan dirinya sendiri. Pada saat yang sama, tak seorang pun yang memikirkan nasib semua orang.”

Dunia ini sudah tidak sehat. Kita butuh perubahan besar untuk sebuah kehidupan yang lebih baik, tapi setelah itu pertanyaan besar datang “Bagaimana cara kita akan merubah dunia?” Salah satu cara untuk merubah dunia yang paling dasar adalah: “Perempuan harus dibebaskan dari dominasi patriarki”, tulis Fromm dalam To Have or To Be

Bagi Fromm, kebebasan perempuan dari dominasi patriarki adalah faktor fundamental dalam humanisasi masyarakat. Gerakan pembebasan perempuan bisa mengenalkan peran dan fungsinya sebagai salah satu tonggak pembaharu peradaban.

Superioritas kaum laki-laki membuat mereka merasa bisa melakukan segala sesuatu tanpa bantuan perempuan, laki-laki menjadi enggan meminta bantuan kepada perempuan karena meresa dirinya lebih kuat. Hanya demi menjaga stereotip maskulinitas di hadapan perempuan, laki-laki lebih memilih bersusah payah dan menolak bantuan dari perempuam meskipun dalam keadaan genting dan darurat.

Sikap semacam ini memicu munculnya sifat angkuh, sombong dan kebanggaan diri yang berlebihan pada laki-laki yang pada akhirnya hanya akan membawa kehancuran bagi kehidupan manusia. Laki-laki merasa bisa hidup sendirian tanpa perempuan, karena kekuatan ekonomi dan hak kepemilikan atas properti yang mereka miliki menjadikan mereka merasa bisa mengusai segalanya tanpa bantuan perempuan.

Padahal pada realitanya, laki-laki sangat membutuhkan perempuan sebagai ibu, kekasih, dan pelipuar lara di kehidupan. Dalam setiap pencapaiannya di kehidupan laki-laki akan selalu merasa kesepian tanpa kehadiran perempuan. Hal ini sudah menjadi hukum primodial dari alam bahwa segala sesuatu diciptakan berpasang-pasangan.

وَاَ نَّهٗ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَا لْاُ نْثٰى ۙ

“Dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan perempuan” (QS. An-Najm 53: Ayat 45)

Bahkan diceritakan ketika pertama kali Allah ciptakan Adam lalu menempatkannya di surga dengan sejuta kenikmatan Adam masih merasa kesepian oleh sebab itu Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuknya dan dijadikannya sebagai pasangan sekaligus teman di kehidupan agar tidak lagi merasa kesepian.

Dunia ini membutuhkan perempuan, tanpa perempuan kehidupan ini akan terasa hampa, tak bermakna, dan kurang perasaan. Dunia ini butuh sosok pengasih dan penyayang sebagaimana perempuan, tidak selalu tentang laki-laki kuat yang bisa mengusai dunia. Dunia butuh sosok lembut yang bisa mengembalikan kita kepada kehidupan yang penuh cinta.

Tanpa perempuan tak akan ada cinta, tanpa cinta tak akan ada kemanusian dan dunia akan tetap sama seperti sebelumnya, penuh dengan keserakahan, kerakusan dan eksploitasi tanpa batas sebab manusia telah kehilangan rasa cinta dalam dirinya. Kehadiran perempuan sangat dibutuhkan tak hanya sebagai mahluk yang melahirkan generasi penerus tapi juga sebagai ibu yang mengasihi semesta raya.

Itu mengapa pembebasan perempuan dari dominasi patriarki adalah salah satu syarat fundamental untuk menciptakan perubahan. Humanisme akan tetap ada selama posisi perempuan dihargai di dunia. Sebab melalui perempuan manusia lahir dan dari perempuan pula kemanusiaan tercipta. []

 

Tags: Erich Frommfeminismehumanismeperempuan
Rizki Eka Kurniawan

Rizki Eka Kurniawan

Lahir di Tegal. Seorang Pembelajar Psikoanalisis dan Filsafat Islam

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Isu Iklim

    Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID