Mubadalah.id – Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur secara fisik telah meninggalkan kita semua. Perjuangan Gus Dur yang tak mengenal lelah selalu menginspirasi gerakan perempuan. Tidak terasa kita telah ditinggalkan selama sembilan tahun. Meski fisiknya tiada tetapi ide, pemikiran, dan gagasannya masih terus didiskusikan para peneliti, pakar, mahasiswa, bahkan para ulama.
Desember disebut-sebut sebagai bulan Gus Dur. Sebab, guru bangsa cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Mbah Hasyim Asy’ari ini meninggal di bulan Desember, tepatnya 30 Desember 2009 silam. Di tengah munculnya politik identitas, kita semakin rindu pemikiran, gagasan, tawanya hingga gurauannya menyikapi pelbagi persoalan bangsa.
Seperti yang kita ketahui, Gus Dur adalah sosok pemikir Islam terkemuka pada zamanya, bukan sekadar pemikiran Indonesia, tetapi internasional. Gus Dur memiliki pemikiran yang progresif, transformatif, dan kontekstual pada zamannya.
Hal ini berkat kemampuannya berbahasa, bahasa Arab, Inggris dan bahasa lainnya. Sehingga anak dari KH. Wahid Hasyim ini mampu berkomunikasi dengan lintas cendekia, negarawan, ulama dari berbagai negara. Gus Dur, dialah sosok pejuang hak asasi manusia, termasuk keadilan gender.
Sekretaris Lakpesdam PBNU, Marzuki Wahid mengatakan, Gus Dur adalah pejuang hak asasi manusia, termasuk keadilan gender. Karena hak asasi perempuan adalah hak asasi manusia, sehingga Gus Dur begitu konsen menyuarakan hak-hak perempuan ke ranah publik.
“Kenapa Gus Dur begitu konsen terhadap gerakan perempuan. Saya kira Gus Dur terinspirasi dari ibunya (Nyai Solichah). Karena Gus Dur melihat ibunya menjadi sosok yang mandiri dan tangguh, karena suaminya (Wahid Hasyim) lebih dulu menutup usia ketika Gus Dur kecil,” kata Kang Jek, panggilan akrabnya saat ditemui Mubaadalahnews, belum lama ini.
Tak hanya ibunya, Gus Dur juga terinspirasi Ketua Muslimat NU pertama, Chadijah Dahlan. Nyai Chadijah menyuarakan hak perempuan untuk tampil di publik melalui pidato resminya pada pertemuan nasional.
Dalam perjalanannya Gus Dur pun akrab dengan sejumlah tokoh perempuan yang menyuarakan anti kekerasan. Tokoh perempuan yang suka berbincang dan diskusi dengan Gus Dur yaitu Gedong Bagus Oka. Dia adalah perempuan Hindu asal Bali yang menyuarakan anti kekerasan. Gus Dur juga terinspirasi Bunda Teresa, seorang biarawati katolik Roma keturunan Albania yang mendirikan misionaris cinta kasih di Kalkuta India.
“Gus Dur akrab sekali dengan Ibu Gedong Bagus Oka dari Bali dan Bunda Teresa. Mereka yang menginspirasi soal gerakan perempuan,” ucap Mudir Mahad Aliy Kebon Jambu Ciwaringin.
Itulah beberapa tokoh perempuan inspirator dan kawan Gus Dur yang menginspirasinya untuk mengangkat hak perempuan di mata publik. Sehingga pemikiran tersebut mempengaruhinya dalam mengeluarkan kebijakan. Baik negara saat Gus Dur menjadi Presiden dan juga ketika dia memimpin ormas Islam terbesar di Indonesia, yaitu NU. (WIN)