• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan Sarjana Memilih Kerja Domestik, Apa Salahnya?

Proses kuliah atau belajar bagi perempuan di perguruan tinggi bisa banyak mengajarkan tentang ilmu-ilmu kehidupan, termasuk belajar berpikir kritis dan belajar menjadi orang dengan personality yang baik sebagai modal menjalani kehidupan di masa depan

Hoerunnisa Hoerunnisa
16/07/2021
in Personal
0
Perempuan

Perempuan

224
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tidak mudah berkata jujur pada diri sendiri dan lingkungan perempuan di mana ia tinggal, apalagi jika dibenturkan dengan kekuatan mental menghadapi stigma masyarakat, ya kalau engga kuat taruhannya mental terbawa arus. Seperti stigma pada perempuan sarjana yang memilih untuk mengurus domestik dan merawat anak.

Persis sekali seperti cerita teman saya, sebut saja T. Sebelum menikah, T berdialog terlebih dahulu dengan pasangannya mengenai keinginannya untuk bekerja dan berkarir pasca menikah. Karena pasangannya memiliki perspektif gender dan personalitas yang baik, dia  mengerti keinginan T, sehingga mengizinkan T untuk melakukannya.

Sesudah acara pernikahan digelar, T nampak senang memiliki pasangan yang baik dan mau mendengar keinginan T. Tidak lupa deretan agenda sesudah menikah tertata rapih disusun oleh T, dia siap bekerja dan merajut karirnya pasca menikah.

Beberapa bulan kemudian perut T semakin membesar, sepertinya sebentar lagi akan segera melahirkan. T sangat senang sekali, karena sang suami selalu mengikuti setiap perkembangan janinnya, dari mulai rutin mengantar ke dokter kandungan, selalu menanyakan perihal perkembangan janinnya sampai mengingtakan untuk meminum vitamin. Tiba saatnya T melahirkan, tidak lupa sang suami menemani setiap detik proses persalinan. Ahamdulillah, telah lahir bayi perempuan cantik persis seperti ibunya. Wajah bahagia terlihat jelas dari raut muka keluarga kecil itu.

Pasca melahirkan, T merasa gelisah. Dia merasa berat sekali untuk meninggalkan bayi mungilnya sedetikpun, rasanya ingin menemaninya setiap gerak gerik perkembanganya. Pilihan yang memang sulit baginya, antara memilih karir dan pekerjaannya atau waktu bersama anaknya. Selain perawatan, hal lain juga perlu diperhatikan untuk keberlangsungan perkembangan bayinya, seperti lingkungan rumah bersih dan makanan bergizi, artinya pekerjaan domestik pun harus diperhatikan dengan baik.

Baca Juga:

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Mengenal Perbedaan Laki-laki dan Perempuan secara Kodrati

Menafsir Ulang Ajaran Al-Ḥayā’ di Tengah Maraknya Pelecehan Seksual

Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah

Bagi T, mengisi setiap perkembangan bayinya sangat penting, dan T tidak mau orang lain yang mengisinya. Dengan berat hati T memutuskan untuk fokus merawat anaknya dan mengrus segala kebutuhan keluarganya. T banyak mempelajari cara merawat anak yang baik lewat teman, buku dan pelatihan. Tidak lupa sang suami juga ikut mempelajari di tengah kesibukan pekerjaannya, karena baginya hal tersebut juga harus diketahui oleh suami.

Keputusan T diterima dengan baik oleh sang suami, selama itu keinginan istrinya, dia mendukung penuh keputusannya. T pun merasa senang dan lega karena setiap keputusannya selau diiringi dukungan suami. Siapa yang tidak senang memiliki suami baik seperti ini? Walaupun diantara T dan suami clear sepakat dengan keputusannya. Tetapi tidak berarti bisa menutup mulut nyinyir tetangga, “Buat apa sekolah tinggi, kalau akhirnya sama kaya saya ke dapur dan sibuk ngurus anak! Lah mending saya, enggak ngabisin uang orang tua untuk biaya sekolah.”

Ada sebagian orang yang kuliah karena ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, itu sangat wajar. Karena, untuk konteks sekarang pekerjaan pun membutuhkan legitimasi ijazah sebagai salah satu bentuk representasi kualitas seseorang.

Tetapi bagi saya lebih dari itu, proses kuliah atau belajar bagi perempuan di perguruan tinggi bisa banyak mengajarkan tentang ilmu-ilmu kehidupan, termasuk belajar berpikir kritis dan belajar menjadi orang dengan personality yang baik sebagai modal menjalani kehidupan di masa depan. Melalui proses tersebut, mulut saya diajarkan untuk tidak menyakiti hati orang lain, termasuk memberi komentar negatif tentang pilihan dan prinsip hidup orang lain.

Selain itu, saya banyak bertemu teman yang berbeda-beda latar belakang, entah itu soal bahasa, budaya bahkan agama. Bagi saya itu adalah proses penguatan mental saya untuk hidup di dunia yang beragam ini, ketika saya sudah berkeluarga saya akan lebih menerima orang-orang yang berbeda dengan saya dan pemahaman ini bisa saya tularkan pada anak saya kelak.

Dengan modal berpikir kritis, saya tidak akan termakan informasi hoaks termasuk perihal perawatan anak, saya akan lebih hati-hati menerimanya. Selain itu, karena relasi saya luas, saya bisa bertukar informasi, ilmu dan pikiran bersama teman-teman saya mengenai cara merawat anak.

Untung T adalah perempuan hebat dengan kesadaran maju, sehingga dia memilih untuk tidak mendengarkan semua komentar tetangganya, baginya kita benar-benar tidak bisa memuaskan semua orang, ketika ada orang yang tidak sepakat dengan pilihan kita itu hal yang wajar. Jika kita terus berusaha memenuhi keinginan semua orang, maka kita akan melupakan keinginan kita sendiri dan menghiraukan kehidupan realita kita sendiri, untuk itu mari hiduplah dalam keinginan dan realita kita sendiri!.

Terus ada seorang temannya juga berkomentar, “Katanya feminis dan selalu menyuarakan keadilan gender, kok memilih untuk mengurus anak dan mengurus kerjaan domestik?” Dalam keputusan ini, T sudah cukup feminis bagi saya. Karena dia sudah mengambil keputusan berdasarkan keinginannya dan melampau jauh semua stigma masyarakat, ini bukan hal yang mudah lho! Terebih keputusannya juga didasarkan pada kesepakatan bersama dengan pasangan. []

 

Tags: Genderibu rumah tanggakeadilanKekerasan Berbasis Genderkeluargakerja domestikKesetaraanPeran Perempuanperempuanperempuan bekerja
Hoerunnisa

Hoerunnisa

Perempuan asal garut selatan dan sekarang tergabung dalam komunitas Puan menulis

Terkait Posts

Pandangan Subordinatif

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

31 Mei 2025
Joglo Baca SUPI

Joglo Baca SUPI: Oase di Tengah Krisis Literasi

31 Mei 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Difabel di Dunia Kerja

Menjemput Rezeki Tanpa Diskriminasi: Cara Islam Memandang Difabel di Dunia Kerja

30 Mei 2025
Memahami AI

Memahami Dasar Logika AI: Bagaimana Cara AI Menjawab Permintaan Kita?

30 Mei 2025
Kehendak Ilahi

Kehendak Ilahi Terdengar Saat Jiwa Menjadi Hening: Merefleksikan Noble Silence dalam Perspektif Katolik

29 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pandangan Subordinatif

    Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tren Mode Rambut Sukainah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Hukum Dokter Laki-laki Memasangkan Kontrasepsi IUD?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID