Jadi, salah satu ciri orang bertakwa adalah hidupnya bermanfaat seluas-luasnya. Begitu pun ciri perempuan yang bertakwa.
Mubadalah.id – Ketika al-Qur’an menegaskan bahwa perempuan dan laki-laki itu manusia, maka keduanya sama-sama menjadi subjek kehidupan seutuhnya. Mereka sama-sama hanya menghamba kepada Allah Swt (tauhid) dan sama-sama mengemban amanah kekhalifahan di muka bumi untuk mewujudkan kemaslahatan seluas-luasnya.
Dalam QS. al-Hujurat (49): 13, Allah Swt menegaskan bahwa nilai manusia hanya dari takwanya. Yakni sejauh mana tauhidnya punya daya dorong sekuatnya untuk melahirkan kemaslahatan seluas-luasnya pada makhluk Allah Swt. Dan sebaliknya, punya daya tahan sekukuhnya untuk tidak melahirkan kerusakan pada semesta.
Rasulullah Saw juga mengingatkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia Tainnya. Jadi, salah satu ciri orang bertakwa adalah hidupnya bermanfaat seluas-luasnya. Begitu pun ciri perempuan yang bertakwa.
Citra Perempuan
Ketakwaan ini menurut Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A menjadi salah satu bagian dari citra perempuan di dalam Islam. Menurut Prof. Komar, citra perempuan ideal dalam al-Qur’an tidak sama dengan citra perempuan yang berkembang dalam sejarah dunia Islam. Citra perempuan yang diidealkan dalam Islam ialah:
Pertama, mempunyai kemandirian politik (al-istiqlal al-siyasah, QS. al-Mumtahanah ayat 12, sebagaimana Ratu Balgis, perempuan penguasa yang mempunyai kerajaaan super power, laha ‘arsyun azhim (QS. al-Naml (27): 23).
Kedua, memiliki kemandirian ekonomi (al-istiqlal al-iqtishadi) (QS. al-Nahl (16): 97), seperti pemandangan yang disaksikan Nabi Musa di Madyan, perempuan pengelola peternakan (QS. al-Qashash (28): 23).
Ketiga, memiliki kemandirian dalam menentukan pilihan-pilihan pribadi (al-istiqlal al-syakhshiy) yang ia yakini kebenarannya. Sungguh pun harus menghadapi suami bagi perempuan yang sudah berkeluarga (QS. at-Tahrim (66): 1), atau menantang opini publik bagi perempuan yang belum berkeluarga (QS. at-Tahrim (66): 12).
Perempuan harus menyuarakan kebenaran dan melakukan gerakan oposisi terhadap berbagai kebobrokan (QS. al-Taubah (9): 71). Bahkan al-Qur’an menyerukan perang terhadap suatu negeri yang menindas kaum perempuan (QS. an-Nisa (4): 5). Karena laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi sebagai khalifah fil ardh (QS. an-Nahl (16): 97) dan sebagai hamba (‘abid) (QS. an-Nisa ayat 124). []